Mohon tunggu...
Indigenous Muhammad
Indigenous Muhammad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Padjadjaran

Valar Morghulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apakah Resesi 2023 di Indonesia Seburuk Itu?

26 Oktober 2022   21:00 Diperbarui: 26 Oktober 2022   21:04 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Akhir-akhir ini “resesi” menjadi terminologi yang paling sering dibicarakan oleh banyak orang di seluruh dunia khususnya Indonesia, salah satu pemicunya yaitu pidato Presiden Joko Widodo yang menyampaikan bahwa “pada tahun 2023, dunia akan gelap gulita karena adanya resesi yang melanda”. 

Pidato ini kemudian secara tidak langsung membuat masyarakat bereaksi terhadap resesi yang katanya akan melanda dunia pada tahun 2023, bahkan beberapa diantaranya menggunakan narasi kehancuran dunia sebagai diksi untuk menggambarkan betapa menakutkannya resesi. 

Kepanikan masyarakat terhadap resesi 2023 juga didukung dengan banyaknya kabar mengenai negara-negara yang gagal menangani masalah keuangannya sehingga terjadi kebangkrutan. Berbagai kekacauan ekonomi dunia tersebut membuat masyarakat bertanya-tanya apa saja yang perlu disiapkan untuk menghadapi krisis ini? Apakah Indonesia akan terseret arus resesi 2023 ini atau justru akan bertahan melewati resesi ini? Mari kita bahas.

Apa itu resesi? Beberapa dari kita mungkin asing mendengar kata resesi. Singkatnya, resesi merupakan sebuah keadaan dimana pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi atau penurunan selama dua kuartal berturut-turut. International Monetary Fund (IMF) telah mengeluarkan peringatan bahwa tahun 2023 dunia akan menghadapi resesi dan menjadi tahun dengan pertumbuhan ekonomi terlemah sejak 22 tahun terakhir. Hal ini juga diamini oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyampaikan bahwa fenomena yang telah terjadi di berbagai negara dunia belakangan ini telah menjadi tanda-tanda masuknya dunia ke dalam masa resesi. 

Sebut saja, inflasi yang terjadi di sejumlah negara besar di dunia, turunnya daya beli masyarakat, meningkatnya suku bunga acuan, fenomena strong dollar, krisis pangan dan energi serta fenomena geopolitik yaitu perang Rusia – Ukraina. Berbagai macam fenomena itu kemudian membuat berbagai negara masuk ke dalam fase terburuknya yaitu krisis ekonomi dengan banyaknya pengangguran dan penurunan pendapatan masyarakat. Singkatnya, krisis ekonomi yang telah terjadi sebelumnya di Indonesia pada 1998 akan dirasakan oleh seluruh dunia.

Apakah kondisi ekonomi global yang memburuk akan berpengaruh banyak terhadap perekonomian Indonesia ? Sebenarnya secara tidak langsung masyarakat Indonesia telah mengalami resesi pada tahun 2020 sejak munculnya pandemi COVID-19 pada bulan Maret. Hal ini didasari pada laporan Badan Pusat Statistik yang menyatakan bahwa PDB RI pada kuartal III-2020 minus 3,49% setelah pada kuartal II-2020 mengalami kontraksi yang cukup dalam yaitu minus 5,32%. 

Mungkin beberapa dari kita terkena dampak dari resesi tersebut akan tetapi hal tersebut masih bisa dikontrol oleh pemerintah sehingga dampak dari resesi 2020 tidak terlalu signifikan. Lalu apa yang berbeda pada resesi 2023 nanti ? Kurang lebih sama walaupun ekonomi global sedang memburuk, hal ini dapat terjadi karena komponen penyusun PDB Indonesia masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga sedangkan nilai dari ekspor impor Indonesia masih terbilang kecil. Dengan begitu, buruknya kondisi ekonomi global akan sangat berpengaruh bagi negara-negara yang PDB nya didominasi oleh ekspor dan impor seperti beberapa negara yang telah mengalami inflasi.

Mengapa demikian? Mengacu pada dominasi konsumsi rumah tangga pada komponen penyusun PDB Indonesia menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan Indonesia terhadap ekspor dan impor masih cukup rendah. Dengan begitu maka kontraksi yang terjadi pada ekonomi global tidak terlalu berdampak pada Indonesia. 

Sebagai contoh, ketika dunia sedang mengalami kelangkaan gandum karena negara-negara penghasil gandum memberhentikan ekspor gandum, Indonesia tidak terlalu terdampak karena secara kultur masyarakat Indonesia tidak menjadikan gandum sebagai sumber karbohidrat primer. Ketika masyarakat Eropa sedang mengalami kelangkaan gas bumi karena perang Rusia Ukraina padahal sedang masuk musim dingin, Indonesia tentu tidak merasakan hal itu dengan banyaknya batu bara dan gas bumi di alam Indonesia. Singkatnya, Indonesia merupakan negara yang memiliki komoditas yang memadai. 

Selain melihat dari independensi Indonesia terhadap ekonomi dunia, kita juga dapat melihat dari aktivitas masyarakat dimana di beberapa bulan terakhir daya beli masyarakat justru meningkat dengan banyaknya tiket-tiket konser yang ludes terjual hingga ribuan tiket tiap acaranya. Dengan fakta-fakta ini kemudian World Bank dan IMF memprediksi bahwa ketika negara-negara lain mengalami perlambatan ekonomi, Indonesia justru akan mengalami pertumbuhan ekonomi.

Akan tetapi, Indonesia tidak lepas sepenuhnya dari kontraksi ekonomi global 2023 nanti. Siapa yang paling terdampak oleh kontraksi ekonomi global? Tentu pihak-pihak yang bergantung kepada perekonomian global seperti perusahaan valuasi atau start up company yang memerlukan investasi dari pihak asing dan perusahaan yang bergantung dengan ekspor dan impor. Ketidakpastian ekonomi global tentu membuat perusahaan tersebut terguncang sehingga seringkali melakukan PHK terhadap karyawannya guna memotong biaya operasional perusahaan.

Dari sini kemudian pendekatan ekonomi politik Keynesian diperlukan karena pemerintah perlu melakukan intervensi untuk memperbaiki keadaan dan siklus ekonomi. Kebijakan moneter dan kebijakan fiskal tentu dibutuhkan untuk menjaga daya beli masyarakat, menekan jumlah defisit dan memastikan siklus ekonomi atau perputaran uang di Indonesia tetap berjalan. Untuk mewujudkan hal itu pemerintah tentu perlu melakukan restrukturisasi APBN untuk menjaga kestabilan ekonomi dengan mengoptimalkan program-program yang mampu menjaga daya beli masyarakat seperti pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) serta menjaga ketersediaan pasokan pangan.

Kita sebagai masyarakat juga dapat membantu menjaga siklus ekonomi dengan menyiapkan dana darurat, menjaga pengeluaran tetap stabil, dan membelanjakan uang kepada pihak-pihak UMKM atau usaha lokal agar terjadi distribusi pendapatan ke seluruh masyarakat. Dengan demikian warga Indonesia tidak perlu panik terhadap pemberitaan resesi yang bersifat fearmongering karena resesi di Indonesia tidak seburuk itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun