Setelah lahir ke dunia, bayi masuk ke dalam tahap psikososial dengan rentang usia 0-2 tahun. Pada fase ini, Erik Erikson mengatakan inilah fase Trust vs. Mistrust pada bayi mulai terjadi. Trust vs Mistrust adalah kepercayaan dan kecurigaan yang diciptakan oleh pengalaman berulang, atau yang terjadi terus menerus.
Di tengah dunia yang sudah banyak diisi oleh orang-orang berintelektual tinggi, nyatanya masih ada sebagian orang yang berasumsi bahwa bayi hanyalah makhluk kecil nan lucu yang tidak mengerti apa-apa. Tentu ini salah besar. Kesalahan ini menjadikan orang yang berasumsi seperti tadi merasa tidak bersalah saat membohongi bayi.
Ah, kan masih bayi. Mana mungkin mereka ngerti.
Begitu kiranya ujar mereka, orang-orang yang tak paham. Banyak sekali care giver serta orang tua yang terbiasa membohongi bayinya untuk urusan-urusan yang sepele. Mereka mengakali bayi karena menganggap bayi tidak mengerti, atau sekadar seru-seruan.Â
Satu yang luput dari perhatian mereka terkait hal ini, baby take it seriously.
Contoh sikap membohongi pada bayi bisa dilihat dari hal-hal kecil. Misalnya, menyuapi bayi dengan memperlihatkan makanan menarik seperti kerupuk warna-warni yang mengundang perhatian supaya si bayi mau membuka mulut. Namun, yang disuapi ternyata bubur.Â
Atau, berkata sebentar padahal lama. Berkata hanya pergi ke rumah tetangga padahal berangkat kerja. Atau bisa pula, mengalihkan perhatian bayi tanpa memerhatikan emosinya.
Kiranya hal ini terkesan lazim bahkan dinormalisasi. Trik-trik ajaib orang tua dan care giver ini memang ampuh, namun keliru. Sayangnya, manusia cenderung nyaman dan biasa saja saat berbuat kesalahan asalkan banyak yang melakukan, namun malah merasa takut saat melakukan hal benar tapi sendirian.
Begitulah mengapa pola asuh yang salah dapat bertahan turun-temurun, karena banyak yang menerima keselahan tersebut. Hingga akhirnya, pola asuh yang salah ini bisa dinormalisasi dengan dalih, "orang tua jaman dulu sudah begitu."
Membohongi bayi dan prank akal-akalan ini bisa berdampak pada tumbuh kembangnya. Analoginya, bayi sebagai new comer di dunia tentu masih takut dan bergantung kepada kedua orang tua atau pengasuhnya. Orang tua atau pengasuh ini menjadi pihak yang paling ia percaya tentunya. Apa jadinya jika orang tuanya sendiri suka membohongi?
Anak-anak yang memiliki masalah dengan isu Trust vs Mistrust ini cenderung akan tumbuh menjadi pribadi yang gemar curiga, kurang percaya diri, dan seringkali takut untuk mencoba hal baru. Lambat laun bayi akan tumbuh besar.Â
Apabila orang tua atau pengasuhnya sering membohongi, dia jadi tidak bisa membedakan mana saat-saat orang tuanya berbohong dan mana saat-saat orang tuanya berkata benar. Alhasil, rasa percayanya pada orang tua semakin berkurang sebab ia seringkali dikecewakan.
Hanya dua tahun. Waktu untuk membangun dasar kepercayaan awal terhadap anak dan orang tua yang paling kuat hanya butuh dua tahun. Sulit kah?
Jika anak percaya pada orang tua atau pengasuhnya, maka pendidikan selanjutnya yang akan diberikan tentu lebih mudah diterima. Sebab hati anak sudah berhasil terambil. Apapun yang orang tua atau pengasuh bilang dan perintahkan, anak-anak mau melakukan.Â
Atau paling tidak, mereka tidak akan menolak sepenuhnya. Bahkan saat menolak pun, mereka menimbang-nimbang, memikirkan matang-matang. Sebab mereka telah percaya. Orang-orang yang sudah terikat rasa percaya akan muncul ikatan batin yang kuat, seolah saling terhubung.Â
Emosi itu menular, layaknya energi positif dan negatif yang mudah menjalar ke sekitar. Fase bayi menuju batita - balita - remaja dan seterusnya itu tak memakan waktu yang lama. Maka dalam pengasuhannya, jangan pernah sia-siakan tiap detik yang ada dengan memberikan sebuah noda yang malah menjadi masalah saat ia dewasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H