Agnesh sampai di halaman rumahnya saat jam menunjukkan pukul 22.03 WIB. Jantungnya sudah berdebar tak karuan. Bukan, bukan debaran saat kita akan menyatakan cinta kepada seseorang yang kita sukai. Tapi, ini adalah debaran yang membuat Agnesh takut akan kemarahan Ayahnya.
Dua hari ini dia membolos dan tak pulang ke rumahnya. Hari pertama karena kematian sang sahabat sehingga dia memberanikan dirinya untuk bolos. Jika, Agnesh mengatakan kepada Ayahnya kalau dia akan pergi ke pemakaman Aurel, sudah dapat dipastikan kalau Kailash tidak akan mengijinkan. Jadi, dia memilih membolos saja.
Hari kedua dia membolos karena memilih untuk mengantarkan Mbok Ningsih ke pemakaman Aurel. Karena beliau adalah sosok Ibu yang dijadikan Agnesh dan Aurel untuk pulang saat mendapatkan siksaan dari orang tua kandungnya. Bukankah beliau berhak untuk mengetahui kematian anaknya?
Agnesh mulai melangkahkan kakinya mendekat ke arah pintu, tangannya ragu-ragu untuk menekan bel yang ada disampingnya. "Semoga aja Ayah lembur," gumam Agnesh seraya mengatur napasnya.
TING NONG TING NONG
Setelah bel dibunyikan tak lama terdengar suara langkah kaki menuju pintu, membuat Agnesh yang berdiri di depannya gemetar ketakutan
Ceklek
Pintu terbuka, menampilkan sosok Kailash dengan raut wajah yang tak mengenakkan. Agnesh menelan ludahnya kasar. "A-ayah," cicit Agnesh dengan kepala menunduk, tangannya meremas tali tas yang digendongnya.
BRAK
Kailash menarik tangan Agnesh kasar, membuat gadis itu tersungkur hingga mengenai ujung meja yang cukup lancip. "DASAR GADIS BODOH!! PERGI KEMANA KAMU SELAMA DUA HARI INI HAH?"
Teriakan dari Kailash membuat Agnesh benar-benar ketakutan. Kenapa dia belum terbiasa juga dengan bentakan dan kata-kata dari Ayahnya. Padahal dia selalu mendengarnya setiap hari. "Maaf, Yah,"
"SAYA BERTANYA, KEMANA KAMU SELAMA DUA HARI INI SAMPAI BERANI MEMBOLOS?" Kailash meninggikan intonasi suaranya.
Agnesh menunduk takut. "Maaf Ayah. Ag-agnesh pergi ke rumah Aurel, Aurel meninggal," jujurnya, percuma juga jika dia berbohong.
Kailash memegang dagu Agnesh, menghadapkan wajah gadis itu pada wajahnya. "Kamu berani membolos hanya demi sahabat sialanmu itu?! Memangnya dengan kamu datang sahabatmu itu akan hidup lagi?" tatapan lelaki itu membara, bagaikan api yang siap membakar tubuh Agnesh.
"Aurel sahabatnya Agnesh, Yah. Jangan sekali-kali mencaci maki Aurel, cukup Agnesh aja," ujar Agnesh. Entah keberanian dari mana, hingga gadis itu berani untuk berbicara seperti itu kepada Sang Ayah.
PLAK
"ANAK KURANG AJAR, SUDAH BERANI MELAWAN SAYA KAMU?!!"
Agnesh tersungkur dengan memegangi pipinya. Panas menyapa area itu yang memang sejak awal sudah lebam. Kailash menamparnya dengan begitu kuat. Sampai-sampai tubuh Agnesh seperti mati rasa.
"Hanya gara-gara sahabat sialanmu itu, kamu berani melawan saya, iya?!!" maki Kailash dengan menendang tubuh Agnesh berkali-kali.
Agnesh menangis terisak. "Ampun Ayah, ampun," mohonnya dengan berderai air mata.
Agnesh meringkuk di lantai dengan tangan yang berusaha dia gunakan untuk melindungi kepalanya ketika Kailash menendangnya bertubi-tubi tanpa memberikan jeda sedikitpun.
"AMPUN AYAH!!" histeris Agnesh ketika Kailash tanpa sengaja menendang lututnya yang terluka. Rasanya seperti ditusuk benda tajam hingga menembus tulang-tulangnya.
"Kamu pikir, saya gak mahal biayain kamu sekolah? Dan kamu malah enak-enakan membolos? Memang dasar gadis bodoh!!" napas Kailash nampak terengah-engah. Dia menatap nyalang Agnesh yang sudah terbujur kaku di lantai.
