Terlebih, banyak terdengar berita simpang siur mengenai dampak buruk vaksin HPV yang bisa menyebabkan kemandulan dan menopause dini, membuat perbaikan kesehatan masyarakat terkesan jalan di tempat.Â
Hal tersebut menyebabkan cakupan vaksinasi HPV di Indonesia tahun 2018 hanya sebesar 0,5% dibandingkan dengan Amerika Serikat (sebesar 46%) dan Inggris (sebesar 80,6%).
Walaupun demikian, vaksinasi tidak memberikan perlindungan 100% terhadap semua jenis HPV berisiko tinggi sehingga screening rutin dengan metode pap smear diperlukan untuk wanita berusia 21 tahun ke atas.Â
Kali ini masyarakat bisa sedikit bernafas lega karena pap smear adalah layanan yang ditanggung oleh BPJS, walaupun WHO berpendapat pap smear kurang efektif dibandingkan dengan HPV DNA-based test yang harganya lebih menguras kantong. Seperti vaksinasi, tentu saja persepsi masyarakat berperan penting dalam pelaksanaan screening HPV ini.Â
Tidak sedikit wanita yang merasa pap smear tidak diperlukan karena merasa tidak memiliki gejala ataupun malu karena pemeriksaan dilakukan oleh dokter laki-laki. Faktor sosial seperti pendidikan, pendapatan, budaya, dan kepercayaan juga mempengaruhi keputusan seseorang atas kesehatan dirinya.
Dari segala permasalahan terkait vaksinasi dan screening HPV yang ada, tidak ada alasan lagi bagi Indonesia untuk menutup mata.Â
Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah dan tenaga kesehatan untuk mempromosikan screening dan vaksinasi HPV kepada masyarakat, terutama pada kelompok yang berisiko, serta didukung dengan kebijakan yang berlaku.
Indira Tomiko dan Adelia Pramesti Zahra
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H