Kelompok yang anggota-anggotanya masih memiliki ikatan saudara ini, masih rajin melakukan latihan secara rutin.
Beruntung sekali, ketika berkunjung ke Sanggar Seni Badeng Waruga Jagat, mereka sedang mengadakan latihan rutin. Bahkan pada saat latihan pun mereka biasa mengenakan kostum seperti saat sedang pentas.
Menurut penuturan Kang Mamat, Kelompok Seni Badeng Waruga Jagat senantiasa berlatih untuk menjaga kekompakan dan meningkatkan keterampilan setiap pemain.
Pada event atau momen-momen tertentu, pagelaran seni badeng terkadang bisa menghadirkan suasana mistis. Terutama pada acara-acara yang bersifat ritual. Ada aura-aura yang tidak biasa, hadir melingkupi sekitar tempat pagelaran.
"Biasanya, sehari sebelum menggelar seni badeng, kami nyekar dulu ke makam karuhun, sekedar pamit untuk melestarikan budaya warisan leluhur," lanjut Kang Mamat yang diiyakan oleh Maestro Badeng, Bapak Yaya Sukarya.
"Badeng teh banda budaya titinggal karuhun. Kudu diruat, diraut, dirawat. Ngarah aya, tur ngajega tepi ka jaga. (Seni Badeng itu merupakan budaya peninggalan leluhur. Harus diruat, diraut dirawat. Supaya tetap ada hingga waktu yang lama.)," pesan sang Maestro.
Sebagai warisan budaya leluhur, Seni Badeng itu harus diruat, artinya digali dari akar budayanya. Disyukuri kelahiran dan kehadirannya. Didoakan dan diperlakukan dengan baik, agar terjaga keasliannya hingga waktu yang lama.
Selain itu, Seni Badeng juga harus diraut, artinya diperhalus, diperindah, dipercantik, diperbaiki, disesuaikan dengan kondisi terkini.Â
Sesuai dengan pepatah sunda, "ngindung ka waktu, ngabapa ka jaman". Artinya, sebagai sebuah seni pertunjukan, Seni Badeng harus mengikuti perkembangan waktu dan tuntutan zaman.
Dan yang tak kalah pentingnya, Seni Badeng itu harus dirawat atau bisa juga disebut dirumat, artinya diperlakukan dengan sangat baik dan hati-hati.Â
Dibersihkan dari hal-hal yang negatif. Ditempatkan di tempat yang terjaga kebersihan dan keamanannya.Â