BUGH
Kailash menendang Agnesh sekali lagi, lalu dia berlalu menaiki tanggak menuju kamarnya dengan tangan yang mengepal.
****
"Aurel, aku mau ketemu kamu," lirih Agnesh masih dengan menangis.
Dengan mata sembabnya, Agnesh mendongak. Mencoba menegakkan badannya meski terasa hancur remuk. Gagal, kakinya sudah terasa sangat sakit sampai-sampai untuk berdiri saja dia tidak bisa. Dengan berjalan ngesot, Agnesh memaksakan diri untuk sampai di kamarnya.
Sesampainya di kamar, Agnesh melirik ke arah nakas yang berada di samping tempat tidurnya. Kembali dia mengesot untuk sampai disana. Tangannya mengambil sebuah figura yang terdapat fotonya dan Aurel dengan tangan yang membentuk tanda peach. Sangat lucu.
Air matanya kembali mengalir mengingat kebersamaan-kebersamaan itu. bertemu dengan Aurel adalah anugerah baginya. Dengan hadirnya gadis itu, dia mengerti kebahagiaan yang sesungguhnya. Dia menemukan penopang yang membantunya berdiri saat kesusahan.
"Aurel, aku butuh kamu," lirih Agnesh.
Agnesh menegakkan badannya masih dengan selonjoran di lantai. Matanya bergerilya menjelajah seisi kamar. Hingga tatapannya terhenti ke atas meja belajar yang terdapat gunting disana. Ya, penyakitnya kambuh. Dia butuh benda tajam.
Agnesh mengesot kembali, menuju meja belajarnya. Tangannya dengan cekatan mengambil gunting. Setelah benda tajam itu berada ditangannya, Agnesh mengangkat lengan bleazernya hingga menampakkan lengannya yang putih mulus namun penuh dengan sayatan. Ujung gunting yang tajam, Agnesh arahkan ke pergelangan tangannya dan menggesernya bahkan sedikit menekan dengan cepat, hingga kulit mulusnya kembali terluka dan mengeluarkan darah segar.
Agnesh terisak, dia menggigit bibir bagian dalamnya untuk menahan isakan yang mungkin akan terdengar. tangannya masih dengan gencar menyayat lengannya dengan menggunakan ujung gunting yang tajam.
Self harm namanya. Ya, Agnesh mulai berperilaku seperti itu saat dirinya berusia 14 tahun. Beberapa kali Agnesh telah menemui psikologi. Namun, tak membuahkan hasil apapun. Dirinya juga membuat catatan pribadi atau diary bahkan selalu menuliskan perasaan negatif dalam buku jurnal. Tapi, lagi dan lagi tak ada hasil dari itu semua. Perilaku itu, masih tetap ada.
Self harm adalah masalah kesehatan mental seseorang yang berusaha menyakiti dirinya secara sengaja. Kata lain dari selfharm adalah self injury, yaitu tentang seseorang yang sengaja melakukan kerusakan pada tubuh dan membuat luka. Penderita biasanya akan menggunakan benda tajam, minum zat berbahaya, membenturkan kepalanya ke dinding, menyulut tangan dengan api atau bahkan menyuntikkan racun ke dalam tubuhnya.
Tindakan melukai diri sendiri itu juga dilakukan secara refleks. Namun, dilakukan secara sengaja dan sadarkan diri. Maka dari itu, penderita self harm harus dijauhkan dari benda-benda tajam, maupun zat-zat berbahaya lainnya.
Penyebab self harm bermacam-macam. Ada yang disebabkan stres berlebihan, bentuk kebencian terhadap diri sendiri, trauma masa kecil saat menjadi korban perundungan, pelampiasan emosi dan lain sebagainya.
Agnesh membung guntingnya ke sembarang arah saat merasa puas, lengan bleazer yang digunakannya sudah ternodai dengan darah yang terus mengalir dari luka yang dia buat.
Agnesh menatap nanar figura yang berisikan fotonya dengan Aurel ditangannya. "Maaf Aurel, aku masih nggak bisa melawan penyakit ini,"
"Maaf," lirihnya sekali lagi.
Seluruh tubuh Agnesh rasanya sangat sakit. Namun, hatinya jauh lebih sakit. Agnesh ingin bertemu dengan Aurel, bolehkah jika dia menyusulnya sekarang?
Bersambung...
Stay tuned untuk keseruan-keseruan berikutnya!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H