Hakim kerap diibaratkan sebagai representasi atau wakil Tuhan, menjalankan perannya untuk menjatuhkan putusan akhir atas kasus-kasus yang ada di masyarakat, menempatkan dirinya untuk memeriksa, mengadili, hingga memutus perkara. Atas besarnya tanggung jawab tersebut, kejahatan terhadap hakim kerap kali terjadi. Tingkat kejahatan dan tindakan yang tergolong Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim (PMKH) kian meningkat. Adapun tindakan tersebut terjadi baik di dalam maupun di luar persidangan. Dengan demikian diperlukan adanya sebuah lembaga yang menjalankan fungsi advokasi terhadap keamanan hakim pada saat menjalankan tugasnya dalam menangani kasus-kasus.
PMKH tidak sama dengan Contempt of Court (COC)
Sebelumnya dikenal istilah Contempt of Court (CoC). PMKH sendiri tidak sama dengan (CoC), yang mana kajian CoC lebih luas daripada kajian PMKH. Pada awalnya dikenal istilah CoC yang ditafsirkan sebagai segala bentuk tindakan merendahkan marwah pengadilan, baik secara verbal maupun non-verbal baik terjadi di dalam maupun di luar persidangan. Namun jika ditelaah lagi, hakim sebagai salah satu subjek pengadilan tak terelakkan menjadi salah satu sasaran empuk penghinaan. Oleh sebab itu ide akan pentingnya hakim sebagai subjek yang harus dilindungi semakin digaungkan.
Terdapat berbagai tindakan PMKH yang pernah menjadi perhatian publik contohnya yakni penyerangan terhadap hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tahun 2019. Hal tersebut terjadi saat Ketua Majelis Hakim tengah membacakan putusan dengan Tommy Winata selaku penggugat dan 6 orang lainnya selaku tergugat. Merasa kesal karena merasa hakim tidak memahami kasus yang sedang ditangani, salah satu kuasa hukum Tommy Winata kemudian maju dan menyerang Ketua Majelis Hakim dan hakim anggota menggunakan ikat pinggang yang sebelumnya dikenakannya.
Bukan hanya itu, terjadi juga penyerangan terhadap Hakim Ketua Pengadilan Agama Lumajang, Zulkifli pada Oktober 2022. Hal tersebut terjadi saat hakim tengah membacakan putusan atas gugatan cerai yang dilayangkan oleh Humairoh terhadap suaminya, Sunandiono. putusan yang dibacakan hakim tersebut pada intinya mengabulkan gugatan cerai tersebut. Awalnya, Hakim Zulkifli berniat untuk menenangkan Sunandiono yang terlihat emosi dan melakukan kekerasan pada istrinyna. Namun tiba-tiba Sunandiono melemparkan kursi besi kepada hakim yang sebelumnya digunakan untuk menganiaya istrinya. Akibatnya, Hakim Zulkifli mengalami luka di bagian pelipisnya.
Diluar dua contoh kasus diatas, masih banyak kasus berupa tindakan kekerasan dan PMKH terhadap hakim di Indonesia, yang dapat kita saksikan dan diliput pada berbagai media, baik yang diselesaikan melalui jalur hukum ataupun berakhir dengan damai. Istilah PMKH sendiri muncul dalam Peraturan Komisi Yudisial Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Advokasi Hakim, yang sekaligus menjadi dasar hukum pencegahan dan prosedural penyelesaian PMKH. PMKH adalah segala bentuk perbuatan orang perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang mengganggu proses pengadilan, atau hakim dalam memeriksa, mengadili, memutus perkara, mengancam keamanan persidangan, menghina hakim dan pengadilan. Adanya PMKH bukan hanya dapat menyerang fisik, namun juga psikis profesi hakim. Tindakan PMKH ini sangatlah berpotensi mengganggu independensi Wakil Tuhan tersebut dalam memberikan putusan yang seadil-adilnya.
Â
Â
Tindakan PMKH dan Peran Komisi Yudisial RI
Sebagaimana diungkapkan diatas, banyak kasus yang terindikasi maupun telah terbukti PMKH terjadi di dalam maupun di luar persidangan di Indonesia. Dalam hal ini, Komisi Yudisial (KY) RI menjalankan perannya dalam advokasi hakim, yang mana KY RI telah menangani sebanyak 118 kasus selama periode tahun 2015-2018. Hal tersebut sejalan dengan data dari Kantor Penghubung KY Sumatera Selatan, disebutkan bahwa setidaknya terdapat lebih dari 2000an kasus terindikasi PMKH. "Di Sumatera Selatan sendiri terdapat beberapa daerah yang menjadi zona merah terjadinya PMKH yakni di wilayah Lubuk Linggau, Sekayu, dan Lahat. Latar belakang masyarakat yang masih tradisional dan berdasarkan adat menjadi salah satu faktor banyaknya penyerangan terindikasi PMKH di daerah zona merah tersebut," ungkap Koordinator Kantor Penghubung KY Sumsel, Ibu Zaimah Husin,S.H.,M.H. saat ditemui Tim Klinik Etik dan Advokasi FH UNSRI pada Jumat (28/06/2024).