Mohon tunggu...
Indah Tamara Sihombing
Indah Tamara Sihombing Mohon Tunggu... Mahasiswa - Tim Klinik Etik dan Advokasi FH UNSRI

Membaca perkembangan hukum di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Komisi Yudisial RI, Garda Utama Penjaga Independensi Hakim

31 Agustus 2024   16:53 Diperbarui: 31 Agustus 2024   16:56 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komisi Yudisial RI sebagai pencegah Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Merendahkan Martabat Hakim (PMKH) terhadap hakim./Disway

Hakim kerap diibaratkan sebagai representasi atau wakil Tuhan, menjalankan perannya untuk menjatuhkan putusan akhir atas kasus-kasus yang ada di masyarakat, menempatkan dirinya untuk memeriksa, mengadili, hingga memutus perkara. Atas besarnya tanggung jawab tersebut, kejahatan terhadap hakim kerap kali terjadi. Tingkat kejahatan dan tindakan yang tergolong Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim (PMKH) kian meningkat. Adapun tindakan tersebut terjadi baik di dalam maupun di luar persidangan. Dengan demikian diperlukan adanya sebuah lembaga yang menjalankan fungsi advokasi terhadap keamanan hakim pada saat menjalankan tugasnya dalam menangani kasus-kasus.

PMKH tidak sama dengan Contempt of Court (COC)

Sebelumnya dikenal istilah Contempt of Court (CoC). PMKH sendiri tidak sama dengan (CoC), yang mana kajian CoC lebih luas daripada kajian PMKH. Pada awalnya dikenal istilah CoC yang ditafsirkan sebagai segala bentuk tindakan merendahkan marwah pengadilan, baik secara verbal maupun non-verbal baik terjadi di dalam maupun di luar persidangan. Namun jika ditelaah lagi, hakim sebagai salah satu subjek pengadilan tak terelakkan menjadi salah satu sasaran empuk penghinaan. Oleh sebab itu ide akan pentingnya hakim sebagai subjek yang harus dilindungi semakin digaungkan.

Terdapat berbagai tindakan PMKH yang pernah menjadi perhatian publik contohnya yakni penyerangan terhadap hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tahun 2019. Hal tersebut terjadi saat Ketua Majelis Hakim tengah membacakan putusan dengan Tommy Winata selaku penggugat dan 6 orang lainnya selaku tergugat. Merasa kesal karena merasa hakim tidak memahami kasus yang sedang ditangani, salah satu kuasa hukum Tommy Winata kemudian maju dan menyerang Ketua Majelis Hakim dan hakim anggota menggunakan ikat pinggang yang sebelumnya dikenakannya.

Bukan hanya itu, terjadi juga penyerangan terhadap Hakim Ketua Pengadilan Agama Lumajang, Zulkifli pada Oktober 2022. Hal tersebut terjadi saat hakim tengah membacakan putusan atas gugatan cerai yang dilayangkan oleh Humairoh terhadap suaminya, Sunandiono. putusan yang dibacakan hakim tersebut pada intinya mengabulkan gugatan cerai tersebut. Awalnya, Hakim Zulkifli berniat untuk menenangkan Sunandiono yang terlihat emosi dan melakukan kekerasan pada istrinyna. Namun tiba-tiba Sunandiono melemparkan kursi besi kepada hakim yang sebelumnya digunakan untuk menganiaya istrinya. Akibatnya, Hakim Zulkifli mengalami luka di bagian pelipisnya.

Diluar dua contoh kasus diatas, masih banyak kasus berupa tindakan kekerasan dan PMKH terhadap hakim di Indonesia, yang dapat kita saksikan dan diliput pada berbagai media, baik yang diselesaikan melalui jalur hukum ataupun berakhir dengan damai. Istilah PMKH sendiri muncul dalam Peraturan Komisi Yudisial Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Advokasi Hakim, yang sekaligus menjadi dasar hukum pencegahan dan prosedural penyelesaian PMKH. PMKH adalah segala bentuk perbuatan orang perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang mengganggu proses pengadilan, atau hakim dalam memeriksa, mengadili, memutus perkara, mengancam keamanan persidangan, menghina hakim dan pengadilan. Adanya PMKH bukan hanya dapat menyerang fisik, namun juga psikis profesi hakim. Tindakan PMKH ini sangatlah berpotensi mengganggu independensi Wakil Tuhan tersebut dalam memberikan putusan yang seadil-adilnya.

