Rasisme dan colorisme adalah suatu bentuk diskriminasi yang banyak ditemukan di berbagai bagian dunia. Masalah ini berawal sejak ratusan hingga ribuan tahun yang lalu dan masih ditemui sampai saat ini. Rasisme dan colorisme adalah suatu bentuk ketidakadilan yang sering kali disepelekan.
Nyatanya banyak sekali kasus dari ketidakadilan ini yang berdampak besar mulai dari tuduhan hingga kasus-kasus pembunuhan orang-orang yang tidak bersalah. Baik rasisme maupun colorisme adalah suatu bentuk dari prasangka buruk yang berbahaya dan hingga sekarang masih menjadi masalah sosial yang perlu diperhatikan. Dengan adanya banyak pendekatan terhadap teori-teori prasangka dan akar-akar dari rasisme dan colorisme, maka diharapkan bahwa masalah sosial ini dapat ditangani dan juga agar siklus kejam dari diskriminasi ini dapat berakhir.
Jika berbicara soal ras maka salah satu komponen fisik yang menonjol atau dasar klasifikasi suatu ras adalah warna kulit maka bisa ditarik premis bahwa ras dan warna kulit adalah dua hal yang sangat berdekatan bahkan bisa dibilang bahwa warna kulit adalah bagian dari ras. Hal ini juga berlaku dalam konsep rasisme dan colorisme. Rasisme sendiri merupakan topik yang cukup banyak diketahui masyarakat terutama di tahun 2020 dengan munculnya satu gerakan di berbagai bagian dunia yang berawal dari Amerika Serikat yaitu gerakan BLM (Black Lives Matter).
Gerakan ini berawal dari kasus George Floyd seorang Afrika-Amerika, yang juga warga sipil A.S., tewas usai lehernya ditekan oleh polisi kota Minneapolis karena diduga melakukan transaksi di sebuah toko menggunakan uang palsu. Dengan kejadian ini, dunia disadarkan bahwa rasisme masih ada dan itu termasuk prasangka buruk pada suatu ras, yang dalam kasus ini tertuju pada orang kulit hitam, yang masih sangat kuat. Rasisme dan colorisme adalah bentuk diskriminasi dan masalah sosial yang serius karena banyak melatarbelakangi masalah-masalah dalam berbagai bidang kehidupan.
Ras sendiri merupakan konstruksi sosial yang mengkategorikan orang-orang dengan persamaan fisik atau biologis baik berdasarkan warna kulit, bentuk wajah hingga tekstur rambut. Perbedaan ras muncul akibat kehidupan manusia yang tersebar di wilayah geografis yang berbeda-beda. Sebuah “ras” akan muncul hanya jika anggota dari masyarakat memutuskan bahwa ciri fisik seperti warna kulit itu ‘signifikan’.
Sebuah wawancara pernah dilakukan dengan orang-orang yang buta sejak lahir, dari wawancara tersebut terdapat kesimpulan bahwa pandangan mereka terhadap suatu ras sama dengan orang-orang yang bisa melihat. Hal ini menunjukan bahwa ras bukan hanya perihal ciri biologis tetapi juga merupakan konsep sosial yang terkonstruksi, dimana pandangan orang terhadap suatu ras dipelajari dari lingkungannya.
Lingkungan dan masyarakat seringkali menggeneralisasi suatu kelompok tanpa adanya bukti atau secara tidak adil, inilah yang bisa disebut sebagai prasangka. Ada beberapa teori mengenai asal-usul munculnya prasangka, salah satu teori yang cukup mendasar adalah Scapegoat theory atau teori kambing hitam yang menyatakan bahwa prasangka muncul dari perasaan frustasi yang dialihkan oleh seseorang dengan menyalahkan orang lain yang berada di keadaan yang sama tetapi memiliki status lebih rendah atau minoritas. Jika prasangka adalah perilaku maka bentuk nyata atau tindakan dari prasangka adalah diskriminasi. Prasangka dan diskriminasi akan saling menguatkan.
Teorema Thomas menyatakan bahwa situasi yang dianggap nyata akan menjadi nyata dalam setiap konsekuensinya. Teorema ini dapat diterapkan dalam korelasi antara prasangka dan diskriminasi khususnya rasisme dan colorisme dimana prasangka akan menjadi nyata bagi ras yang menjadi korban dari prasangka tersebut. Ras yang terkonstruksi secara sosial akan memercayai bahwa prasangka yang ada adalah nyata hal ini juga berarti bahwa diskrimasi akan ras tersebut ikut ternyatakan.
Akibatnya tentu muncul rasisme dan colorisme yang merugikan dan memunculkan konflik sosial baru. Jika rasisme adalah sebuah prasangka dimana satu ras lebih inferior disbanding ras lain maka colorisme tentu adalah bagiannya. Berbicara soal colorisme, mungkin banyak orang masih awam mengenai konsep colorisme dan perbedaannya dengan rasisme tetapi nyatanya colorisme lebih sering ditemukan di kehidupan sehari-hari.
