Dika mencoba meraih tangan Maya, tetapi Maya menarik tangannya perlahan. "Maafkan aku, Maya. Aku benar-benar mencintaimu," ucap Dika dengan penuh penyesalan.
Maya mengangguk perlahan, menangis dalam keheningan. Dia tahu bahwa meskipun cinta mereka begitu dalam, mereka harus berpisah karena bayangan masa lalu yang kembali menerpa.
Dengan hati yang hancur, Maya mengucapkan selamat tinggal pada Dika. Mereka berdua merasakan kehilangan yang mendalam, namun juga mengetahui bahwa cinta mereka harus menghadapi ujian yang tidak bisa mereka lewati saat ini.
Dika pergi dengan langkah yang berat, meninggalkan galeri seni yang sebelumnya penuh dengan kebahagiaan dan kenangan indah mereka bersama. Sementara itu, Maya duduk sendiri di tengah ruangan yang sunyi, mengingat semua momen-momen indah yang pernah mereka bagikan bersama, sambil menangis dalam kesedihan yang tak terucapkan.
Tahun telah berlalu, Dika telah meninggalkan kota itu dengan lisa,di sisi lain Maya tiba-tiba jatuh sakit parah. Dia harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit, dan diagnosisnya sangat mengejutkan bagi keluarganya .Maya didiagnosis dengan penyakit langka yang mempengaruhi sistem pernapasan dan jantungnya.Meskipun tubuh Maya terasa lemah akibat penyakit yang menggerogoti kekuatannya, hatinya tetap kuat. Setiap hari, dia menyendiri di sudut studio lukisnya yang penuh dengan cahaya temaram, menemukan kedamaian dalam sapuan kuas dan warna-warna yang memenuhi kanvas putih di depannya.maya mulai melukis Lukisan indah yang memperlihatkan sebuah rumah kayu dengan jendela-jendela besar menghadap ke laut biru yang tenang. Di sekeliling rumah, terhampar taman kecil dengan bunga-bunga warna-warni yang tersusun rapi. Lukisan ini bukan hanya tentang rumah yang dulu ia impikan bersama Dika ,tetapi juga tentang masa depan yang idam-idamkan yang sekarang telah mulai ia kubur dalam-dalam.
Setelah beberapa Minggu Lukisan itu akhirnya selesai. Maya menatapnya dengan mata penuh harap, seolah menemukan keajaiban di antara warna-warni yang tersusun rapi di atas kanvas. Dia memutuskan untuk memajangnya di galeri seni setempat, meskipun ragu apakah lukisan itu akan diterima dengan baik oleh publik.
Hari pembukaan galeri tiba. Maya duduk di sudut ruangan dengan pakaian putih simpel yang melambangkan ketulusan hatinya. Pengunjung berdatangan, mengagumi setiap detail lukisan-lukisan di dinding. Ketika tiba giliran lukisan Maya, orang-orang terpesona oleh keindahan dan kekuatan emosional yang terpancar dari karya itu.
Seorang pengunjung penasaran mendekati Maya, tersenyum lembut sambil menatap lukisan itu. Dengan hati yang bergetar, Maya menjawab pertanyaan tentang latar belakang lukisan itu dengan suara yang hangat namun penuh dengan rasa pahit dalam senyumnya, "Lukisan ini adalah ungkapan cintaku yang paling dalam untuk seseorang yang tidak pernah berhenti menjadi inspirasiku."
Di antara gemerlap lampu galeri dan bisikan-bisikan pengunjung yang kagum, Maya merasa lega. Karyanya bukan hanya menggambarkan keindahan visual, tetapi juga menceritakan sebuah kisah cinta yang abadi, meleburkan kepedihan dan kekuatan dalam sebuah lukisan yang akan dikenang selamanya.Dalam hati, Maya berharap dengan segenap harapan bahwa suatu hari nanti Dika akan kembali dan melihat lukisan itu.
"Dika, aku mencintaimu lebih dari segalanya," ucapnya dengan nada yang lemah. "Jangan pernah lupakan aku ,aku akan abadi di lukisan-lukisan ku,jika kau nanti rindu akan diriku, kembalilah dan lihat lukisan ini", setelah mengucapkan itu maya meneteskan airmata dan keluar dari galeri seni.
Beberapa hari kemudian, Maya meninggalkan dunia ini. Maya sudah tak kuat lagi berjuang sekuat tenaga untuk melawan penyakitnya, sekarang dia telah menyerah,Maya mungkin telah pergi dari dunia ini, namun kenangan indah di dalam karya-karyanya tetap hidup, Di galeri seni kota, untuk mengenang maya sebagai pelukis yang hebat ,sebuah pameran khusus diadakan untuk karya-karya indah nya. Lukisan-lukisan dan cerita-cerita di balik karya seni yang ia ciptakan dari tangannya menceritakan kehidupannya dan cintanya yang tulus kepada kekasihnya yang selalu ia tunggu kehadirannya sampai ia menghembuskan nafas terakhirnya.