BUDAYA PATRIARKI DAN KESETARAAN GENDER
Judul         : Kajian & Dinamika Gender
Penulis       : Prof. Dr. Farida Hanum, M.Si.
Penerbit      : Intrans Publishing
Tahun terbit  : 2018
Halaman      : xiv + 232
ISBNÂ Â Â Â Â Â Â Â Â : 978-602-6293-31-2
      Istilah "gender" menjadi ramai diperbincangkan belakangan ini. Istilah tersebut selalu diikuti dengan istilah lain, seperti "feminis" dan "patriarki". Sebelum berbicara lebih jauh mengenai istilah-istilah tersebut, kita harus tahu lebih dulu apa itu "gender". Gender merupakan sifat yang melekat pada perempuan dan laki-laki yang dikonstruksikan secara sosial dan budaya. Misalnya, sifat perempuan yang lemah lembut, keibuan, dan emosional. Kemudian sifat laki-laki yang kuat, gagah, dan rasional. Meski ramai diperbincangkan, nyatanya istilah tersebut masih menjadi hal yang tabu bagi masyarakat. Feminisme masih dianggap tidak cocok dengan budaya masyarakat Indonesia karena keluar dari nilai-nilai yang sudah tertanam secara turun-temurun.
Konsep gender belum banyak diketahui secara merata oleh masyarakat. Padahal hubungan gender yang tidak seimbang telah melahirkan banyak kerugian dan permasalahan di dalam masyarakat itu sendiri. (hlm 1)
Orang-orang sering salah kaprah dengan istilah "feminisme" atau "kesetaraan gender". Mereka sering mengartikan bahwa gerakan feminisme atau kesetaraan gender adalah gerakan untuk melawan kaum laki-laki atau bahkan merombak tatanan sosial masyarakat. Padahal nyatanya, gerakan tersebut dilakukan untuk memperjuangkan nasib perempuan dan kesetaraan manusia di berbagai bidang kehidupan.
      Buku ini menjelaskan perihal gender, feminisme, patriarki, dan berbagai permasalahan seputar topik tersebut secara mendalam. Mulai dari penjelasan tentang perbedaan seks dan gender, sejarah gerakan feminisme di seluruh dunia, peran struktur sosial budaya terhadap gender, serta persoalan gender di berbagai bidang. Ketimpangan yang terjadi di berbagai bidang kehidupan --bisa dikatakan, disebabkan oleh konsep gender yang dianggap sebagai kodrat atau ketentuan Tuhan yang tidak bisa diganggu gugat. Padahal, konsep itu terbentuk melalui proses panjang yang dikonstruksi oleh masyarakat.
Sejarah perbedaan gender antara manusia jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu, terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, di antaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial atau kultural, melalui ajaran keagamaan dan negara. Melalui proses panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan seolah-olah bersifat biologis yang tidak bisa diubah lagi, sehingga perbedaan-perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai kodrat laki-laki dan kodrat perempuan. (hlm 7)
      Stereotip bahwa perempuan harus tetap di rumah dan mengurus anak dilanggengkan dengan adanya media massa. Seringkali iklan atau tayangan yang berkaitan dengan sektor rumah tangga --hampir selalu, dibintangi oleh perempuan. Hal tersebut secara tidak langsung terpahat di benak masyarakat bahwa perempuan harus berada di sektor tersebut. Padahal, kebutuhan rumah tangga merupakan kebutuhan semua manusia, tidak terkecuali laki-laki.
      Buku ini dapat dijadikan sumber untuk lebih memahami persoalan gender, feminisme, patriarki, dan kaitannya dengan berbagai sektor kehidupan. Semua itu dipaparkan dengan sederhana sehingga cukup mudah dipahami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H