 

 

Tindakan PMKH dan Peran Komisi Yudisial RI

Sebagaimana diungkapkan diatas, banyak kasus yang terindikasi maupun telah terbukti PMKH terjadi di dalam maupun di luar persidangan di Indonesia. Dalam hal ini, Komisi Yudisial (KY) RI menjalankan perannya dalam advokasi hakim, yang mana KY RI telah menangani sebanyak 118 kasus selama periode tahun 2015-2018. Hal tersebut sejalan dengan data dari Kantor Penghubung KY Sumatera Selatan, disebutkan bahwa setidaknya terdapat lebih dari 2000an kasus terindikasi PMKH. "Di Sumatera Selatan sendiri terdapat beberapa daerah yang menjadi zona merah terjadinya PMKH yakni di wilayah Lubuk Linggau, Sekayu, dan Lahat. Latar belakang masyarakat yang masih tradisional dan berdasarkan adat menjadi salah satu faktor banyaknya penyerangan terindikasi PMKH di daerah zona merah tersebut," ungkap Koordinator Kantor Penghubung KY Sumsel, Ibu Zaimah Husin,S.H.,M.H. saat ditemui Tim Klinik Etik dan Advokasi FH UNSRI pada Jumat (28/06/2024).

Terkait adanya laporan telah terjadinya PMKH, KY RI menjadi garda terdepan dalam menjaga independensi hakim dengan memastikan keamanan hakim terjamin. KY RI menempatkan dirinya untuk menjaga kehormatan martabat hakim dengan melakukan pengawasan pengadilan dan persidangan. Pengawasan yang dimaksud meliputi apakah telah terdapat tata tertib umum dan tata tertib persidangan pada ruang sidang, kesesuaian prototype gedung pengadilan, terpenuhinya sarana prasarana pendukung sistem keamanan pengadilan, alokasi anggaran untuk keamanan pengadilan, serta ada atau tidaknya sumber daya manusia untuk pengamanan perngadilan.

Selain itu, KY RI juga berwenang untuk mengambil langkah hukum atas adanya tindakan yang merupakan PMKH terhadap hakim. Seseorang yang terbukti melakukan PMKH dapat dilaporkan pada aparat penegak hukum terkait, serta dapat dikenai sanksi berdasarkan KUHP, sebab PMKH tergolong dalam tindakan mengganggu proses persidangan, penghinaan, pengancaman, dan bahkan pada kasus tertentu dapat berujung pada pembunuhan hakim atau keluarga hakim. Oleh sebab itu, baik pencegahan maupun pelaporan terjadinya PMKH menjadi peran setiap orang yang terlibat dalam persidangan. Dalam hal tersebut KY RI menjalankan peran advokasi terhadap hakim demi menjamin kemanan hakim yang bermuara pada independensi hakim.

Kesadaran hukum kita sebagai masyarakat menjadi faktor penting yang melatarbelakangi marak terjadinya tindakan PMKH. Sadar atau tidak, tindakan seperti memotret di persidangan tanpa izin, menghina putusan hakim, melakukan terror terhadap hakim dan keluarganya, mengkritik putusan hakim tanpa alasan akademis, memberikan ancaman pembunuhan, bahkan berperilaku tidak sopan saat mengikuti persidangan dapat terkategori dalam PMKH. Padahal dengan tindakan tersebut, tidak tertutup kemungkinan independensi hakim dapat terganggu dalam menjalankan profesinya. Selain itu, perlindungan terhadap hakim dalam menjalankan profesinya, memang perlu mendapatkan perhatian yang lebih ekstra. Hal tersebut menjadi tantangan bagi KY RI selaku lembaga negara yang menjalankan fungsinya dalam mencegah terjadinya perbuatan yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim itu sendiri.

Kunjungan Tim Klinik Etik dan Advokasi FH Unsri ke Kantor Penghubung KY Sumatera Selatan. Dokumentasi pribadi.
Kunjungan Tim Klinik Etik dan Advokasi FH Unsri ke Kantor Penghubung KY Sumatera Selatan. Dokumentasi pribadi.

Menjadi pertanyaan kemudian adalah bagaimana cara meningkatkan kesadaran hukum masyarakat agar tercapai keamanan dan independensi hakim yang pada akhirnya akan bermuara pada diperolehnya keadilan yang seadil-adilnya? Atas dasar ini, KY RI menginisiasi kerja sama dengan beberapa Fakultas Hukum pada Perguruan Tinggi di Indonesia yang tergabung dalam Klinik Etik dan Advokasi, yang tercatat telah bekerjasama dengan 9 Perguruan Tinggi per tahun 2023. Ini merupakan salah satu langkah nyata yang diambil oleh KY RI dalam rangka mengedukasi masyarakat seraya mengadvokasi hakim akan tindakan PMKH yang tidak terduga kapan akan terjadi dan akan dilakukan oleh siapa.

KY RI memang mengemban tugas dalam mengadvokasi hakim atas adanya PMKH. Namun tidak berhenti sampai disitu saja sebab pencegahan PMKH adalah tugas semua pihak, baik aparat penegak hukum maupun masyarakat. Dengan demikian kesadaran hukum masyarakat juga harus senantiasa dikembangkan dengan cara memberikan edukasi tentang PMKH terhadap terganggunya kemanan dan independensi hakim.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun