Pengikut Keyakinan Sendiri (PKS)
Untuk bisa memahami Politik aliran yang dianut oleh partai yang satu ini memang sering membingungkan dan mengecoh orang yang ada diluar nya.
Ada orang luar yang menyatakan Wahabi (selanjutnya saya tulis ‘W’), tapi buru-buru dibantah oleh para kader dan elite partai ini. Mereka merasa tidak nyaman untuk dikait-kaitkan dengan ‘W’ Hal ini karena mereka menganggap bahwa stigma ‘W’ yang dituduhkan itu bisa merusak rencana besarnya untuk menarik dukungan simpati dari kalangan masyarkat NU tradisional.
Pendek kata bisa ditarik kesimpulan bahwa yang menuduh ‘W’ dan yang menolak untuk dituduh sebagai ‘W’ , kedua-dua nya memanfaatkan isu tersebut sebagai isu permainan politik praktis.
Akhirnya yang jadi pesakitan Objek permainan politik antara keduanya adalah yang namanya ‘W’. Padahal kalau dipahami lebih dalam justru ‘W’ tidak pernah terlibat dalam permainan politik praktis, mengingat pemahaman tersebut tidak mengajarkan dan mengakomodir yang namanya konsep Demokrasi.
Sekelumit tentang pemahaman yang sering di sebut dengan wahabi. Sebenarnya para pendukung dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tidak pernah menyebut dirinya sebagai Wahabi; tetapi menyebut diri sebagai Al Muwahhidun (orang-orang bertauhid). Jadi penyebutan wahabi itu datangnya bukan dari internal pengusung nya , tapi justru dipopulerkan oleh kalangan lain dari luar.
Inti dari dakwah Al Muwahhidun adalah mengembalikan kemurnian ajaran tauhid sesuai ahli sunnah wal jamaah . sebagaimana yang telah diajarkan dan dicontohkan oleh Rosulullah SAW dan para penurusnya salafus sholeh .
Sebagaimana yang dikatakan beliau (Muhammad bin Abdul Wahhab) dalam buku nya, yang menyatakan berikut
“Aku adalah orang yang berpegang teguh kepada Kitab dan Sunnah, serta para salafus salih. Aku juga bergantung dengan perkataan para imam madzhab yang empat; Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal”.
“Walhasil yang aku ingkari adalah pengkultusan terhadap selain Allah -ta’ala-. Maka jika ajaranku bersumber dari pendapatku sendiri, atau dari buku yang tidak tepercaya, atau semata-mata dari hasil taqlidku kepada para ulama mazhabku (mazhab Hambali); maka buanglah jauh-jauh ajaranku. Namun jika ajaranku bersumber dari Kitab dan Sunnah serta ijma’ para ulama dari berbagai mazhab; maka tidak layak bagi orang yang beriman terhadap Allah -ta’ala- dan hari akhir, untuk menolaknya; hanya gara-gara kebanyakan orang di zamannya, atau di negerinya menyelisihi ajaran tersebut.” (Kitab ad-Durar as-Saniyah: I/76).
Dari dulu hingga sekarang, perdebatan serta perbincangan seputar Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –rahimahullah- dan jalan dakwahnya, terus berkecamuk antara mereka yang pro dan yang kontra.
Kami kira setiap orang yang obyektif sepakat bahwa jalan yang paling tepat untuk mengenal hakikat pemikiran seseorang adalah dengan cara kembali langsung kepada orang tersebut dengan melihat referensi-referensi yang otentik (membaca buku-buku karangan nya).
Dakwah tauhid ini berpengaruh ke Sumatera Barat, dibawa oleh tiga orang Haji yaitu: Haji Sumanik, Haji Miskin, Haji Piobang. Bahkan.
