Pemikiran empirio-kritisisme atau "Machisme" merujuk pada pandangan filosofis yang dikembangkan oleh filsuf Ernst Mach dan sejawatnya Richard Avenarius. Pemikiran ini menekankan pada pengalaman sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang sah dan menolak eksistensi entitas atau realitas di luar pengalaman tersebut. Hal ini sering kali dianggap sebagai kombinasi antara sifat subjektif dan idealisme. Bagi pemikiran ini, realitas adalah konstruksi dari pengalaman individu dan tidak dapat ditemukan di luar pemikiran atau persepsi subjektif.
Hubungan antara pemikiran empirio-kritisisme atau Machisme dengan korupsi mungkin bisa dijelaskan melalui beberapa konsep atau interpretasi:
- Sifat Subjektif dan Pengalaman Individu:
Dalam konteks korupsi, pandangan yang sangat subjektif terhadap moralitas dan etika dapat muncul. Beberapa individu atau kelompok mungkin memiliki pandangan yang merelatifkan terhadap tindakan korupsi, tergantung pada konteks budaya atau nilai-nilai individu. Pandangan subjektif ini dapat memengaruhi cara masyarakat menilai dan merespon tindakan korupsi.
- Idealisme dan Pembenaran Subjektif:
Pemikiran ini menolak adanya realitas objektif di luar pengalaman subjektif. Dalam hal korupsi, pandangan idealis ini mungkin menyebabkan pembenaran subjektif terhadap tindakan korupsi oleh individu atau kelompok tertentu. Mereka mungkin merancang justifikasi yang bersifat idealis untuk membenarkan tindakan korupsi yang mungkin dianggap tidak etis oleh standar objektif.
- Kritisisme terhadap Struktur dan Institusi:
Pemikiran ini dapat memunculkan kritisisme terhadap struktur sosial dan institusi yang mungkin dianggap sebagai "konstruksi" yang dapat dirubah atau dimanipulasi sesuai dengan interpretasi subjektif. Dalam hal korupsi, hal ini bisa diartikan sebagai pembenaran terhadap tindakan korupsi dengan mengkritik atau meragukan legitimasi institusi yang menentangnya.
- Persepsi Sebagai Kenyataan:
Konsep bahwa realitas hanya dapat dipahami melalui pengalaman subjektif dapat membawa pada pemahaman bahwa persepsi terhadap tindakan korupsi mungkin dianggap sebagai kenyataan. Ini dapat memunculkan interpretasi yang bervariasi dan merelatifkan terhadap tingkat keparahan atau kesalahan tindakan korupsi.
Meskipun pemikiran empirio-kritisisme atau Machisme tidak secara langsung membahas korupsi, aspek-aspek sifat subjektif dan idealis dalam pandangan ini dapat memberikan pandangan yang berbeda dalam memahami dan merespons fenomena sosial seperti korupsi. Interpretasi tindakan korupsi dapat dipengaruhi oleh cara individu atau kelompok memahami realitas melalui lensa pengalaman dan konstruksi mental mereka sendiri.
Empirisme logis
Emprisime logis menerapkan analisis logis modern dalam pemecahan permasalahan filsafat dan persoalan ilmiah. Pemikiran empiris logis didasarkan pada tiga prinsip. Pertama dan terpenting, empirisme memiliki keterbatasan. Ketidakmampuan untuk membuktikan logika formal dan penyimpual induktif hanya dengan pengalaman merupakan salah satu dari batasan ini. Kedua, semua jenis proposisi yang benar dapat dikaitkan dengan proposisi yang berkaitan dengan data indrawi. Satu-satunya data indrawi yang dapat menerima prinsip ini adalah data indrawi yang telah ada secara instan. Ketiga, pertanyaan tentang kenyataan terdalam tidak memiliki makna.
Analisis logis modern dalam konteks pemecahan permasalahan filsafat dan persoalan ilmiah seringkali melibatkan metode matematis dan logika formal untuk mengidentifikasi dan mengklarifikasi hubungan antar konsep serta pernyataan. Dalam hal korupsi, analisis logis modern dapat memberikan pendekatan yang sistematis dan ketat untuk memahami aspek-aspek tertentu dari fenomena ini:
- Definisi yang Jelas:
Analisis logis dapat membantu dalam merumuskan definisi yang jelas dan tepat mengenai apa yang dimaksud dengan korupsi. Penggunaan logika formal dapat membantu dalam merinci elemen-elemen esensial yang melekat pada konsep korupsi dan membedakannya dari fenomena lain.
- Identifikasi Sebab-Akibat: