Sejak bulan Juli kegiatan belajar mengajar sudah mulai tatap muka semua peserta didik di setiap jenjang pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi. Rasa senang dan bahagia setelah hampir dua tahun berjalan kegiatan pembelajaran menggunakan daring atau pembelajaran dari rumah. Rasa bahagia ketika ketemu peserta didik secara langsung dan mudah diamati secara kompetensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik.
Sebagai seorang manusia guru pun memiliki rasa kebahagian tersendiri ketika bertemu secara langsung peserta didiknya. Bahagia ketika melihat sikap dan perilaku peserta didik yang penuh warna dan unik dalam dirinya. Agak berbeda ketika bertemu dalam nuansa daring yang memang tak bisa diamati secara langsung kondisi peserta didik. Walaupun pada hakekatnya kebahagian merupakan suatu proses yang harus dimiliki oleh seorag guru dalam mengajari ilmu pengetahuan kepada peserta didik.
Proses pembelajaran tatap muka sudah berlangsung dua bulan memang agak terasa mengenai perubahan dari sikap peserta didik. Ada rasa dimana peserta didik kehilangan pembelajaran karakter seperti ketika peserta didik masuk kelas yang tidak mengucapkan salam dan langsung masuk padahal ada guru yang berada di dalam kelas beserta temannya. Butuh rasa dan pendekatan dari guru kepada peserta didik untuk membiasakan kembali hal-hal yang baik disekolah.
Terjadinya Learning Loss memang terasa dalam pembelajaran dan pembinaan karakter. Karena memang tak semua peserta didik di rumahnya terpantau pola pembelajaran oleh kedua orangtuanya dan tersedianya fasilitas pembelajaran yang ada di rumah pun juga berbeda. ketika masa daring. Kemudian kemauan dan etos belajar yang dimiliki oleh peserta didik juga beragam. Proses penanaman pembelajaran pun juga menjadi sebuah tantangan baru bagi guru untuk memberikan pembelajaran yang beragam dan inovatif.
Menjadi guru yang bahagia merupakan proses dan refleksi dari dalam dirinya ketika mampu bertemu dengan peserta didiknya dalam mengajarkan pengetahuan dan ketrampilan. Rasa kebahagian yang direfleksikan dengan berbagai macam ragam giat pembelajaran untuk menciptakan kondisi peserta didik yang berhasil. Kebahagiaan itu tercipta dari diri seorang guru itu sendiri, bagaimana individu guru tersebut dapat mengaplikasikan kebaikan yang ada di dalam dirinya dan memaknai setiap hal dalam hidupnya.
Kebahagiaan merupakan kondisi psikologis yang dirasakan individu secara subjektif (Snyder & Lopez, 2007). Selain itu kebahagiaan adalah pusat kriteria kesehatan mental dan telah ditemukan untuk dihubungkan dengan banyak manfaat yang nyata, seperti meningkatkan kesehatan fisik, mengurangi psikopatologi, keterampilan mengatasi masalah, unggul, dan bahkan lebih lama hidup. (Chairani Meiza; Jurnal Ilmiah Psikologi Volume 9. No. 2, Desember 2016)
https://core.ac.uk/download/pdf/231280471.pdf
Aziz (2011) menyatakan tingkat pengalaman spiritual yang dimiliki seseorang atau seorang guru dapat berhubungan dengan adanya kepuasan dalam hidup dan rasa kebahagiaan,. Pengembangan kepuasan hidup dan kebahagiaan para guru akan meningkat sejalan dengan meningkatnya spiritualitas. yang merasa lebih bahagia akan memiliki perasaan optimis yang tertanam didalam dirinya. Proses transfer ilmu pengetahuan dari guru kepada siswa ditentukan oleh rasa bahagia. Ketika guru mengajar dengan bahagia, guru mampu mengimbangi cara maupun kecepatan berpikir siswa, sehingga ilmu dapat merasuk ke dalam jiwa. Guru pun akan menyesuaikan dirinya agar siswa bisa menerima ilmu yang dimiliki secara efektif. (Helga Cahyaningtya dkk; Indigenous: Jurnal Ilmiah Psikologi, 5(1). 93-102. doi:https://doi.org/10.23917/indigenous.v5i1.11133
Guru pun dapat mengelola ruang kelas pembelajaran menjadi lebih bermakna ketika dapat menimbulkan rasa bahagia dalam diri peserta didik. Tidak adanya rasa ketakutan dan was-was dalam diri peserta didik dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Begitu juga guru tidak memiliki rasa prasangka atau was-was dalam mengefektikan kegiatan pembelajaran.
Rasa bahagia pun yang ada di dalam guru bagian dari rasa spiritual yang dimilikinya. Makna spiritual dikaitkan dengan kedekatan seorang guru dengan Sang PenciptaNya Allah SWT. Ada rasa spirit yang terjadi dalam dirinya dalam membangkitkan kebermaknaan dalam memberikan pengajaran kepada peserta didik. Spirit berupa energy positif yang didapatkan dari roh energy positif berupa kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual yang dimiliki oleh seorang guru dalam dirinya.
Tischler & McKeage (2002) yang menyatakan bahwa kecerdasan spiritual dicirikan dengan adanya lima kemampuan inti yaitu 1) Kemampuan Transendental yang ditandai dengan tercukupinya kebutuhan batin, kedamaian hati, dan ketentraman jiwa dengan merasa bahwa tuhan selalu menyertai dan membimbing hidup individu 2) Kemampuan untuk memasuki kondisi spiritual yang dicirikan pada komitmen individu untuk menjalin hubungan yang dalam dengan tuhan, kekuatan iman, serta kepasrahan individu. 3) Kemampuan menanamkan nilai-nilai religius yang ditampakkan dalam aktivitas-aktivitas individu selalu merasa dalam koridor agama. 4) Kemampuan untuk memanfaatkan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan. 5) Kapasitas untuk berperilaku sholeh yang ditunjukkan dengan sikap yang mudah memberikan maaf, mensyukuri nikmat, kesederhanaan, serta mengasihi sesame. (Rahmat Azis; Proyeksi, Vol. 6 (2) 2011, 1-11)
http://lppm-unissula.com/jurnal.unissula.ac.id/index.php/proyeksi/article/view/242
Proses pembiasan pembelajaran dan penanam karakter kepada peserta didik merupakan pesan pembelajaran yang dapat peserta didik dapat amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Proses spritualitas dalam membangkitkan semangat etos belajar kepada peserta didik dengan ragam pelaksanaan pembiasan kegiatan ibadah dan kegiatan penunjang seperti kegiatan literasi, kegiatan upacara dan lain sebagainya.
Sekolah yang menjadi taman bermain anak dan pusat tumbuh kembang anak atau peserta didik sudah selayaknya menfasilitasi kegiatan pembelajaran yang bermakna dan menghadirkan kebahagian. Dalam Islam puncak kebahagian seorang Hamba ketika bertemu dengan Allah SWT. Begitu pun di sekolah yang dapat menghadirkan suasana religious dalam kegiatan pembelajaran dan menghadirkan suasana batin yang bahagia.
Sehingga proses bahagia akan membangun hakikat pendidikan mengenai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya dengan memiliki potensi spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara pada perkembangan zaman global saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H