Sosok atau tokoh-tokoh di Nusantara semisali Imam Bonjol, Sentot Alibasyah, Pangeran Diponegoro (dengan simbol surban dan gamisnya), KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), Jendral Soedirman (mantan guru Muhammadiyah di Cilacap yang selalu menggelorakan Jihad), Bung Tomo (yang menghabiskan akhir hayatnya di Makkah), Buya Hamka (mantan Ketua MUI), Ustadz A. Hasan (Guru senior di Persis sekaligus ahli fikih), Muhammad Natsir (sahabat dekat Raja Faishal) dan semisalnya mereka sebagian menyerap pemahaman pembaharuan dari literature Kitab-kitab Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, meskipun mereka tidak mengklaim sebagai pengikut nya. Itu karena mereka sebagian besar pernah mengenyam pendidikan di Mekkah.
Jika Wahabi diidentikkan dengan sikap anti Tahlilan, anti Yasinan, anti Mauludan; maka sikap seperti itu bukan hal yang baru Toh, sejak lama ormas Persatuan Islam, Muhammadiyah, Al Irsyad, juga bersikap demikian? Tapi tidak harus dijadikan perdebatan yang berkelanjutan yang menimbulkan kegaduhan antar pendukung nya. Nyatanya mereka bisa memahami sesuai dengan pemahaman masing-masing dan tidak ada pergesekan diantara kedua ormas besar tersebut (Muhammadiyah dan NU).
Yang menjadi pertanyaan besar adalah kenapa PKS begitu ketakukan begitu ada tuduhan wahabi terhadap elite partai nya ?
Tidak lain dan tidak bukan adalah motifnya politis. Mereka sangat takut kehilangan pengaruh dari kalangan NU tradisional yang memang kebetulan mempunyai pemahaman bereda dengan pemahaman yang disebut sebagai wahabi.
Akhirnya demi mencari perhatian dan seolah ingin membuktikan bahwa mereka bukan seperti yang dituduhkan. Maka mereka para elite PKS melakukan berbagai manuver politik. Diantaranya adalah dengan mengikuti acara yang biasa dilakkan dikalangan NU tradisional sepertitahlilan , mauludan, ziarah kubur para kyai dan semisalnya.
Manuver politik ini dilakukan tidak lain tujuan nya adalah hanya untuk pencitraan partai nya agar bisa diterima dikalangna NU tradisional.
Sedikit penulis ingin mengingatkan bahwa PKS itu sendiri juga pernah memanfaatkan isu wahabi ini, untuk mencari pembenaran atas Inkonsistensinya (mencla-mencle) pada saat Pilkada DKI tahun lalu.
Kita tahu pada saat puturan pertama bagaimana HNW dan PKS nya mengkritik habis-habisan terhadap Foke, sampai-sampai mengorek kegagalan nya selama memimpin DKI. Bahkan menganjurkan agar jangan memilih calon yang dilaporkan KPK oleh wakilnya.
Tapi apa yang mereka pertontonkan selanjutnya, Justru pada Putaran ke II , seakan mengais ludah nya yang sudah jatuh kelantai, HNW dan PKS nya berbalik mendukung Foke kembali. (ini suatu bentuk Inkossistensi yang nyata).
Untuk mencari alasan dan pembenaran elite PKS melalui ketua DPW PKS DKI Jakarta Slamet Nurdin mengecoh kalangan publik terutama pendukung FOKE dengan menyebut alasan bahwa PKS bukan wahabi, tidak anti maulid dan anti tahlilan menjadi salah satu alasan mendukung Foke-Nara.
Berikt kutipan nya : “…..Maka sebagai penganut Ahlussunnah waljamaah, bukan Wahabi anti-maulid dan anti-tahlil, kedua belah pihak telah saling memaafkan dan bersepakat meminta maaf kepada pendukungnya untuk mengutamakan persatuan umat dan konstituennya,” imbuh Slamet di kantor DPP PKS, Jl TB Simatupang Jakarta selatan (11/8/2012).
Dari pernyataan elite PKS tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1.Demi mencari pembenaran dan “pe-maafan” (tanda kutip) PKS memainkan isu wahabi untuk mendapatkani simpati pendukung Foke waktu itu. Jadi untuk menutupi ketidak konsistensian nya wahabi dijadikan kambing hitam oleh PKS.
2.……… bersepakat meminta maaf kepada pendukungnya untuk mengutamakan persatuan umat……..
