"Panggil saya juga Megi saja, pak. Eh, Mavis."
"Ehm, i-iya saya sedang melakukan riset mengenai tempat itu," lanjut Megi, gugup.
Mavis tidak mempermasalahkan kegugupan Megi barusan. Mungkin saja Megi tidak ingin buku barunya menjadi bocor karena telah melibatkan orang lain.
Mavis mulai menjelaskan bagaimana kondisi geografis tempat itu. Tempat itu berada di kawasan terlindungi milik swasta, masih berada di pulau Jawa. Sebenarnya kawasan ini sebuah pulau kecil yang ekosistemnya masih terlindungi. Jadi seperti pulau dalam pulau.
Megi hanya mengangguk-angguk dan sesekali bertanya.
"Saya baca-baca di internet pulau kecil ini dulunya merupakan sebuah penjara, apa benar?" tanya Megi.
"Iya, betul. Tempat ini dulu digunakan sebagai tempat tahanan dan tempat eksekusi para pidana. Namun, sekarang digunakan oleh perusahaan swasta, katanya seperti intelejennya swasta, tapi itu masih rumor. Waktu beberapa tahun lalu saya berkunjung ke sana di sana masih ada pemukiman warga dan memang benar, ekosistemnya masih asri."
"Mavis, bagaimana jika benar di sana ada perusahaan swasta di bidang intelejen?"
"Saya pikir perusahaan itu beroperasi di bidang indutri atau garmen. Agak tidak mungkin sebuah perusahaan beroperasi di bidang intelejen, mengingat negara kita sudah mempunyai lembaga di bidang itu." Mavis agak sedikit tertawa dengan pertanyaan Megi.
Masuk akal juga. Pikir Megi.
"Genre apa untuk tempat seperti ini, Megi? " kini ia sudah mulai terbiasa dengan sapaan nama satu sama lain.