https://berita.upi.edu/pedagogi-welas-asih%EF%BF%BC/
Ta’awun dan Ta’aruf
Idul adha merupakan momentum tergalinya pendidikan welas asih kepada sesama manusia. Serta menumbuhkan semangat pendidikan kebaikan kepada sesama manusia. Seperti yang tergambar dalam Al Quran yang Artinya “Dan tolongmenolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya.” (Qs Al-Maidah: 2).
Sikap Ta’awun atau tolong menolong dalam kebaikan perlu ditingkatkan dalam proses pembelajaran kehidupan. Sekolah menjadi tempat sarana penanam karakter kebaikan salah satunya dengan mengaktualisasikan ajaran Nabi Ibrahim melalui penyembelihin hewan qurban. Keadaban disekolah perlu contoh, perlu bimbingan dari guru kepada peserta didik, istilah Ki Hajar Dewantara perlu dibangun sistem pendidikan yang dinamakan dengan system Among.
Pada prinsipnya proses pembiasaan kepada nilai-nilai karakter kepada peserta didik diwujudkan dengan sikap amaliah perbuatan nyata. Ketika peserta didik telah dibekali dengan kajian teori maka perlu dibekali dan dipraktekkan pola pendekatan praktek. Sehingga peserta didik memiliki bekal pengetahuan yang seimbang dalam mempengaruhi kecerdasan akalnya. Seperti dalam kurikulum merdeka ada project penguatan profil pelajar pancasila.
Jiwa ta’awun perlu ditanamkan kepada peserta didik pasca Idul Adha atau kepada masyarakat luas yang memancarkan sifat kebaikan dan gotong royong serta kepedulian terhadap sesama. Jiwa-jiwa yang dilandasi dengan sikap yang menempatkan sisi kemanusian itu lebih unggul dan tinggi dalam bermasyarakat. Dalam salah satu hadits Nabi bersabda yang artinya, “Tidak halal bagi seorang Muslim untuk memboikot saudaranya lebih dari tiga hari. Mereka berdua bertemu namun yang satu berpaling dan yang lainnya juga berpaling. Dan yang terbaik di antara mereka berdua yaitu yang memulai dengan memberi salam.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Pendidikan dalam konsep pembelajaran Idul Adha mencerminkan sikap ta’aruf yaitu saling kenal mengenal sesama anak cucu Nabi Adam. Dalam membangun ta;aruf dilandasi dengan sikap ta;awun rasa kasih sayang kepada sesama. Dalam surat Al Hujarat dijelaskan ayat 13 yang artinya “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetaui lagi Mahateliti.”
.Dalam hadist Nabi Muhammad SAW diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan at-Tirmizi dari Ibnu mar bahwa ia berkata: Rasulullah saw melakukan tawaf di atas untanya yang telinganya tidak sempurna (terputus sebagian) pada hari Fatth Makkah (Pembebasan Mekah). Lalu beliau menyentuh tiang Kabah dengan tongkat yang bengkok ujungnya.
Beliau tidak mendapatkan tempat untuk menderumkan untanya di masjid sehingga unta itu dibawa keluar menuju lembah lalu menderumkannya di sana. Kemudian Rasulullah memuji Allah dan mengagungkan-Nya, kemudian berkata, “Wahai manusia, sesungguhnya Allah telah menghilangkan pada kalian kesombongan dan keangkuhan Jahiliah.
Wahai manusia, sesungguhnya manusia itu ada dua macam: orang yang berbuat kebajikan, bertakwa, dan mulia di sisi Tuhannya. Dan orang yang durhaka, celaka, dan hina di sisi Tuhannya. Kemudian Rasulullah membaca ayat: yaa ayyuhan nas inna khalaqnakum min zakarin wa untsa.. Beliau membaca sampai akhir ayat, lalu berkata, “Inilah yang aku katakan, dan aku memohon ampun kepada Allah untukku dan untuk kalian. (Riwayat Ibnu Hibban dan at-Tirmizi dari Ibnu Umar). https://quran.kemenag.go.id/surah/49
Kesimpulan