Mohon tunggu...
Indah Nur Faizah
Indah Nur Faizah Mohon Tunggu... Administrasi - Education Quality Assurance Agency

Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apa Itu Evaluasi Model CIPPO? Pahami Pengertian, Komponen dan Tujuannya

17 Mei 2024   16:02 Diperbarui: 18 Mei 2024   06:01 1234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum masuk ke pembahasan mengenai evaluasi model CIPPO mari kita bahas secara singkat pengertian dari evaluasi tersendiri. Secara sadar ataupun tidak semua orang pernah mengevaluasi dirinya dalam setiap aspek kehidupan dengan mengidentifikasi perbandingan antara proses rencana dengan hasil yang dicapai. Ditinjau dari contoh tersebut, evaluasi diartikan sebagai proses mengukur dan menentukan nilai suatu objek.

Dalam buku yang ditulis oleh pakar evaluasi bernama Stufflebeam dengan judul "The CIPP Evaluation Model" dijelaskan bahwasannya evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambilan keputusan dalam menentukan alternatif keputusan. Melalui adanya evaluasi tersebut dapat diketahui sejauh mana tercapainya tujuan yang diharapkan. Untuk melakukan evaluasi hakikatnya terdapat banyak model yang dapat digunakan. Meskipun antara satu dengan lainnya berbeda, namun memiliki maksud sama yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan objek yang dievaluasi, dengan tujuan menyediakan informasi bagi pengambil keputusan dalam menentukan tindak lanjut suatu program.

Menurut pendapat Daryanto dalam (Purwanto, 2014) menjelaskan model evaluasi menjadi empat, diantaranya: measurement model, congruence model, educational system evaluation model, dan illuminative model.  Sedangkan Kaufman dan Thomas dalam (Arikunto, 2004) membedakan model evaluasi menjadi delapan, yakni:

 (1) Goal Oriented Evaluation model, dikembangkan oleh Tyler

Goal Oriented Evaluation Model merupakan model yang muncul paling awal. Adapun yang menjadi objek pengamatan pada model ini adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan jauh sebelum program dimulai. Evaluasi ini dilaksanakan secara berkesinambungan, terus menerus, mengecek seberapa jauh tujuan tersebut sudah terlaksana didalam proses pelaksanaan program.

(2) Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh Michael Scriven

Model evaluasi ini dikatakan berlawanan dengan model pertama yang dikembangkan oleh Tyler, evaluator terus menerus memantau tujuan, yaitu sejak awal proses terus melihat sejauh mana tujuan tersebut sudah dapat dicapai, dalam model Goal Free Evaluation (evaluasi lepas dari tujuan) justru menoleh dari tujuan. Menurut Michael Scriven, dalam melaksanakan evaluasi program, evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program. Hal yang perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya program, dengan jalan mengidentifikasikan penampilan-penampilan yang terjadi, baik hal-hal positif maupun hal-hal negatif. Maksud dari "evaluasi lepas dari tujuan" bukannya lepas sama sekali dari tujuan, tetapi hanya mempertimbangkan tujuan umum yang akan di capai oleh program, bukan secara rinci per komponen

 (3) Formatif Summatif Evaluation Model, dikembangkan oleh Michael Scriven

Selain mencetuskan Goal Free Evaluation Model, Michael Scriven juga mengembangkan model formatif sumatif. Model ini menunjuk adanya tahapan dan lingkup objek yang dievaluasi, yaitu evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih berjalan (disebut evaluasi formatif) dan ketika program sudah selesai atau berakhir (disebut evaluasi summatif). Evaluasi formatif secara prinsip merupakan evaluasi yang dilaksanakan ketika program masih berlangsung atau ketika program masih dekat dengan permulaan kegiatan. Tujuan evaluasi formatif tersebut adalah mengetahui seberapa jauh program yang dirancang dapat berlangsung, sekaligus mengidentifikasikan hambatan. Melalui pengetahuan hambatan dan hal-hal yang menyebabkan program tidak lancar, pengambil keputusan secara dini dapat mengadakan perbaikan dan mendukung kelancaran pencapaian tujuan program. Evaluasi summatif dilakukan setelah program berakhir. Tujuan dari evaluasi summatif yakni untuk mengukur ketercapaian program.

 (4) Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake

Model evaluasi ini menekankan pada dua dasar kegiatan dalam evaluasi ialah Description dan Judgument dan membedakan adanya tiga tahap dalam program pendidikan yaitu: Antecdents (Context), Transaction (Process), dan Outcomes (Output).
Matrix Description menunjukkan Intens (Goals) dan Observation (Effects) atau yang sebenarnya terjadi. Judgement mempunyai dua aspek yaitu Standard dan Judgement.
Stake mengatakan apabila kita menilai suatu program pendidikan kita melakukan perbandingan yang relatif antara satu program dengan yang lain atau perbandingan yang absolut (satu program dengan standar). Penekanan yang umum atau hal yang penting dalam hal ini adalah bahwa evaluator yang membuat penilaian tentang program yang dievaluasi. Stake mengatakan bahwa description di satu pihak berbeda dengan Judgement atau menilai. Pada model ini antecedens (masukan), transaction (proses), dan outcomes (hasil) data dibandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan tujuan dengan keadaan yarig sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolut, untuk menilai manfaat program. Stake mempertegas bahwasannya tak ada evaluasi dapat diandalkan apabila tidak dinilai.

(6) CSE-UCLA Evaluation Model

CSE-UCLA terdiri dari dua singkatan, yaitu CSE dan UCLA, CSE merupakan akronim dari Center For Study Of Evaluation, sedangkan UCLA merupakan singkatan dari University Of California In Los Angles. Ciri dari model CSE-UCLA adalah ada lima tahapan yang dilakukan dalam melakukan evaluasi, yaitu perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil, dan dampak.

 (7) CIPP Evaluation Model, dikembangkan oleh Stufflebeam 

Model evaluasi ini diartikan sebagai model yang memandang program yang dievaluasi sebagai suatu sistem. Adapun akronim CIPP yakni context evaluation, input evaluation, process evaluation, product evaluation, dan outcome evaluation.

(8) Discrepancy Model dikembangkan oleh Provus

Model ini menonjolkan gap implementasi program, sehingga evaluasi yang dilakukan oleh evaluator terhadap program dapat mengukur besarnya gap yang ada pada masing-masing komponen

Pada pembahasan artikel kali ini yang akan dibahas lebih lanjut yakni model CIPPO yang merupakan perluasan dari evaluasi model CIPP.

Pengertian Evaluasi Model CIPPO

Model evaluasi CIPPO merupakan model yang paling banyak dikenal. Model CIPP dikembangkan oleh Stufflebeam, dkk (1967). CIPP merupakan akronim  dari Context Evaluation, Input Evaluation, Process Evaluation, dan Product Evaluation. Model CIPP adalah model yang memandang sebuah program sebagai sebuah sistem,dengan demikian, jika evaluator telah menentukan akan menggunakan model ini maka mau tidak mau mereka harus menganalisis program tersebut berdasarkan komponen-komponenya. Saat ini model evaluasi CIPP diperluas oleh seorang ahli evaluasi dari University of Washington yang bernama Gilbert Sax, ia menambahkan komponen outcome sehingga menjadi model CIPPO. Model CIPP hanya berhenti untuk mengukur output atau produk akan tetapi model CIPPO mengukur hingga outcome atau dampak (kebermanfaatan). Adapun akronim dari CIPPO yakni context (konteks),input (masukan), process (proses), product (produk), dan outcome (dampak).

Model CIPPO dianggap sebagai model evaluasi yang lebih komprehensif dibandingkan dengan model evaluasi lainnya. Hal ini dikarenakan model evaluasi CIPPO memiliki pendekatan yang holistik sehingga memberikan gambaran yang sangat detail dan luas terhadap pelaksanaan program atau objek, mulai dari konteksnya hingga dari dampak program. Pengembangan model ini juga dianggap mampu menggambarkan keberhasilan suatu program secara detail. Sesuai yang disampaikan pendapat Jaedun (2010) mengenai komponen tambahan yang diperlukan dalam proses evaluasi yaitu pengukuran terhadap dampak atau outcome guna mengetahui bagaimana keberhasilan pengguna program pada suatu objek.

Komponen Evaluasi Model CIPPO

  • Komponen Konteks (Context)

Evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek (Arikunto, 2004). Konteks ini juga membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program dan merumuskan tujuan program.

  • Komponen Masukan (Input)

Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses pendidikan yang meliputi:

1)  Sumber daya manusia seperti guru, konsultan, karyawan, peserta didik, wali murid, masyarakat.  Selain itu adalah sarana-prasarana dan dana.

