Mohon tunggu...
Indiera Rizky Dwirani
Indiera Rizky Dwirani Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUNTANSI | NIM 43223010148

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG Universitas Mercu Buana Meruya Prodi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Ranggawarsita Tiga Era, Kalasuba, Katatidha, Kalabendhu, dan Fenomena Korupsi di Indonesia

30 Oktober 2024   00:05 Diperbarui: 30 Oktober 2024   11:33 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.

PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.
PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.

PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.
PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.

PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.
PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.

PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.
PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.

PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.
PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.

PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.
PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.

PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.
PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.

PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.
PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.

PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.
PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.

PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.
PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.

PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.
PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.

PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.
PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.

Pendahuluan ini mengulas konsep Ranggawarsita Tiga Era yang terdiri dari Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu, serta menghubungkannya dengan fenomena korupsi di Indonesia. Dalam tradisi Jawa, Kalasuba dianggap sebagai masa kemakmuran dan kebahagiaan, di mana masyarakat hidup dalam kedamaian, ketentraman, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan dan keadilan. Masa ini mencerminkan keseimbangan dan harmoni sosial yang kuat, di mana seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan keadilan secara merata. Sayangnya, era ini tidak bertahan lama dan beralih menjadi Katatidha.

Pada Katatidha, muncul era ketidakpastian yang ditandai dengan kebingungan dan keresahan moral dalam masyarakat. Nilai-nilai luhur yang sebelumnya menjadi fondasi kehidupan mulai terkikis, dan masyarakat menghadapi krisis identitas akibat perubahan sosial yang begitu cepat. Transisi ini menyebabkan kesulitan bagi masyarakat dalam menjaga nilai-nilai yang telah diwariskan, sehingga mulai muncul penyelewengan dan ketidakadilan, termasuk praktik korupsi di kalangan pemimpin.

Era terakhir, yaitu Kalabendhu, menggambarkan puncak kemerosotan moral dan krisis nilai. Pada masa ini, prinsip-prinsip keadilan semakin terkikis, dan dominasi kepentingan pribadi serta kelompok lebih diutamakan daripada kesejahteraan bersama. Perilaku korupsi, manipulasi, dan penyalahgunaan kekuasaan menjadi semakin umum dan bahkan dianggap wajar. Fenomena korupsi di Indonesia mencerminkan kondisi dalam Kalabendhu, di mana banyak pejabat publik terjebak dalam tindakan korupsi demi memperkaya diri atau kelompok tertentu. Praktik-praktik ini sangat merugikan negara dan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Jika ditinjau dari perspektif Ranggawarsita Tiga Era, fenomena korupsi di Indonesia menunjukkan transformasi nilai dari masa yang penuh moralitas menuju krisis identitas, dan akhirnya menuju kegelapan. Dengan memahami ketiga era ini, kita dapat melihat bagaimana degradasi moral melahirkan korupsi sebagai cerminan kerusakan sosial di Indonesia. Perlu adanya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai luhur dan komitmen kolektif untuk mengatasi masalah korupsi. Masyarakat perlu berupaya bersama untuk mengembalikan kehidupan bermasyarakat menuju prinsip-prinsip kebajikan yang telah lama menjadi pedoman di era Kalasuba.

What: Apa relevansi konsep Ranggawarsita Tiga Era dengan fenomena sosial dan moral dalam masyarakat Indonesia?

Konsep Ranggawarsita Tiga Era yang terdiri dari Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu memiliki relevansi yang mendalam terhadap fenomena sosial dan moral dalam masyarakat Indonesia, khususnya dalam memahami kondisi moralitas, keadilan, serta hubungan kekuasaan yang mencerminkan berbagai tahapan nilai dalam masyarakat. Dalam konsep ini, setiap era menunjukkan perubahan dalam nilai sosial yang memengaruhi perilaku individu serta kolektif dalam masyarakat.

