Bagi saya, kecanduan cukup satu minggu saja, selebihnya tidak, karena memang untuk membuat game ini berada dirumah saya saja merupakan sebuah mimpi, merupakan sebuah proses proses rumit yang perlu dilewati, karena pada saat itu, tempat bermain game hanya ada satu, yaitu game centre saja. Di tahun tahun itu, game centre sangatlah banyak dan sangat menjamur. Tempat ini ada dimana - mana di kota besar di Indonesia. Tahun demi tahun berlalu, saya masih ingat, ada salah satu server ragnarok di eropa yang menutup servernya karena ragnarok mulai tergerus jaman, begitu sedih melihatnya, dan memang game ragnarok ini meninggalkan kenangan yang cukup dalam bagi para pemainnya. Kini, keluarlah game game baru yang lebih menantang nyali dan rasa ingin tahu anak anak muda.Â
Apakah bisa dibilang industri game game ini mencari mangsa, belum tentu, karena hal itu tergantung kepada si pemakainya itu sendiri. Point blank : Sebuah game tentang prestise, kenyamanan, dan era kehancuran-nya. Point blank atau disingkat pb, adalah game dengan mode first person shooter, jadi dapat disimpulkan ini adalah game perang, dengan tampilan kita yang memainkannya sebagai orang yang menembak pada game ini. Game ini lah yang membuka mata saya bahwa industri game itu sesungguhnya tidak ada habisnya, dan kini, saya dapat mengatakan bahwa saya hampir menjadi salah satu korban dari game online ini. Mengapa dapat saya katakan demikian? Berikut penjelasannya dari tahun 2010 hingga 2011.Â
Didalam point blank, kita dapat menemukan stratifikasi sosial atau kelompok kelas kelas sosial pada pemainnya, anak orang kaya atau anak orang mampu, seringkali ditemukan menang dalam pertarungan karena mereka dapat membeli voucher game dari penyedia point blank itu sendiri, dengan begitu, kenikmatan bermain pun bertambah.Â
Harga voucher nya pun tidak tanggung tanggung, bisa mencapai nominal 1 hingga 5 juta rupiah, demi meraih kenyamanan dan kenikmatan mumpuni dalam memainkan game perang ini. Darimana saya mendapatkan informasi serta tren game seperti ini, tentu saja dari sekolah, dari teman teman saya di sekolah. Pada saat itu, masa dimana berpikir tanpa melakukan beberapa pertimbangan terlebih dahulu adalah hal yang sangat jarang untuk dilakukan.Â
Saat itu, seorang teman mengajak saya pergi ke sebuah game centre sepulang dari sekolah, memang, saat itu kami (saya dan teman teman) sekolah di sekolah yang gayanya sangat sangat borjuis. Jadi, saya tidak bisa jauh jauh dari hal seperti ini.
 Anak orang kaya, hobi main game, orang tua tidak sempat memperhatikan kami, maka kami menggunakan uangnya yang berlebihan untuk main game, terlebih lagi, saat itu kami belum kenal literasi keuangan yang baik. Yah, menyedihkan kalau diingat. Namun ada hikmah yang dapat diambil, dan memang, ada beberapa kenangan yang masih membuat saya tersenyum ketika mengingatnya. Point blank merupakan sebuah prestise, jadi kalau sering beli voucher, kemudian main di game centre yang agak jelek, sebut saja warnet (warung internet) anak anak kelas menengah kebawah.Â
Pasti kami akan dipuji puji karena terlihat menggunakan karakter tambahan yang dibeli menggunakan uang, yang memang tidak murah. Pernah sekali saya adu otak dengan salah seorang anak yang bermain di warnet itu, kami melakukan pertarungan. Beberapa sesi berlangsung, teman teman saya sudah mati (didalam game) semuanya. Hanya saya yang tersisa, yang katanya main pakai voucher, punya nyali tidak untuk mengalahkan pemain yang tidak menggunakan voucher sama sekali.Â
Well, untungnya saya menang, saya menang pada kompetisi itu. Yang kalah, anak itu memang marah, namun dia akhirnya menyadari bahwa tidak semua pemain point blank yang mampu membeli voucher tidak memiliki keahlian dalam bermain point blank itu sendiri. Disana saya nggak banyak komen, saya cuma dengar dengar saja beberapa orang mengoceh di warnet itu sambil bersyukur, karena saya pikir hari itu nolubajh sedang memberkati saya.Â
Tak lama setelah itu, PB mulai hancur, banyak pemain pb dari pelosok pelosok yang tidak mampu membeli voucher menciptakan sebuah program hacking yang membuat mereka dapat memenangkan game bagaimanapun caranya, satu kata, generasi cheater dan para pemberontak hadir didalam point blank.Â
Banyak pemain yang tadinya senang dan puas membeli voucher dan juga karena apa yang diberikan voucher sebagai fiturnya, kini mundur perlahan lahan dan meninggalkan game point blank ini. Kini, villa eksklusif di lembang, Bandung. Serta sebuah laptop apple macbook air yang sering teman saya gunakan bersama saya di ruangan kamar pada villa orang tua nya itu. Menjadi sepi tak bersuara, tadinya sih, tawa dan sorak kami semua ramai di kamarnya itu, kini, villa itu hanya sebatas rumah besar yang tak pernah lagi menjadi tempat kami untuk menikmati bermain point blank.Â
Memang benar, sebuah prestise saat menggunakan voucher point blank dan berikut pengalaman kami saat terjun ke tempat yang bukan game centre untuk bertanding dengan orang orang yang tidak mampu dalam membeli voucher, namun hebat bermain point blank. Semua perlengkapan gaming bernilai puluhan juta itu kini tergeletak begitu saja, tidak terpakai. Sampai akhirnya...Â