Colorisme sering dianggap lebih sepele karena berbicara soal warna kulit yang lebih menonjol dan umum daripada ras. Salah satu contoh colorisme sehari-hari dan hal ini mungkin cukup sering ditemukan adalah konsep bahwa orang berkulit putih memiliki kedudukan lebih tinggi seperti dalam konsep standar kecantikan biasanya yang memenuhi standar kecantikan adalah orang-orang yang berkulit putih hal ini tanpa disadari menurunkan derajat warna-warna kulit lainnya.
Nyatanya sejak kecil seringkali lingkungan kita menerapkan tindakan diskriminasi ini seperti saat kita bermain di bawah terik matahari salah satu hal yang paling sering diucapkan orang tua kita pastilah untuk tidak bermain lama-lama karena akan menjadikan kulit lebih gelap, dalam kalimat tersebut bisa dilihat bahwa ada konotasi negatif terhadap kulit gelap. Hal-hal yang dianggap sepele seperti inilah yang bisa menjadi akar dalam ketidakadilan yang ditemukan sehari-hari dalam bidang pendidikan hingga lapangan kerja.
Korelasi prasangka dengan rasisme dan colorisme juga dapat dijelaskan melalui perspektif institusional dimana melalui perspektif ini basis dan unit untuk memahami masalah sosial adalah masyarakat khususnya struktur sosialnya dalam arti walaupun warga masyarakat seperti intansi kepolisian, pengadilan dan lainnya memiliki perspektif individual dalam suatu masalah sosial tetapi realitanya masalah sosial juga dapat bersumber dari sistem. Dimana sistem yang dilihat dalam perspektif ini terdiri dari anggota masyarakat yang memiliki kekuatan (power) dan yang tidak memilki kekuatan.
Anggota masyarakat yang memilki power dalam kasus rasisme dan colorisme adalah ras dan orang dengan warna kulit yang merasa dan dianggap superior atau terkadang dapat tergolong sebagai mayoritas. Mereka yang memiliki kekuatan juga memilki penguasaan atas sumber daya (resources), kesempatan dan peluang karena ini mereka mampu mengontrol kehidupan sosial ekonomi dalam sistem sosialnya, mereka juga akan mempertahankan apa yang mereka punya dan akibatnya ada ketimpangan dan distribusi yang tidak merata antara suatu ras atau warna kulit dengan ras, warna kulit lainnya.
Dengan begitu dapat dikatakan bahwa suatu ras atau warna kulit yang inferior mempunyai kedudukan yang lebih rendah bukan semata disebabkan oleh keadaan kaum atau prasangka terhadap kaum itu tetapi karena kenyataan tersebut diyakini terutama oleh institusi sosial yang masih bersifat diskriminatif terhadap suatu ras dan warna kulit hal ini juga diyakini dalam pendekatan sistem dimana adanya sistem yang diskriminatif juga terbentuk karena institusi sosial yang mendukung struktur sosial bisa saja mengandung nilai-nilai sosial yang diskriminatif (Julian, 1986).
Jika ditinjau melalui perspektif institusional maka penanganan untuk masalah sosial ini adalah dengan membentuk struktur baru dalam masyarakat yang tentunya dapat menjamin kesetaraan, keadilan dan pemerataan atas power, resource, dan pemanfaatan kesempatan serta peluang. Dengan adanya upaya untuk menyelesaikan masalah sosial dalam kasus ini dengan reorganisasi sistem yang dianggap sebagai masalah utama yang ada maka akan mendorong pula terjadinya perubahan sosial.
Tentunya satu hal yang pasti adalah perubahan sosial tidak mungkin terjadi dalam sekejap dan ini juga sama halnya dengan mengakhiri masalah seperti rasisme dan colorisme, akan dibutuhkan kontribusi seluruh bagian dari masyarakat baik pemimpin-pemimpin maupun anggota-anggota masyarakat yang harus menempuh berbagai langkah untuk mencapai tujuan.
Langkah awal adalah untuk meningkatkan kesadaran akan rasisme dan colorisme sebagai masalah sosial yang ada. Ketika kesadaran akan ketidakadilan ini sudah tinggi maka bisa dibentuk berbagai kebijakan dan upaya terutama dari pemerintah untuk mengakhiri kesenjangan antara ras yang berbeda maupun kaum yang berbeda warna kulitnya.Upaya dari pemerintah bisa dalam bentuk pemberdayaan hingga pengedukasiaan masyarakat.
Ketika hal-hal tersebut sudah dijalankan lambat laun ketidakadilan yang kita temukan sehari-hari akan berkurang dan dunia bisa menjadi tempat yang lebih aman dan sejahtera untuk semua orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H