Era Kalasuba mencerminkan masa ideal di mana masyarakat hidup dalam harmoni, damai, dan sejahtera. Pada era ini, keadilan dan moralitas menjadi dasar kehidupan sosial. Dalam konteks Indonesia, Kalasuba melambangkan harapan terhadap kehidupan yang adil, di mana pemimpin melayani rakyat dengan penuh kejujuran dan integritas. Namun, kondisi ini sering kali hanya bertahan dalam periode tertentu karena perubahan sosial dan ekonomi yang membawa pergeseran nilai. Seiring waktu, berbagai faktor seperti perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi mempengaruhi pola pikir dan perilaku masyarakat, menggeser nilai-nilai luhur yang telah dijunjung sebelumnya.

Setelah Kalasuba, datanglah Katatidha, yang menggambarkan masa kebingungan dan ketidakpastian. Di era ini, terjadi krisis identitas dan nilai moral. Masyarakat mulai kehilangan arah karena perubahan yang cepat, sehingga menimbulkan kebingungan dalam menjaga nilai tradisional sambil menghadapi tuntutan zaman modern. Dalam konteks Indonesia, ini dapat dikaitkan dengan era di mana budaya kekeluargaan, gotong royong, dan solidaritas mulai melemah, digantikan oleh pola hidup yang individualistis dan pragmatis. Nilai moral yang dulunya dipegang teguh mulai tergeser, dan krisis ini menjadi lahan subur bagi munculnya korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

Pada puncaknya, era Kalabendhu menggambarkan kondisi di mana nilai moral dan keadilan makin terdegradasi, dan masyarakat terjebak dalam kerusakan moral. Pemimpin serta elit sosial cenderung lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok daripada kepentingan bersama. Fenomena ini sangat relevan dengan kondisi di Indonesia, di mana korupsi, manipulasi, dan ketidakadilan sering kali dianggap hal yang lumrah. Fenomena sosial ini mencerminkan rusaknya nilai moral dalam masyarakat yang diakibatkan oleh krisis nilai. Korupsi meluas di berbagai sektor, merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan dan mengganggu tatanan sosial.

Dengan mengacu pada konsep Ranggawarsita Tiga Era, masyarakat Indonesia dapat melihat perjalanan degradasi nilai-nilai moral secara bertahap. Pemahaman ini penting untuk refleksi diri dan mendorong upaya membangkitkan kembali nilai-nilai luhur di masyarakat, sehingga masyarakat dapat berupaya mewujudkan keadilan, harmoni, dan kebajikan seperti yang tercermin dalam era Kalasuba.

Why: Mengapa konsep Ranggawarsita Tiga Era dianggap relevan untuk menjelaskan fenomena korupsi di Indonesia?

Konsep Ranggawarsita Tiga Era dianggap relevan untuk menjelaskan fenomena korupsi di Indonesia karena ia menggambarkan perjalanan moral dan nilai sosial masyarakat yang mengalami degradasi dari masa keemasan menuju krisis moral, hingga akhirnya mencapai titik kerusakan yang mendalam. Tiga era yang dikemukakan, yakni Kalasuba (masa keemasan), Katatidha (masa ketidakpastian), dan Kalabendhu (masa kegelapan), menawarkan perspektif yang membantu kita memahami akar dan perkembangan perilaku koruptif dalam konteks Indonesia.

Dalam konsep Kalasuba, masyarakat hidup dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moral, keadilan, dan integritas. Masa ini melambangkan harapan masyarakat Indonesia terhadap kepemimpinan yang jujur dan adil, di mana pejabat publik menjalankan tugasnya demi kepentingan umum. Namun, kondisi ideal ini sering kali hanya bertahan sementara, terutama ketika terjadi perubahan sosial, ekonomi, dan politik. Di Indonesia, harapan pada masa awal kemerdekaan dan pada reformasi 1998 mencerminkan keinginan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat, sebuah konsep yang berakar dari Kalasuba. Sayangnya, harapan ini terkikis seiring berjalannya waktu.

