Salah satu alasan banyak yang berjuang mati-matian untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri itu untuk mendapat biaya UKT yang lebih terjangkau jika dibandingkan dengan swasta. Tapi kemunculan PTN BH membuat keduanya serasa tidak ada bedanya. Karena beberapa alasan seperti Perguruan Tinggi Negeri dituntut mandiri, berhenti didanai pemerintah, serta bebas membuat keputusan tentang struktur biaya dan pengeluaran, hal-hal seperti itu memberikan pengaruh terhadap kenaikan UKT. Universitas dapat mematok biaya UKT yang lebih tinggi untuk menutupi berbagai kebutuhan kampus. Meskipun seharusnya sumber dana PTN BH adalah dari usaha yang dikelola oleh kampus, tapi kalau usahanya tidak menghasilkan untung yang signifikan, tentu lagi-lagi mahasiswa yang harus menombok.
Komersialisasi Pendidikan Berkedok Kemandirian Kampus
Sistem kemandirian membuat kampus berstatus PTN BH bebas melakukan usaha sebagai salah satu sumber dana. Hal ini membuka peluang besar terjadinya komersialisasi pendidikan. Beberapa kampus mencari pendapatan dengan menyewakan fasilitas seperti gedung, lapangan, dan ruang kuliah. Sebenarnya bukan masalah besar apabila penyewaan dibuka untuk orang umum. Tetapi masalahnya adalah hal tersebut juga berlaku bagi mahasiswa. Bayangkan saja, kita dipatok harga ketika akan menggunakan sebuah gedung kampus untuk acara kemahasiswaan. Lucu, kan? Bahkan untuk menggunakan fasilitas kampus sendiri saja masih harus mengeluarkan uang di luar UKT. Sudah UKT mahal, fasilitas berbayar lagi.
Pada dasarnya, PTN BH bisa saja dianggap menjadi sebuah inovasi positif di bidang pendidikan. Tapi banyak yang masih perlu dibenahi lagi untuk memastikan bahwa PTN BH benar-benar dapat memberikan manfaat yang terbaik. Dan yang terpenting, nggak semua kampus negeri sudah siap dilepas sama pemerintah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H