Pendahuluan ini mengulas konsep Ranggawarsita Tiga Era yang terdiri dari Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu, serta menghubungkannya dengan fenomena korupsi di Indonesia. Dalam tradisi Jawa, Kalasuba dianggap sebagai masa kemakmuran dan kebahagiaan, di mana masyarakat hidup dalam kedamaian, ketentraman, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan dan keadilan. Masa ini mencerminkan keseimbangan dan harmoni sosial yang kuat, di mana seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan keadilan secara merata. Sayangnya, era ini tidak bertahan lama dan beralih menjadi Katatidha.
Pada Katatidha, muncul era ketidakpastian yang ditandai dengan kebingungan dan keresahan moral dalam masyarakat. Nilai-nilai luhur yang sebelumnya menjadi fondasi kehidupan mulai terkikis, dan masyarakat menghadapi krisis identitas akibat perubahan sosial yang begitu cepat. Transisi ini menyebabkan kesulitan bagi masyarakat dalam menjaga nilai-nilai yang telah diwariskan, sehingga mulai muncul penyelewengan dan ketidakadilan, termasuk praktik korupsi di kalangan pemimpin.
Era terakhir, yaitu Kalabendhu, menggambarkan puncak kemerosotan moral dan krisis nilai. Pada masa ini, prinsip-prinsip keadilan semakin terkikis, dan dominasi kepentingan pribadi serta kelompok lebih diutamakan daripada kesejahteraan bersama. Perilaku korupsi, manipulasi, dan penyalahgunaan kekuasaan menjadi semakin umum dan bahkan dianggap wajar. Fenomena korupsi di Indonesia mencerminkan kondisi dalam Kalabendhu, di mana banyak pejabat publik terjebak dalam tindakan korupsi demi memperkaya diri atau kelompok tertentu. Praktik-praktik ini sangat merugikan negara dan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Jika ditinjau dari perspektif Ranggawarsita Tiga Era, fenomena korupsi di Indonesia menunjukkan transformasi nilai dari masa yang penuh moralitas menuju krisis identitas, dan akhirnya menuju kegelapan. Dengan memahami ketiga era ini, kita dapat melihat bagaimana degradasi moral melahirkan korupsi sebagai cerminan kerusakan sosial di Indonesia. Perlu adanya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai luhur dan komitmen kolektif untuk mengatasi masalah korupsi. Masyarakat perlu berupaya bersama untuk mengembalikan kehidupan bermasyarakat menuju prinsip-prinsip kebajikan yang telah lama menjadi pedoman di era Kalasuba.
What: Apa relevansi konsep Ranggawarsita Tiga Era dengan fenomena sosial dan moral dalam masyarakat Indonesia?
Konsep Ranggawarsita Tiga Era yang terdiri dari Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu memiliki relevansi yang mendalam terhadap fenomena sosial dan moral dalam masyarakat Indonesia, khususnya dalam memahami kondisi moralitas, keadilan, serta hubungan kekuasaan yang mencerminkan berbagai tahapan nilai dalam masyarakat. Dalam konsep ini, setiap era menunjukkan perubahan dalam nilai sosial yang memengaruhi perilaku individu serta kolektif dalam masyarakat.
Era Kalasuba mencerminkan masa ideal di mana masyarakat hidup dalam harmoni, damai, dan sejahtera. Pada era ini, keadilan dan moralitas menjadi dasar kehidupan sosial. Dalam konteks Indonesia, Kalasuba melambangkan harapan terhadap kehidupan yang adil, di mana pemimpin melayani rakyat dengan penuh kejujuran dan integritas. Namun, kondisi ini sering kali hanya bertahan dalam periode tertentu karena perubahan sosial dan ekonomi yang membawa pergeseran nilai. Seiring waktu, berbagai faktor seperti perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi mempengaruhi pola pikir dan perilaku masyarakat, menggeser nilai-nilai luhur yang telah dijunjung sebelumnya.
Setelah Kalasuba, datanglah Katatidha, yang menggambarkan masa kebingungan dan ketidakpastian. Di era ini, terjadi krisis identitas dan nilai moral. Masyarakat mulai kehilangan arah karena perubahan yang cepat, sehingga menimbulkan kebingungan dalam menjaga nilai tradisional sambil menghadapi tuntutan zaman modern. Dalam konteks Indonesia, ini dapat dikaitkan dengan era di mana budaya kekeluargaan, gotong royong, dan solidaritas mulai melemah, digantikan oleh pola hidup yang individualistis dan pragmatis. Nilai moral yang dulunya dipegang teguh mulai tergeser, dan krisis ini menjadi lahan subur bagi munculnya korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Pada puncaknya, era Kalabendhu menggambarkan kondisi di mana nilai moral dan keadilan makin terdegradasi, dan masyarakat terjebak dalam kerusakan moral. Pemimpin serta elit sosial cenderung lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok daripada kepentingan bersama. Fenomena ini sangat relevan dengan kondisi di Indonesia, di mana korupsi, manipulasi, dan ketidakadilan sering kali dianggap hal yang lumrah. Fenomena sosial ini mencerminkan rusaknya nilai moral dalam masyarakat yang diakibatkan oleh krisis nilai. Korupsi meluas di berbagai sektor, merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan dan mengganggu tatanan sosial.