Era Katatidha, masa ketidakpastian dan keraguan, mencerminkan krisis identitas yang terjadi ketika masyarakat dan pemimpin mulai tergoda untuk mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan bersama. Ketika nilai-nilai luhur mulai ditinggalkan, celah bagi perilaku koruptif semakin terbuka lebar. Di Indonesia, era ini dapat dikaitkan dengan masa-masa ketika masyarakat menghadapi tantangan ekonomi dan sosial yang memperkuat pola hidup pragmatis, sementara ikatan sosial dan nilai-nilai kebersamaan mulai melemah. Era ini menggambarkan masa transisi di mana korupsi mulai menjadi fenomena yang dianggap "normal," mencerminkan kemerosotan moral.

Era terakhir, Kalabendhu, menandai puncak dari krisis moral, di mana korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan merajalela. Pada masa ini, nilai-nilai integritas dan keadilan hampir sepenuhnya tergusur oleh kepentingan pribadi dan kelompok. Di Indonesia, Kalabendhu menggambarkan situasi di mana korupsi sudah merasuki hampir semua lapisan pemerintahan, dan sering dianggap sebagai budaya yang sulit diberantas. Ketika korupsi dianggap lumrah, masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah, dan institusi hukum sulit memberantasnya karena terjebak dalam struktur yang sama.

Dengan melihat fenomena korupsi melalui Ranggawarsita Tiga Era, kita memahami bahwa korupsi bukan hanya tindakan individu, melainkan cerminan dari kemerosotan nilai-nilai masyarakat secara kolektif. Pemahaman ini menekankan pentingnya pemulihan nilai-nilai keadilan dan integritas, agar Indonesia dapat beralih kembali ke tatanan sosial yang lebih etis dan bermoral, seperti yang dicita-citakan dalam Kalasuba.

How: Bagaimana nilai-nilai luhur di era Kalasuba dapat dihidupkan kembali untuk mengatasi masalah korupsi dan memperbaiki                  moralitas sosial di Indonesia?

Untuk mengatasi masalah korupsi dan memperbaiki moralitas sosial di Indonesia, nilai-nilai luhur yang tercermin dalam era Kalasuba dapat dihidupkan kembali melalui berbagai pendekatan yang melibatkan perbaikan moral individu, pendidikan karakter, serta reformasi sistemik. Era Kalasuba dikenal sebagai masa keemasan di mana masyarakat menjunjung tinggi kejujuran, keadilan, kepedulian sosial, serta integritas, yang menjadi fondasi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Menghidupkan kembali nilai-nilai ini di Indonesia membutuhkan usaha dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, institusi pendidikan, masyarakat sipil, dan individu.

Pertama, penting untuk menanamkan nilai-nilai etika dan integritas sejak dini melalui pendidikan karakter di sekolah. Institusi pendidikan berperan penting dalam membentuk pola pikir generasi muda yang anti-korupsi dan berorientasi pada moralitas. Materi mengenai nilai-nilai luhur, seperti kejujuran, keadilan, dan pengabdian pada kepentingan umum, perlu diintegrasikan ke dalam kurikulum. Selain itu, pemberian contoh nyata dari para pendidik dan pemimpin dalam menjalankan prinsip-prinsip etis sangat penting agar nilai-nilai ini tertanam kuat pada anak-anak dan remaja.

Kedua, pemerintah perlu memperkuat penegakan hukum dan menciptakan sistem transparansi yang efektif untuk mencegah peluang korupsi. Pada masa Kalasuba, keadilan dan keterbukaan menjadi landasan penting dalam kehidupan sosial. Dengan menegakkan hukum secara tegas tanpa pandang bulu, pemerintah dapat menunjukkan komitmen nyata dalam memberantas korupsi. Sistem pemerintahan yang transparan, seperti memperkuat peran lembaga anti-korupsi, mengimplementasikan teknologi informasi dalam pelayanan publik, dan membuka akses informasi, akan meminimalkan peluang korupsi serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Selain itu, masyarakat sipil harus aktif mengawasi dan menuntut akuntabilitas dari pejabat publik. Pada era Kalasuba, kebersamaan dan kepedulian sosial sangat dijunjung tinggi. Dengan membangun budaya gotong royong dan saling mengingatkan dalam menghadapi tindakan koruptif, masyarakat akan menjadi kekuatan pengawas yang efektif. Kampanye anti-korupsi di tingkat masyarakat dapat dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya kejujuran dan integritas dalam kehidupan sehari-hari.

