Mohon tunggu...
Indira Abidin
Indira Abidin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mau Melatih Bayi? Hati-hati Malah Merusak Otak

24 Januari 2017   22:26 Diperbarui: 24 Januari 2017   22:59 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: celebritiesreport.com

Sudah pernah dengar cerita mengenai bayi kembar yang salah satunya dinyatakan tak ada harapan? Saat bayi yang lahir sehat diletakkan di sebelah saudara kembarnya yang konon tak ada harapan, tangannya memeluk saudaranya, tiba-tiba saudara kembarnya membaik kondisinya dan akhirnya selamat, tumbuh dengan sehat.
Sentuhan itu sangat penting. Mungkin yang terpenting bagi seorang bayi.

Waktu saya baru melahirkan Hana, putri saya satu-satunya, banyak yang menasehati:

"Kalau anak nangis, jangan cepat-cepat diangkat. Nanti anaknya manja."
"Biarkan saja bayi nangis, supaya paru-parunya kuat."
"Jangan kebanyakan digendong. Nanti kecanduan, susah dilepas."
"Biasakan anak ditinggal di rumah, supaya ibunya bisa bebas kerja di kantor nanti."

Saya yakin semua nasehat diberikan dengan niat baik. Sayangnya pemberinya tidak meneliti lebih jauh mengenai dampak dari nasehat tersebut. Bayi adalah pemimpin masa depan bangsa ini. Bayi perlu merasa aman dan nyaman. Otaknya harus tumbuh secara baik. Bayi sudah mulai membentuk kesimpulan mengenai dunia, dan kita butuh bayi-bayi yang merasa nyaman tinggal di muka bumi, yakin bahwa semua orang baik dan mencintainya. Bayi-bayi yang merasa penuh cinta akan lebih mudah tumbuh menjadi orang yang juga penuh cinta, menciptakan kedamaian, kreatif, inovatif dan tidak penuh curiga. Mereka lebih mudah percaya, lebih mudah memaafkan, bahagia dan membahagiakan.

Tangisan adalah satu-satunya cara bayi berkomunikasi. Mungkin ia lapar, ingin digendong, ingin diganti popoknya, atau kesepian. Saat orang tuanya tidak merespon, ia akan merasa tidak diperhatikan dan kalau hal ini berlangsung terus ia bisa menyimpulkan bahwa dunia tidak mencintainya.

Banyak orang yang menemukan bahwa masalah-masalah mereka saat ini berakar di masa bayi, bahkan ada yang di dalam kandungan. Ada yang dulu merasa tidak diinginkan, ada yang merasa tidak berharga di masa bayi. Dan hal itu menimbulkan perasaan tidak percaya bahwa orang bisa mencintainya, sampai saat ini.

Pada saat bayi menangis, otaknya mengeluarkan hormon stress. Saat hormon stress terus diproduksi karena ia tak juga direspon, hormon stress ini bisa merusak sel-sel syaraf otak. Hormon stress juga memerintahkan jantung, pembuluh darah, otot dan berbagai organ lainnya bersiap-siap menghadapi bahaya. Dan kalau itu terus menerus terjadi, organ bayi belum tentu kuat. Untuk menyesuaikan diri ia akan mulai menerima bahwa "memang saya tidak cukup berharga untuk direspon." Dan hal itu membantunya untuk lebih cepat diam. Orang tua akan merasa, "Oh, bayiku mulai belajar untuk tidak manja." Padahal yang terjadi adalah bayinya mulai belajar untuk tidak lagi berharap banyak pada orang tuanya.

Penelope Leach, seorang pakar parenting, mengatakan bahwa risetnya menunjukkan bayi yang menangis adalah bayi yang sangat stress dan membutuhkan respon orang tua sesegera mungkin kalau orang tuanya ingin otak bayinya tumbuh optimal.

Dalam risetnya Leach memantau 1.200 ibu dan bayinya sejak lahir sampai masa sekolah. Ia menemukan bahwa kesejahteraan, kondisi rumah dan lingkungan tempat bayi dibesarkan tidak terlalu mempengaruhi keberhasilannya di sekolah. Yang sangat berpengaruh adalah cara ibu merespon kebutuhan bayinya, termasuk kesigapan mereka menggendong bayinya saat menangis.

Kontak fisik membantu bayi dan orang tua memproduksi oksitosin, hormon cinta. Oksitosin membantu bayi dan orang tua membangun rasa kasih sayang dan percaya, yang sangat penting bagi kondisi psikologis orang tua dan anak. Saling percaya ini memudahkan keduanya untuk bisa berinteraksi lebih sehat dengan orang lain dalam berbagai kondisi. Mereka lebih bahagia dalam hidup, dan lebih mampu mengelola emosi. Jangan cepat-cepat menuduh anak nakal atau susah diatur. Coba cek apakah orang tuanya cukup cepat merespon tangisan anak dengan langsung mendekap dan memeluknya?

Kontak fisik juga membantu produksi endorfin, hormon bahagia, bagi bayi dan orang tuanya. Keduanya akan merasa lebih bahagia dan puas lahir batin. Endorfin membantu proses kesembuhan apabila ada sakit, serta membantu meningkatkan daya tahan tubuh, agar orang tua dan bayi sama-sama tak rentan penyakit.

Di sebuah panti bayi yatim piatu di Jerman ditemukan sebuah bangsal di mana bayi-bayinya lebih baik pertumbuhannya dan lebih sedikit yang meninggal. Setelah diteliti ternyata di bangsal itu ada seorang pengasuh yang sangat senang menggendong bayi-bayi tersebut, dan selalu menyempatkan untuk menggendong bayi satu persatu, hal yang tak terjadi di bangsal-bangsal lainnya.

Dalam Islam anak adalah amanah penting yang harus dilimpahkan dengan kasih sayang. Ciuman, dekapan, gendongan dan belaian bagi anak mendapat pahala dan sangat diutamakan dalam Quran dan hadits. Tak pernah ada ajaran untuk membiarkan saja anak menangis agar lebih sehat. 

Banyak-banyaklah membaca dan mempelajari literatur mengenai tumbuh kembang bayi dengan riset-riset yang dapat dipertanggung jawabkan. Ikuti tuntutan Rasulullah dan petunjuk yang sudah digariskanNya. Jangan hanya dengar nasehat yang tidak didasari riset atau dalil apapun, hanya sekedar kebiasaan turun temurun. Ambil tanggung jawab penuh terhadap tumbuh kembang anak, karena mereka adalah amanah terindah dan sangat berharga dalam hidup ini. Suatu hari kita harus mempertanggung jawabkannya di hadapan Sang Pencipta yang menitipkan mereka pada kita.

Apa jawaban kita kalau sampai kita salah bersikap dalam membesarkan mereka? Apa jawaban kita kalau puluhan tahun ke depan mereka menemukan bahwa masalah hidup mereka diawali dari cara kita merespon kebutuhan mereka?

Apakah yang bisa kita lakukan lebih baik lagi mulai sekarang agar anak kita lebih bahagia?

Sumber: The Guardian  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun