Pendidikan merupakan seperangkat alat untuk membentuk karakter dan membangun paradigma proses berfikir. Di dalam proses mendidik diajarkan nilai dan norma yang terkandung di dalam kehidupan masyarakat. Proses mendidik dilalui melalui tahapan sosialisasi penanaman nilai norma yang hidup berkembang di masyarakat.
Di dalam membangun karakter nasionalisme pembelajaran sejarah hadir memberikan pencerahan kepada generasi penerus bangsa untuk tidak lupa kepada akar perjuangan bangsa Indonesia. Proses pembelajaran sejarah dalam menentukan gerak kemajuan peradaban suatu bangsa harus dihadirkan dalam suasana ikatan kebatinan dalam membangun karakter kebangsaan dan membangun pondasi berfikir yang memahami nilai-nilai kebhinekaan tunggal ika.
Sekolah yang menyenangkan melalui program ramah anak, adiwiyata, salah satu bagian koloborasi dalam membangun profil pelajar pancasila. Pembelajaran pengalaman merupakan yang sangat penting dalam mengajarkan sejarah kepada peserta didik. Pengalaman seorang peserta didik menjadi tokoh tokoh Muhammad Hatta, menjadi teks proklamasi sesuai karakter Bung Karno. Mendorong aktifitas peserta didik dengan memanfaatkan sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah.
Membangun komunikasi dua arah dalam mengajarkan sejarah dalam membangun berfikir kritis peserta didik. Komunikasi pembelajaran yang dimulai dengan suasana senang dan menyengkan dengan menyapa, melakukan ice briking, Diskui bersama diharapkan menyentuh kualitas hasil pembelajaran. Diberikan pertanyaan pemantik terkait materi yang sedang diajarkan berupa gambar, video, ataupun tulisan. Hal itu perlu melalui pendekatan saintifik (Saintific Approach) dalam pratik mengajar didalam kelas, yaitu 5 M (Mengamati, Menanya, Mengumpulkan Informasi, Mengolah Informasi dan Mengkomunikasikan).
Mendekatkan pembelajaran sejarah dengan penanaman nilai dan norma yang terkandung di dalam masyarakat merupakan salah satu refleksi pengamalan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila. Dalam proses pembelajaran pemahaman nilai-nilai Pancasila terdapat Profil Pelajar Pancasila yang diterapkan telah dijabarkan ke dalam enam dimensi yaitu: (1) beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia; (2) mandiri; (3) bergotong-royong; (4) berkebinekaan global; (5) bernalar kritis; dan (6) kreatif.
Di dalam rangka upaya proses pembelajaran profil pelajar Pancasila perlu dipahami suatu bersamaan dengan perkembangan teknologi yang mengharuskan adanya pola fikir terbuka, kompetensi berfikir abad ke 21 yakni berfikir kritis, koloborasi, komunikasi dan kreatif, karakter moral dan etos kerja. Ketiga proses itu diperlihatkan dalam pola pembelajaran sejarah dengan penanaman nilai karakter profil pelajar pancasila.
Kemampuan utama pada pendidikan 4.0, adalah berkomunikasi, berkolaborasi, berpikir kritis serta berpikir kreatif. Menurut Muhammad Nurizal, dosen Universitas Gadjah Mada (UGM)/ pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), kompetensi pengetahuan yang dibutuhkan di era Revolusi Industri hanya 10%. Yang terbesar adalah kompetensi memecahkan persoalan nyata yang kompleks (36%), kompetensi social skill seperti kemampuan berkomunikasi, berkolaborasi, bekerja sama, dan lainnya Review: Integrasi media pembelajaran pada kurikulum merdeka...3 (16%), kemampuan berpikir logic atau critical thinking atau berpikir kritis (17%), dan me-monitoring diri sendiri dan membuat keputusan-keputusan sendiri secara efisien dan efektif (17%).https://jurnal.lp2msasbabel.ac.id/index.php/edu/article/view/2468/1005
Menerapkan pembelajaran yang tepat melalui upaya proses pemanfaatan metode, strategi dan model pembelajaran. Pemanfaatan proses stretegi pembelajaran dikelas akan menimbulkan harmoni keberagaman dan kebermaknaan dalam pembelajaran. Pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang direncanakan untuk memungkinkan terjadinya proses guru mengajar dan belajar pada peserta didik. Artinya pembelajaran sebagai proses harus dirancang, dikembangkan dan dikelola secara kreatif dan dinamis dengan menerapkan beberapa pendekatan untuk menciptakan proses pembelajaran yang kondusif bagi peserta didik. Proses pembelajaran dilalui melalui gerakan sekolah menyenangkan dalam rangka menciptakan iklim sekolah dan kondusivitas belajar peserta didik antara lain: 1) Penciptaan Lingkungan Positif , 2) Pendidikan Karakter, 3) Pembelajaran yang berbasis projectdan problem solving, 4) School Conectednes.
Serangkain model pembelajaran sejarah dalam profil pelajar pancasila dilakukan dengan cara pertama penciptaan lingkungan yang positif. Guru membangun kebiasaan positif dalam proses pembelajaran sejarah dengan melalui menyanyikan lagu Indonesia Raya, mengubah denah tempat duduk, menerapakn keputusan bersama dalam bersama melalui kontrak belajar. Kemudian pelibatan peserta didik dalam membangun koloborasi dan kepercayaan dalam mengatur kehidupan suasana kelas selama pembelajaran. Keakraban guru dengan peserta didik merupakan salah satu hal yang harus dihadirkan didalam kelas membangun kebiasaan postif. untuk menciptakan suasana nyaman di kelas, jika ada keakraban maka suasana belajar akan lebih rileks dan peserta didik akan lebih mudah menangkap pelajaran dan peserta didik tidak akan ragu untuk mengajukan pertanyaan.
Kedua pendidikan karakter Karakter adalah sesuatu yang sangat penting dalam pengembangan kualitas manusia maka karakter mempunyai makna sebuah nilai yang mendasar untuk mempengaruhi segenap pikiran, tindakan dan perbuatan setiap insan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Penguatan karakter dalam pembelajaran melalui pembiasan koloborasi dan tanggung jawab dalam kegiatan belajar mengajar. Kemudian model pembelajaran bisa diseleraskan dengan menggunakan model pembelajaran bermain peran,membuat biografi tokoh sejarah dan lain sebagainya.
Ketiga pembelajaran berbasis project dan problem solving. Mengutamakan model pembelajaran yang mendorong siswa bereksplorasi, berkreasi, dan berpikir kritis. Termasuk membuat hiasan-hiasan dingding bersama peserta didik, membuat video pendek tentang film dokumentar tema sejarah, membuat projek yang hasilnya diletakan dipojok-pojok kelas pojok sekolah sehingga dapat membangun literasi-literasi peserta didik. Membaca naskah atau buku atau tulisan yang mengandung unsur sejarah.Liriterasi sangat penting dalam membuka cakrawala berfikikir