Terakhir, penting bagi individu untuk menjadikan integritas sebagai prinsip hidup. Perubahan besar dimulai dari komitmen pribadi untuk menjunjung kejujuran, berani melaporkan penyalahgunaan wewenang, dan menghindari praktik-praktik tidak etis. Dengan menghidupkan kembali nilai-nilai Kalasuba, masyarakat Indonesia dapat secara kolektif membangun kembali moralitas sosial yang kokoh, sehingga tercipta lingkungan yang mendukung terciptanya keadilan, kesejahteraan, dan kehidupan yang harmonis.

Kesimpulannya, konsep Ranggawarsita Tiga Era --- Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu --- memberikan kerangka berpikir yang relevan untuk memahami fenomena sosial, khususnya korupsi, dalam masyarakat Indonesia. Setiap era mencerminkan tahapan pergeseran moral dan nilai sosial, dari masa keemasan penuh integritas (Kalasuba), menuju masa ketidakpastian dan krisis identitas (Katatidha), hingga puncak kemerosotan moral (Kalabendhu). Fenomena korupsi di Indonesia saat ini dapat dilihat sebagai cerminan dari era Kalabendhu, di mana penyalahgunaan kekuasaan dan kepentingan pribadi telah menggeser nilai-nilai keadilan dan integritas.

Untuk mengatasi masalah ini, upaya kolektif diperlukan guna menghidupkan kembali nilai-nilai luhur Kalasuba, seperti kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab sosial. Langkah-langkah ini mencakup pendidikan karakter sejak dini, penegakan hukum yang tegas dan transparan, serta peran aktif masyarakat dalam mengawasi dan mendorong akuntabilitas. Di tingkat individu, komitmen pada integritas menjadi fondasi penting.

Dengan menghidupkan kembali nilai-nilai Kalasuba, Indonesia dapat membangun moralitas sosial yang kokoh dan menekan praktik korupsi, sehingga tercipta masyarakat yang adil, sejahtera, dan harmonis.

Daftar Pustaka

        Franz Magnis-Suseno, Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa (2003) - (Buku ini menganalisis                           nilai- nilai etika dan kebijaksanaan dalam budaya Jawa, yang dapat memberikan wawasan tentang moralitas dan persperktif                     Ranggawarsita.

        Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten 1888 (1984) -- Meski buku ini berfokus pada pemberontakan petani, analisis                    Kartodirdjo sering kali menyentuh degradasi moral dan perubahan sosial dalam budaya Jawa, relevan untuk memahami                              kerangka perubahan nilai-nilai sosial.

       Ignas Kleden, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan (2001) -- Kleden membahas perubahan budaya dan moralitas dalam masyarakat                Indonesia, termasuk kritik terhadap kekuasaan, yang relevan dengan topik korupsi dalam perspektif budaya Jawa.

       Robert W. Hefner, Civil Islam: Muslims and Democratization in Indonesia (2000) -- Buku ini meneliti demokratisasi dan nilai-nilai                     moral dalam masyarakat Indonesia, termasuk kritik terhadap praktik kekuasaan yang tidak etis, cocok untuk memahami                            konteks korupsi di Indonesia.

       Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) -- Laporan dan penelitian tahunan KPK mengenai perkembangan korupsi di Indonesia                        menyediakan data aktual tentang korupsi, yang bisa dikaitkan dengan konsep degradasi moral seperti yang dijelaskan dalam                    Kalabendhu.
      Clifford Geertz, The Religion of Java (1960) -- Meski lebih tua, karya klasik ini menawarkan analisis mendalam tentang struktur                       sosial dan etika dalam masyarakat Jawa, yang relevan dalam memahami nilai-nilai tradisional seperti Kalasuba.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun