Ada juga yang mengatakan, kata Badeng diadopsi dari bahasa Arab, Badi'un, yang artinya unik dan indah. Hal ini sangat memungkinkan, karena sebagai ulama, sudah barang tentu Arfaen Nursaen cukup fasih menggunakan bahasa Arab.Â
Dipandang dari keunikan bentuk tontonan dan waditra yang digunakan serta keindahan musik dan syair lagu-lagunya pun memang cukup mewakili bila istilah Badeng diadopsi dari kata Badi'un.
Awalnya, kesenian ini dimainkan oleh enam orang. Satu orang memainkan sepasang angklung kecil yang disebut angklung roel.Â
Pemain angklung roel ini bertindak sebagai dalang. Ia yang akan mengendalikan alur, arah dan ritme permainan secara keseluruhan.Â
Secara filosofis, sepasang angklung roel ini menyimbolkan sepasang pemimpin yang sangat dihormati pada waktu itu, yakni ulama dan umaro.Â
Sepasang angklung roel dipegang dan dimainkan oleh seorang dalang, artinya ulama dan umaro itu harus seiring sejalan.
Lalu ada sepasang pemain yang memainkan dogdog lojor. Hal ini merupakan simbol dari kehidupan yang senantiasa berpasangan.Â
Ada siang dan malam, laki-laki dan perempuan, baik dan buruk, dan sebagainya. Pemain-pemain waditra ini bertindak sebagai pengatur ritme permainan.
Satu orang pemain lagi memainkan empat buah angklung yang disebut angklung anak, dan satu orang berikutnya memainkan angklung Kecer.
Para pemain Seni Badeng, kecuali dalang dan pemain dogdog lojor, memainkan waditra-nya dalam posisi duduk, sehingga terkesan statis.Â