Keterbukaan informasi akan menciptakan dialog yang konstruktif – cara yang jauh lebih sehat untuk memperoleh informasi dan keterampilan yang relevan dengan informasi tersebut. Bagaimana membantu anak memutuskan tindakannya untuk menghindari kehamilan, PMS, HIV/AIDS, tanpa membicarakan seks, orientasi seksual dan konsewensinya? Bagaimana mencegah anak-anak kita menggunakan narkoba tanpa membicarakan zat-zat yang berbahaya dan konsekuensinya bagi tubuh kita?
Keterbukaan informasi juga membantu anak-anak kita untuk tidak menstigma dan mendiskriminasi teman-teman mereka yang berbeda. Mereka juga tidak takut dan tahu bagaimana menjadi dirinya sendiri.
Informasi memang pedang bermata dua. Meskipun demikian, berbagai kajian empirik tetap menyatakan bahwa keterbukaan informasi yang dikemas faktual (bukan sensasional) sesuai usia anak sebagai cara yang lebih efektif untuk mencegah kemudaratan bagi kesejahteraan anak dibanding mendiamkan dan membiarkan anak mencari informasi sendiri-sendiri. Beberapa di antara mereka sudah terjebak dalam situasi berisiko dan harus mengambil keputusan terbaik.
Moralitas mana yang kita anut?
Jika anda sebagai orangtua, guru, atau tokoh masyarakat, mana yang lebih bermoral? Apakah tindakan mendiamkan anak-anak bingung dalam seksualitasnya, memberikan nasehat moral yang abstrak, membiarkan anak mencari informasinya sendiri (dari sumber yang belum tentu berkualitas), dan bereksperimen dengan seksualitasnya sambil menanggung segala resiko yang mungkin terjadi.
Atau..
Memaparkan anak pada informasi yang baik, mengajak berdiskusi mana yang sesuai dengan adat budaya atau agama yang dianut, mengajarkan situasi-situasi di mana resiko terjadi, dan mengajar anak cara untuk menghindari resiko tersebut.
Busur dan anak panah
Sastrawan besar Khalil Gibran (1883-1931) dalam sebuah karyanya menyatakan bahwa peranan orangtua dalam mengasuh anak diandaikan sebagai busur yang membentang dan mengantarkan anak ke masa depannya. Anak adalah si anak panah yag melesat ke masa depannya sendirian. Menggunakan karya sastranya sebagai contoh, lebih baik busur dibentangkan dan anak panah di luncurkan di tempat yang terang – karena di tempat yang gelap kita tidak mengetahui sasaran anak panahnya.
Informsi memang pedang bermata dua. Meskpun demikian, lebih baik anak tahu sedang bermain pedang yang tajam dibanding tidak tahu sedang bermain dengan benda apa. Saya berharap masyarakat, terutama tokoh-tokohnya tidak selalu bersikap reaktif dalam menghadapi informasi tentang seksualitas. Jangan-jangan informasi seperti inilah yang akan menyelamatkan masa depan anak kita. Sebagai orangtua, saya memilih anak saya tahu apa yang dia pilih dan putuskan dalam hidup walau berisiko, dibanding ia harus menanggung resiko atas tindakannya dan saya menyesali diri karena tidak pernah membicarakan dan mengajar anak-anak saya tentang resiko tersbut.
Jakarta, 9 Agustus 2014