Pada kalimat ini dikatakan untuk persatuan ummat , tapi secara tidak sadar si pembicara sendiri sedang membelah umat dengan mendiskriditkan umat islam lain yang diangap golongan wahabi. Terlihat dari pernyataan dengan pernyataan “bukan Wahabi anti-maulid dan anti-tahlil”.
Wahabi di-diskriditkan oleh elite PKS , padahal dia sedang bicara persatuan umat. Inilah suatu bentuk picik nyata partai ini , dimana dalam waktu bersamaan membuat statement seolah mendukung persatuan ummat, tapi dalam waktu yang sama juga melecehkan kelompok umat islam yang lain. Padahal notabene wahabi itu sendiri tidak pernah hadir dan terlibat dalam perseteruan antara partai2 politik itu.
Sebenarnya kalauditelusiri sejarah beberapa elite PKS ini, maka tidak lepas dari pengaruh pendidikan yang diselenggarakan kerajaan Ibnu Saud yang selama ini sering digolongkan sebagai penyokong pemahaman wahabi tersebut. Sebagai contoh ,misalnya melalu Lembaga perwakilan Pendidikan nya di Indonesia yang bernama LIPIA (Lembaga Ilmu Pendidikan Islam dan Arab) yang beralamat di Jakarta.
LIPIA adalah perwakilan sebuah Universitas Negeri di Riyadh Saudi Arabia, yang bernama Universitas Islam Al-Imam Muhammad Ibnu Suud. Yang memberikan pendidikan bea siswa gratis kepada para siswa nya.
Sejak awal berdirinya partai ini dengan nama PK sampai sekarang, jajaran struktural elit PKS masih cukup banyak diisi oleh sarjana-sarjana agama lulusan LIPIA, atau lulusan Universitas syariah dari Kerajaan Saudi.
Bahkan ‘sang pangeran muda’ PKS Anis Matta yang sekarang menjadi Presiden nya pun salah satu lulusan LIPIA ini. Begitu jugaakang Aher (gub. Jabar)
Ada lagi sang tokoh “fenomenal” Hidayat Nur Wahid. Mantan Cagub DKI yang gagal itu. Dia setelah lulus SMA.dari Gontor,menempuh pendidikan selama lebih dari 10 tahun di Universitas Islam Madinah,dengan Bidang studi akidah, khususnya seputar paham Syiah.
Jadi kalau dilihat secara history pada masa sebelum terjun ke politik praktis , jelas sekali jasa dari pengaruh pendidikan Kerajaan Saudi punya peran dalam pendidikan syariah mereka.
Namun setelah mereka mengenyam kekuasaan dan jabatan yang kemudian sudah dijadikan sebagai tujuan dalam perjalanan politik partai ini. Maka Ibarat Kacang lupa kulitnya, atau Air susu di balas air tuba. Segala jasa dan pengaruh pedidikan yang didapat melalui Kelembagaan Pendidikan yang berunsur dari Kerajaan Saudi ini disamarkan bahkan ingin dihilangkan. karena dianggap menghambat perkembangan partai ke depan nya ,untuk bisa menjadi partai yang terbuka dan sekuler.
Dengan demikan kedepan nya partai Ini bisa sesukanya menentukan kebijakan yang dirasakan bisa menguntungkan tanpa mau diikat dengan aturan atau kaidah nilai2 Islam, yang padahal sesungguhnya asas Islam itu sendiri sampai saat ini masih dijadikan sebagai dagangan politik nya.
Mereka sudah tidak kenal lagi mana kawan dan mana lawan. Yang terjadi adalah kawan bisa jadi lawan, dan begitu juga sebaliknya lawan bisa jadi kawan. Itulah bila pragmatisme dan sikap oportunis sudah menjangkiti kalangan elite partai ini.
Pragmatisme terbaru yang dipertontonkan elite PKS sekarang ini adalah tentang masuk nya caleg non muslim dari beberapa daerah seperti Papua,Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan sebagian Sulawesi Selatan. Bahkan ada juga beberapa pendeta yang dijadikan sebagai caleg.
Pertanyaan nya adalah…! Benarkan sudah sebegitu care (peduli) nya PKS ini dengan pendeta, sehingga rela untuk dimasukkan sebagai caleg melalui partai nya..? atau tidak lebih hanya untuk meraih dukungan suara semata…!
Dan percayakah para non muslim ini dengan manuver akrobat politik yang dipertunjukan oleh elite PKS…?.
Saya cuma bisa bilang “Selamaat..! anda sudah menjadi mangsa baru partai ini..!”.
Kalau sudah seperti ini , maka bisa diartikan bahwa aliran politik yang di pakai oleh PKS ini sendiri benar-benar semakin tidak jelas.
Jadi klo ditanya Mazhab apa yang dipakai oleh partai ini dalam kaitann nya dengan label Islam yang dipakai, maka jawabnya adalah Tidak ada dan Tidak jelas ! .
Dengan kata lain adalah Mazhab yang dipakai adalah “Mazhab Kekuasaan” artinya aliran apa saja juga boleeeeeh..!yang penting bisa menguntungkan bagi mereka. Terutama dalam merebut kekuasaan dan jabatan baik dipusat maupun daerah.
Makanya Penulis mengatakan PKS itu sebagai aliran Pengikut Keyakinan Sendiri.
Jadi standar keyakinan atau mazhab yang sudah ada dikalangan masyarakat itu diterjemahkan sendiri oleh elite PKS ini untuk disesuaikan dengan Politik praktis yang sedang mereka jalankan.
Ditempat hijau dia merubah warna nya jadi hijau, ditempat kuning merubah jadi kuning, ditempat merah bisa juga jadi merah, dan seterusnya…..!
PKS dan Ikhwanul Muslimin (IM)
Sebagian kalangan mungkin ada yang menganggap bahwa PKS adalah represantasi atau kepanjangan tangan dari GerakanIkhwanul Muslimin (IM) di Mesir yang didirikan oleh Hassan Al-Banna. Padahal secara organisatorik memang tidak ada keterkaitan antara PKS dengan IM tersebut.
Gerakan IM ini sendiri dibawa oleh Hilmi Aminuddin ketika pulang ke Indonesia th 1978 setelah menyelesaikan pendidikan nya dari luar sejak th 1973 ,kurang lebih selama 5 tahun. Selama menjalani pendidkan nya diluar itu Hilmi banyak belajar tentang Harokah IM yang ada di Mesir. Berdasarkan pengamatan nya itu dia lalu menerapkan methode yang dipakai IM di mesir untuk diterapkan di Indonesia.
Memang tidak heran jikaIkhwanul Muslimin cukup banyak memberikan inspirasi partai ini sejak awal berdirinya pada tahun 1998 yang waktu itu masih bernama PK. Methode pengkaderan dan Tarbiyah yang dipakai PKS pun mengadobsi cara yang sudah dijalankan oleh Gerakan IM tersebut.
Sebenarnya tidak ada yang salah dan menyimpang dengan Gerakan Ikhwanul Muslimin ini. Gerakan Ikhwan menjadi pelopor perubahan melalui gerakan dakwahnya yang “washat” (tengah-tengah/moderat)dan tidak “ghuluw” (berlebihan), dan menekankan aspek amal.
Dengan sepuluh prinsip yang ada dalam “Risalah Dakwah”, yang ditulis oleh Hasan Al-Banna, generasi Ikhwan yang tumbuh, benar-benar mereka ini menjadi para mujahid dakwah yang kokoh, dan hidup di tengah-tengah masyarakat luas, dan beramal dengan ikhlas. Mereka berjuang menegakkan prinsip dan nilai Islam, dan terus mengamalkan nya.
Generasi baru dalam Gerakan Ikhwan, selalu ditekankan sifat-sifat yang mulia, dan para pemimpinnya memberikan tauladan. Bukan hanya sekadar yang sifatnya teori, tetapi masing-masing memberikan tauladan secara total. Seperti yang telah ditunjukkan oleh Hasan Al-Banna. Mereka dididik berkorban (tadhiyah) dan ikhlas, serta hidup zuhud, dan wara’, tidak memuja kehidupan dunia.
Hasan al-Banna menekankan pada tujuan dakwah, seperti didalam “da’watuna” (dakwah kami), sesungguhnya dakwah Ikhwan itu, tidak ada sedikitpun mempunyai motif kepentingan dengan dunia. Dakwah Ikhwan digambarkan oleh Hasan Al-Banna sebening cahaya, dan dan seputih sinar, tidak ada sedikitkan terselip dengan motif kepentingan-kepentingan duniawi. Semuanya dijalankan semata-mata atas dasar keinginan mendapatkan ridho dari Allah Rabbul Alamin.
Sampai-sampai Hasan Al-Banna memerintahkan kepada kadernya, yang berjuang bersama-sama dengan Ikhwan, agar keluar meninggalkan jamaah itu, bila mereka dalam bergabung dengan Ikhwan memiliki motif dan ambisi duniawi, dan kepentingan-kepentingan yang tidak selaras dengan tujuan dakwah Ikhwan.
Itulah prinsip-prinsip dasar dakwah Ikhwan yang ditegaskan Hasan al-Banna.
Dalam kurun waktu puluhan tahun sejak didirikannya pada th.1928 , Harokah IM ini terkonsentrasi pada tujuan nya membentuk masyarakat islami. Mereka berhasil mengantarkan perubahan di setiap negara, dan sekarang menjadi fenomena di dunia.
Mereka tidak terobsesi dan berambisi untuk merncari kekuasaan.
Baru Pada 30 April 2011 lalu setelah Rezim Husni Mubarok tumbang, Ikhwanul Muslimin mengumumkan pembentukan sebuah partai. Selanjutnya pada bulan September mengikuti pemilihan parlemen , dan meraih kursi terbanyak.
Kemudian disusul juga dengan terpilihnya Presiden baru dari kalangan IM, yaitu Muhammad Mursi.
Lalu Apakah Sama Implementasi Dari Gerakan Dakwah Atau Tarbiyah Yang Dilakukan Ikhwanul Muslimin (IM) dengan Apa Yang Dijalankan Oleh PKS Selama ini.
Jawabnya adalah Sangat-sangat BEDA.
Karena partai ini sudah terlalu kebelet haus kekuasaan sementara fungsi dan tugas dakwah yang seharusnya diemban dan diutamakan , malah mereka tinggalkan. Proses tarbiyah dijalankan hanya untuk mengutamakan kwantitas (jumlah suara), dan label asas Islam hanya dijadikan sebagai alat dagangan politik nya.
Beda dengan IM yang di mesir mereka membangun dulu kepercayaan ditengah masyarakat dengan berjuang ikhlas tanpa pamrih. Sehingga hasilnya adalah tidak sampai 2 tahun partai itu berdiri sudah bisa mendapat dukungan , dan bisa mengantarkan pemimpinnya menjadi presiden. (Rahasia Ces Pleng Sukses Ikhwanul Muslimin).
Karena memang pada dasarnya antara Para Qiyadah(pemimpin) PKS ini tidak ada hubungan hirarki struktural atau keterkaitan dengan Jamaah IM tersebut. Terutama dalam penerapan kepemimpinan dan implentasi nya juga sangat berbeda. Penafsiran Tarbiyah PKS sudah disesuaikan versi petinggi-petinggi partai ini (PKS).
Godaan dan ambisi kekuasaan telah menggelincirkan mereka dari tujuan semula dalam mendirikan partai. Sehingga partai yang seharusnya menjadi sarana , sudah diselewengkan oleh para elite nya menjadi tujuan.Orientasinya tidak lebih dari meraih kesempatan untuk ikut menikmati kekuasaan dan jabatan. Para kader dibawah secara tidak langsung dan sadar benar2 hanya dimanfaatkan oleh elite partai ini.
Awal-awal lahir nya Gerakan Tarbiyah ini pada masa PK 1998, masih dominan mengadobsi sistem IM yang ada. Terutama kader-kader grashroot dibawah. Namun menjadi lain dan menyimpang dari gerakan dakwah sesungguhnya sudah dirasakan sejak menjelang pemilhan presiden th. 2004 lalu.(baca: PKS Kehilangan Jati Dirinya)
Ditangkap dan ditahannya Luthfi Hasan Ishak oleh KPK, karena faktor utamanya, PKS telah mengubah prinsip dasar gerakan. Di mana “wasail” berubah menjadi “ghoyah”.
