“Opal, nanti kulibas kau? Mau?” (Base Camp, Cipedes dan Bahusda, sedjak tahun 2000 s/d 2018)
“Bu, (berbicara kepada aunt Nila) si Opal mau aku libas,”
“Heheheh, aku kan nggak kayak kau…, Pal.”
“Ibumu itu, wanita juara, dia itu menantu paling hebat yang pernah aku punya.”
“Opal, ulah dtutup pantona, nini teh sok ke’eung lamun teu ningali opal.”
“Si opal teh di teangan kamana…. Nini teh jadi kacarian...”
“Pal, kau kawani aku disini, jangan pergi kemana – mana dulu ya.”
“Nanti opal temenin nini… nanti nini traktir PHD.”
“Kakek kau itu Pal, orang pintar. Walaupun dia Cuma lulusan STM, tetapi dia bisa ke Itali, dapat Cambridge English, mengajar orang penting di RI, Jendral, Menteri, dan dia juga bisa holland spreken, ngomong bahasa Belanda nya juago, fellow workernya juga adalah orang Belanda atuh....”
“Oh, ini? Ini kena sobek gunting waktu Nini masih muda dulu.”
Itulah segelintir kalimat yang selalu saya ingat dari dirinya, berikut kalimat ini, serta kalimat – kalimat lainnya yang saya gari dari dalam diri beliau, “Holland spreken” atau, “Ich name is Nawwfal, Ich bin kebouren in Bandoeng, in neintein neinken feive.” dan sisanya, saya hanya bisa tertawa saat belajar Bahasa Belanda dengan beliau, karena saya tidak bisa berbahasa belanda sama sekali. — Juga maaf kalau salah, Hehehe.