Saat ini istilah ‘bucin’ bukan lagi hal yang asing didengar. ‘Bucin’ berarti Budak Cinta merupakan sesuatu yang umum dialami oleh setiap individu khususnya para pemuda.Â
Bucin dikenal sebagai ekspresi cinta yang ditujukan untuk pasangan. Secara biologis bucin dipengaruhi oleh hormon, meliputi dopamin, endorfin, oksitosin, dan serotonin yang menstimulus perasaan serta pikiran kemudian ditransmitter menjadi perlakuan dan ucapan.
Dalam kajian literatur ilmiah, bucin dapat dikategorikan menjadi enam bagian, diantaranya:
- Transendental, yaitu bucin yang tidak lepas dari nilai-nilai dan norma agama. Contohnya, pasangan yang ada dalam relasi cinta ini akan meminimalkan sentuhan fisik sebagaimana agama menetapkan sebuah larangan akan hal tersebut.
- Eros. Ekspresi cinta dalam ketegori ini biasanya ditandai dengan sentuhan fisik, karena penganut cinta eros sangat menganggap penting berpegangan tangan, berciuman, dan berpelukan.
- Pragmatis. Pragma dikenal sebagai kondisi bucin yang rasional. Hal tersebut didasarkan pada penganut cintanya yang tenang dan mempertimbangkan segala sesuatu dengan melihat dampak baik dan buruknya.
- Fanatik. Ekspresi cinta yang berlebihan, obsesif, penuh cemburu, dan amat tergantung hingga ingin menguasai kehidupan pasangannya.
- Realistik, yaitu kondisi bucin yang dikaitkan dengan hal-hal sewajarnya. Penganut cinta jenis ini tidak lebay dan cenderung menjalankan hubungannya sesuai dengan nilai-nilai norma yang berlaku di masyarakat.
- Idealistik. Situasi bucin yang selalu dikaitkan dengan prinsip-prinsip hidup.
Bucin sama dengan Sex Before Marriage
Sex Before Marriage atau melakukan aktivitas seks sebelum menikah merupakan situasi yang banyak orang lakukan, khususnya kaum pemuda. Walaupun nilai dan norma yang masih dijunjung erat di masyarakat menolak hal tersebut. Namun, aktivitas seks itu sendiri adalah ekspresi cinta bagi sebagian pasangan.Â
Tidak sedikit pasangan yang terjebak dalam Toxic Relationship karena merasa tidak berdaya melepaskan diri dari kecanduan melakukan kegiatan seksual bersama pasangan atau hanya sekadar takut ditinggalkan yang biasanya berlaku bagi para perempuan.
Toxic relationship (hubungan beracun) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi hubungan yang tidak sehat yang berdampak buruk pada keadaan fisik ataupun mental seseorang.Â
Toxic relationship tidak hanya terjadi pada hubungan romantis, tapi juga dalam lingkungan pertemanan, friendzone, bahkan keluarga. Namun, kali ini akan dibahas mengenai toxic relationship dalam hubungan romantis yang berkaitan dengan sex before marriage.
Studi Kasus: Losing Virginity
Virginity atau keperawanan adalah hal yang berharga bagi banyak perempuan. Sejalan dengan nilai yang ada di masyarakat bahwa keperawanan menentukan berharga atau tidaknya seorang perempuan. Namun, tentu itu hanya pemikiran bagi orang-orang konservatif yang menjunjung tinggi nilai tradisional karena kenyataannya kebudayaan semakin bergeser ke arah yang lebih terbuka.
Losing virginity menggambarkan orang yang pertama kali melakukakn hubungan seks. Kata ‘losing’ yang artinya kehilangan ternyata dapat berpengaruh negatif terhadap persepsi diri. Contohnya dalam film yang berjudul Jane the Virgin. Saat Jane pertama kali melakukan seks, dia merasa ada yang hilang dari dirinya. Neneknya Jane menganalogikan virginity dengan bunga mawar yang mulanya indah berubah menjadi cemar.
Berlaku juga dalam kehidupan nyata, tidak sedikit perempuan mengekspresikan cintanya terhadap pasangan dalam masa pacaran dengan memberikan sesuatu yang berharga tersebut karena alasan cinta.Â
Cinta merupakan sebuah kehidupan sosial di mana ketika seseorang memiliki perasaan cinta kepada orang lain, maka otomatis seseorang tersebut akan menjadi subjek yang mengupayakan hasrat untuk menjadikan cintanya terwujud.Â
Namun, masalahnya banyak perempuan yang merasa belum siap dengan tanpa mempertimbangan konsekuensinya ketika melakukan hal tersebut, kemudian terjebak dalam toxic relationship.Â
Akibat yang dirasakan setelahnya mereka berpikir tidak lagi berguna, bertahan dalam situasi menyakitkan (diselingkuhi, dicampakkan, pasangan abusive) karena takut ditinggalkan. Dampak dari takut ditinggalkan tersebut menjadikan hubungan berjalan ke arah yang fanatik.
Bucin Sewajarnya
Bucin adalah sesuatu yang normal selama tidak berlebihan. Berbicara soal cinta, seseorang akan cenderung merasa antusias dan semangat.Â
Hingga terkadang mekanisme ekspresi cinta atau bucin yang tunjukkan menjadi berlebihan. Bucin yang berlebihan dapat menjadi bahaya bagi diri sendiri atau orang lain (pasangan) dan berakhir dengan gangguan mental, seperti psikopat (mencederai pasangan) dan psikoneurosis (menyakiti diri sendiri). Maka dari itu, sangat dibutuhkan sikap rasional dalam menjalani sebuah hubungan.
Oleh: Indah Anggita Putri
(Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H