Sebuah Kilas Balik (23 Maret 2009)
Belum genap dua bulan setelah perbaikan, jalan akses menuju Marunda mulai rusak kembali. Padahal jembatan ini sangat penting dalam membantu kelancaran kegiatan eksport-import dari dan menuju Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Marunda.
Sudah cukup rasanya mengalami saat-saat yang tidak mengenakkan saat jembatan itu runtuh dibagian tengahnya beberapa waktu yang lalu. Kemacetan terjadi disepanjang kawasan dari dan menuju Terminal Peti Kemas (TPK) Tanjung Priok. Kerugian yang cukup besar dialami oleh pengusaha dan supir-supir trailler yang membawa kontainer isi dan kosong, karena harus mengeluarkan biaya ekstra. Sebab jarak yang ditempuh semakin lama dari biasanya yang disebabkan oleh kemacetan.
Padahal waktu acara peresmian cukup banyak mengundang media dari televisi dan cetak, belum lagi acara makan-makan yang diselenggarakan usai peresmian jembatan tersebut. Terlalu menghamburkan anggaran pemerintah daerah, sedangkan proyek jembatan yang dibangun tidak mendapatkan porsi perbaikan yang prima. Jangan sampai kemacetan yang lalu terulang kembali hanya karena rusaknya kembali jembatan tersebut. Berikut hasil pengamatan dilapangan.
Jembatan ini dilalui banyak kendaraan berat setiap harinya, seperti tampak didalam gambar trailler yang sedang melaju dari KBN Marunda menuju jalan akses Cakung-Cilincing, Jakarta Utara.
Tampak dalam gambar jembatan yang sudah terkelupas aspalnya dan cor beton yang ikut mulai mengalami kerusakan juga. Kalau berjalan diatas jembatan ini akan mengalami sensasi berayun, mungkin ini salah satu penyebab mudah rusaknya jemabatan yang baru diperbaiki ini. Tentunya selain kualitas dari materi jembatan itu sendiri.
Pemandangan dari atas jembatan. Disini terdapat ratusan kapal nelayan Cilincing yang sedang bersandar. Cilincing juga dikenal sebagai perkampungan nelayan.
Disebelah jembatan yang rusak ini tampak jembatan yang beton yang setaraf kualitasnya dengan jembatan layang, tapi proyeknya terhenti sudah beberapa bulan ini. Apakah karena dananya yang belum kunjung turun atau sedang negosiasi besaran potongan buat para pejabat yang berwenang. Karena konon kabarnya proyek-proyek pemerintah sudah disunat dulu sekitar 20% sampai 30% dari anggaran.
Semua pihak berharap semoga akses penting dari perekonomian mendapatkan perhatian yang serius dari fihak-fihak yang berwenang. Sehingga dapat mempermudah pengusaha dan seluruh fihak yang berkepentingan dalam menjalankan aktifitasnya.
Kabar Terkini.
Ambruknya 5 tiang penyangga jembatan beberapa waktu lalu jelas menambah daftar panjang sarana transportasi yang vital bagi kegiatan ekonomi tersebut dalam catatan media dan kita yang mendengar dan melihatnya. Tal ayal para pejabat daerah dan pihak yang "berkepentingan" atas insiden ambruknya tiang penyangga jembatan tersebut buru-buru meninjau kelokasi. Entah karena memang merupakan wujud dari tanggung-jawab selaku kepala daerah maupun pihak yang dinilai bertanggung-jawab terhadap pengawasan pembangunan jembatan tersebut atau karena "sesuatu banget" dibalik proyek belasan milyar tersebut. Sidak (inspeksi mendadak) dan kunjungan ketempat kejadian menjadi hal yang kerap kita lihat, seolah ingin menunjukkan sesuatu kepada khalayak ramai. Karena setiap kejadian yang "menghebohkan" seperti ini pastilah ada media yang mengerumuninya.
Secara umum hampir semua prasarana transportasi seperti jembatan menjadi alat untuk melihat denyut nadi perekonomian setiap wilayah. Tetapi khusus jembatan Marunda ini ada sedikit keistimewaannya, yaitu sebagai alat untuk memutus mata rantai kecelakaan lalu-lintas yang kerap terjadi beberapa ratus meter dari jembatan tersebut. O..ya jalan yang menuju akses Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Marunda ini tadinya hanya memiliki satu jembatan saja yang membelah sungai Landak-Cilincing dan satu jalur jalan. Setelah badan jalan diperlebar maka dibuatlah dua jembatan diatas sungai tersebut. Salah satunya sudah beroperasi kurang dari 2 tahun belakangan ini, pasca dibongkarnya jembatan yang ada sebelumnya (jembatan yang kini jadi sorotan media karena tiang penyangganya ambruk).
Otomatis dua lajur jalan yang ada hanya tersedia satu jembatan yang menghubungkan dari dan ke KBN-Marunda. Mengapa kehadiran jembatan yang kini dalam proses pembangunannya tersebut sangat diperlukan untuk memutus mata rantai kecelakaan diwilayah tersebut?. Coba saja anda bayangkan!, dua lajur jalan hanya menyediakan satu jembatan saja. Sementara arus kendaraan menemui titik temu yang semrawut beberapa ratus meter dari jembatan. Kurang lebih ada 9 arah yang berbeda bertemu dalam satu titik. Akibatnya banyak terjadi kecelakaan oleh karena kesemrawutan tersebut. Karena dari berbagai penjuru bertemu disatu titik yang sama, tanpa ada traffic light dan ketiadaan polisi lalu-lintas yang mengaturnya setiap hari.
Tentu saja kehadiran jembatan tersebut menjadi penting bagi kemananan dan kenyamanan pengguna jalan tersebut, terlebih bagi angkutan yang menjadi denyut nadi kegiatan eksport-import dari KBN Marunda-Cilincing menuju pelabuhan Tanjung Priok. Tetapi sangat disayangkan bahwa jembatan yang berada disamping jembatan yang sedang dibangun tersebut kondisinya sangat memprihatinkan dan patut untuk dilakukan pengawasan yang ketat dari pihak yang berwenang. Karena kondisinya sudah mulai rusak disepanjang jembatan dan mulai terasa ayunan bila truk-truk kontainer isi melintas diatasnya. Jangan sampai kejadian seperti "Golden Bridge" Kutai Kartanegara menimpa jembatan yang menjadi satu-satunya akses dari dua lajur jalan yang menuju kekawasan Marunda tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H