"Kenapa kamu mentraktirnya? Bukankah ia lebih banyak uang?" tanyaku lagi.
Kak Sultan juga punya uang karena ia adalah mentor di sebuah bimbingan belajar. Tapi menurutku penulis lebih banyak uangnya.
"Ridho kan belum sekelas Tere Liye," ucap kak Sultan pendek.
"Sebetulnya dia menerbitkan buku apa? Aku tidak pernah tahu ada penulis bernama Ridho," ucapku.
Aku melongo. Mencoba membayangkan seperti apa si Ridho yang suka nulis teenlit. Mungkin dia cowok kurus pendiam berkacamata yang kadang ketawa-ketawa sendiri sambil mengetik adegan cewek imut lagi digodain bad boy sekolah.
"Seperti apa Ridho ini? Seperti kakak?" tanyaku.
"Yang jelas dia cakep," sahut kak Sultan.
Hmmm, lumayan kalau cakep. Bisa jadi obat capekku mengulen adonan bakpau.Â
Sambil berbicara, kak Sultan sibuk membersihkan meja kursi di ruang tengah, setelah membersihkan ruang tamu.
"Heran. Biasanya ada juga temanmu datang tapi kamu nggak sesibuk ini?" gumamku.