Romansa STOVIA merupakan karya ketiga dari Sania Rasyid. Novel yang mengambil latar belakang historis Indonesia ini, saya temukan dari cuitan base Twitter (X) yang merekomendasikannya.
Saya penasaran apa sih isi dari novel ini? Kok bisa lumayan booming seperti itu? Selain itu, saya karena yang lagi tertarik dengan novel-novel historical-fiction dan FOMO jadinya saya check-out saat promo 6.6. Memang sedikit impulsif.
Inilah review untuk novel Romansa STOVIA karya Sania Rasyid. Kiranya tulisan ini bisa memberikan gambaran kepadamu tentang isi ceritanya.
Detail Buku
Judul: Romansa STOVIA
Penulis: Sania Rasyid
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun Terbit: Mei 2024
Jumlah Halaman: vi + 353 hlm; 13,5 cm x 20 cm
ISBN: 978-623-134-209-6
Sinopsis Romansa STOVIAÂ
Yansen, pemuda campuran Manado-Belanda, belajar ke Batavia untuk menjadi seorang dokter. Di STOVIA, dia bertemu Hilman, Arsan, dan Sudiro yang berakhir menjadi sahabat sejatinya. Keempat sekawan tersebut menjalani kehidupan mereka dalam mengenyam pendidikan sebagai dokter dengan baik.
Namun, pendidikan dokter yang sulit itu juga harus dibarengi dengan masalah-masalah yang timbul dalam hidup mereka. Menguji keyakinan mereka, menguji kepercayaan, harga diri, dan nama baik keluarga. Pelik betul apa yang hadapi keempat pemuda ini.
Jatuh-bangun. Suka-duka. Tangis-tawa. Cinta monyet. Cinta salah jalan. Cinta terlarang. Mereka hadapi bersama dengan tetap mempertahankan persahabatan mereka.
Lantas. Kembali lagi kepada satu pertanyaan. Apakah Yansen, Hilman, Arsan, dan Sudiro mampu menyelesaikannya?
Bukti Persahabatan Sejati dari Empat SekawanÂ
Dalam novel ini, saya soroti bahwa eratnya hubungan persahabatan antara Yansen, Hilman, Arsan, dan Sudiro. Mereka berasal dari latar belakang yang berbeda. Yansen, pemuda campuran Manado-Belanda. Hilman, pemuda nigrat Bandung, Arsan, pemuda Padang kaya raya, Sudiro, pemuda Jawa sederhana.
Saya kagum banget dengan bagaimana keempatnya mau mendukung satu sama lain. Mereka memiliki rasa toleransi dan solidaritas yang tinggi. Apalagi di zaman itu, adanya perbedaan terang antara orang Belanda dan pribumi. Kaya dan miskin. Kulit putih dan kulit hitam.
Sania Rasyid setidaknya berhasil menampilkan persahabatan yang penuh perbedaan yang disatukan dengan rasa toleransi yang apik. Para tokoh-tokohnya betul-betul dibuat untuk tidak memandang sahabatnya lebih unggul dari mereka.
Bertolak belakang dari itu, mereka digambarkan saling dukung satu sama lain. Saling menasehati kalau ada yang hilang arah. Saling memaafkan jika ada yang salah. Saling memberikan pundak jika sahabat mereka dalam kesedihan.
Lagi-lagi saya salut dengan penggambaran dari persahabatan mereka. Uniknya, mereka tidak pernah sekali pun mau bersaing. Itu adalah hal yang langka. Tokoh Yansen, Hilman, Arsan, dan Sudiro adalah bukti persahabatan sejati.
Bergenre Slice of Life
Jika kamu berekspetasi novel ini akan membahas tentang murid kedokteran di STOVIA, atau membahas tentang penyakit-penyakit, pembedahan, dan membelah mayat untuk belajar secara mendalam, ada baiknya menurunkan ekspetasi itu.
Romansa STOVIA tidak membahas tentang ilmu kedokteran secara mendalam. Memang dibahas beberapa, itu juga menggunakan bahasa bayi alias bahasa yang gampang dimengerti. Jadi, tenang aja. Meski ada istilah-istilah kedokteran, kamu masih bisa menikmatinya kok.
Balik lagi, novel ini punya genre slice of life. Lebih menampilkan hidup siswa dokter di STOVIA dan juga masalah-masalah yang mengikuti. Penggalan-penggalan kisah hidup setiap tokohnya yang masih remaja dalam mencari jati diri.
Banyak Istilah-Istilah HistorisÂ
Karena mengambil latar belakang sejarah, novel ini tentu saja menggunakan beberapa istilah-istilah tempo dulu. Mulai dari nama-nama kota, tempat, dan istilah-istilah lainnya.
Bagi saya, ini menarik karena saya yang cukup tertarik dengan sejarah Indonesia, jadi tahu banyak hal yang saya enggak tahu saat masih sekolah dulu.
Selain itu, adanya catatan kaki yang menjelaskan arti bahasa-bahasa yang dipakai itu menjadi wawasan yang baru bagi saya.
Untuk novel historical-fiction, saya rasa Romansa STOVIA bisa menggambarkan suatu sejarah dengan baik. Big applause to Sania Rasyid atas dedikasinya. Pasti susah untuk meriset sejarah-sejarah untuk dijadikan novel fiksi.
Lalu, untuk plot, penokohan, dan gaya bahasa bisa dikatakan sudah baik. Meski, ada bumbu-bumbu drama yang mungkin kurang cocok bagi beberapa orang.
Akhir kata, novel ini cocok untuk kamu yang lagi nyari bacaan ringan tapi ada unsur-unsur sejarahnya. Tak hanya sejarah juga, tapi kamu juga bakal dapat moral value lain yang mendalam juga tentunya.
Kira-kira novel historical-fiction apalagi, ya, yang bisa saya baca? Adakah yang mau merekomendasikannya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H