Oknum Qiyadah mereka atau orang-orang tertentu yang di hati dan jiwanya memiliki penyakit yang disebut dalam hadits Nabi sebagai “al-wahn”—cinta dunia benci mati—ternyata bukan saja menggiring pelakunya menjadi mabuk dunia, tetapi bahkan bisa membuat imej buruk dan distrust (hilangnya kepercayaan) publik secara bertahap terhadap partai dan petingginya—yang ujung-ujungnya melahirkan konflik.
Konflik internal. Antara Qiyadah mereka yang sudah gelap mata tidak terima dikritik dengan teman-teman seperjuangan sekalipun yang juga merupakan bagian dari pendiri partai ini.
Para pengkritik dari dalam tidak dikasih kesempatan untuk hak minta klarifikasi dari apa yang sudah dilakukan qiyadah nya, justru berakhir dengan ada yang dipecat, ada yang mundur. Ada yang tak terima dipecat sehingga menuntut dan berujung ke pengadilan. Dua kubu berseteru, baik secara langsung maupun lewat SMS dan bahkan via media sosial.
Namun sayangnya searogansi apapun Qiyadah mereka ini dalam menyikapi para pengeritik nya dari dalam, tidak ada kader atau petinggi partai lain yang berani memprotes atau mengingatkan, karena akan mengalami nasib yag sama seperti rekan mereka sebelumnya.
Lalu, para pemimpin PKS tidak lagi menjadi orang-orang yang meniru dan meneladani para salafush shalilh, yang hidup zuhud dan wara’, tetapi menjadi barisan para pengikut “Qorun” dan “Bal’am”. Yang lebih mementingkan kekayaan. Seperti yang diajarkan oleh pimpinan mereka sang pangeran Anis Matta dalam Bukunya “Dari Qiyadah untuk para Kader”
Mereka menjadi para penikmat demokrasi untuk mengambil keuntungan dan kekuasaan. Menjadikan duniawi sebagai sesembahan mereka yang baru. Bukan lagi Allah Rabbul ‘Alamin.
Para elit PKS tidak lagi berwala’ (memberikan loyalitas) kepada Allah dan Rasul, tetapi sebaliknya memberikan wala’nya kepada urusan dunia seputar jabatan, dan bagi-bagi kekuasaan.
Karena itu, PKS yang hakekatnya Jamaah Ikhwan itu, melakukan pengkhianatan terhadap manhaj dan tujuan gerakan itu sendiri. Seperti yang telah mereka lakukan saat mereka mendeklarasikan dirinya menjadi partai terbuka, di Hotel Rizt Carlton, Juni 2010.
Selanjutnya, PKS sebagai gerakan dakwah tidak berani bersikap bara’ (menolak) segala bentuk pelanggaran, penyimpangan, dan kemungkaran yang terjadi di tengah-tengah kehidupan. Tetapi justru malah bermanuver melakukan hal-hal yang sebenarnya bisa dianggap kontropersial.
Seharus nya klo memang mau bertindak lebih jauh bebas tanpa terikat dengan kaidah atau nilai2 keislaman, maka tidak usah lagi melabelkan diri nya sebagai partai dakwah atau partai Islam, nyatakan saja sebagai partai terbuka seperti partai-partai yang lain, dengan secara resmi merubah asas partainya, sehingga tidak jadi polemik tentang apa sesunguhnya yang menjadi asas landasan partai ini.
Dan mirisnya, meskipun penyimpangan itu sudah didepan mata para kader nya. Selalu saja nanti disikapi dan dihadapi dengan RETORIKA COUNTER seperti: Iri hati, dengki, Fitnah, Ghibah, memecah belah,hanya pandai mengeritik, tidak Tabayun dulu, dll. Selalu dan selalu muncul retorika counter seperti itu.
Demikian adanya…!Salaaam biasa saja ,( tidak pake 3 besar yaa..! )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H