2) Input perangkat seperti struktur organisasi, peraturan, deskripsi kerja, rencana dan perangkat evaluasi.

3) Input harapan seperti visi, misi, dan tujuan yang ingin dicapai untuk sekolah (Umaedi, 2000).

  • Komponen Proses (Process)

Evaluasi proses dalam model CIPP ini menunjuk pada "apa" (what) kegiatan yang dilakukan dalam program, "kapan" (when) kegiatan akan selesai (Arikunto, 2004). Jadi evaluasi proses ini mengarah kepada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan dalam sebuah program sudah terlaksana sesuai dengan rencana.

  • Komponen Produk (Product) atau hasil

Evaluasi produk atau hasil diarahkan pada hal-hal yang menunjukkan perubahan yang terjadi pada masukan mentah.  Evaluasi produk ini juga untuk menolong keputusan selanjutnya (Arikunto, 2004). Apa hasil yang telah dicapai? Apa yang dilakukan setelah program berjalan?

  • Komponen Dampak (Outcome)

Evaluasi Outcome adalah evaluasi terhadap kebermanfaatan program bagi objek atau tempat yang menjalankan program. Adapun pengukuran dampak ini nantinya dapat dijadikan acuan atau dasar dalam pengambilan keputusan apakah program tetap dilanjutkan dengan perbaikan atau bahkan dihentikan.

Tujuan Evaluasi Model CIPPO

Terdapat enam langkah yang dilaksanakan yaitu menentukan apa yang akan di kontrol, membuat seperangkat standar, mengukur hasil, melakukan perbandingan antara hasil dengan standar, mengukur hasil, dan melakukan perbandingan antara hasil dengan standar, menemukan alasan penyimpangan dan melaksanakan koreksi. Adapun menurut (Mulyatiningsih, 2011) tujuan dilaksanakan evaluasi  program ialah untuk:

  • Menunjukkan sumbangan program terhadap pencapaian tujuan organisasi. Hasil evaluasi ini penting untuk mengembangkan program yang sama ditempat lain.
  • Mengambil keputusan tentang keberlanjutan sebuah program, apakah program perlu diteruskan, diperbaiki atau dihentikan.

Dilihat dari tujuannya, yaitu ingin mengetahui kondisi sesuatu, maka evaluasi program dapat dikelompokkan sebagai salah satu bentuk penelitian evaluatif. Oleh karena itu, dalam evaluasi program, pelaksana berfikir dan menentukan langkah bagaimana melaksanakan penelitian. Adapun menurut Arikunto dan Safrudin bahwasannya terdapat dua macam tujuan evaluasi, yakni tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan pada keseluruhan program. Sedangkan tujuan khusus diarahkan pada masing-masing komponen (Arikunto, 2004). Pendapat tersebut senada dengan Sudijono yang menyatakan bahwa tujuan evaluasi program di sekolah terbagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus (Anas, 2003). Adapun penjelasan secara rinci dari masing-masing tujuan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tujuan umum

  • Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti terkait taraf perkembangan atau kemajuan yang dialami oleh peserta didik, setelah mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu
  • Untuk mengetahui tingkat efektifitas dari metode-metode pengajaran yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu

2. Tujuan Khusus

  • Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan
  • Untuk mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa evaluasi program merupakan sebuah penelitian evaluatif atau penelitian yang mempunyai ciri khusus, yaitu melihat keterlaksanaan program sebagai realisasi kebijakan, untuk menentukan tindak lanjut dari sebuah program. Oleh karenanya, evaluasi program bertujuan menyediakan informasi, data, serta rekomendasi bagi pengambil kebijakan untuk memutuskan apakah akan melanjutkan, memperbaiki atau menghentikan sebuah program.

Sumber Rujukan

Anas, S. (2003). Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT Raja Grafindo.

Arikunto, S. (2004). Evaluasi Program Pendidikan. Bumi Aksara.

Mulyatiningsih, E. (2011). Evaluasi Proses Suatu Program. Bumi Aksara.

Purwanto. (2014). Evaluasi Hasil Belajar. Pustaka Pelajar.

Stufflebeam, D. L., & Zhang, G. (2017). The CIPP Evaluation Model: How to Evaluate for Improvement and Accountability. In The CIPP Evaluation Model: How to Evaluate for Improvement and Accountability.

Umaedi. (2000). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Departemen Pendidikan Nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun