Lalu lama kita nggak kontak-kontakan lagi. Kadang hanya berbalas canda di WAG kelas kita.
Tahun 2024 lalu, awal tahun, aku ke Malang. Vivit teman kita ngajak ketemuan dan mengabarkan kedatanganku di WAG. Ngajak ketemuan siapa saja yang bisa, di warung bakso Cak Man. Ada 10 orang yang datang, termasuk kamu dan istrimu. Kita semua makan, ngobrol, bercanda. Hingga saat semua mau pamitan, kamu minta waktu untuk bicara.
Kamu bilang dokter menemukan tumor mengarah ke kanker di dalam tubuhmu. Sebenarnya kamu sudah harus dikemo, tapi memutuskan untuk berobat alternatif. Kamu minta maaf kalau ada kesalahan yang pernah kamu lakukan, dan minta didoakan untuk kesembuhanmu.
Tanggal 11 Januari 2025, setahun kemudian, jelang usiamu yang setengah abad, Vivit mengabarkan berita duka di grup kelas kita. Kamu sudah pergi mendahului kami. Secara tersirat, Vivit juga mengabarkan bahwa sebelumnya, kamu sudah menempuh jalan medis untuk mengobati sakitmu.
Selamat jalan, Hen. Kepergianmu menyadarkan kami, bahwa kematian itu sangat dekat. Cepat atau lambat, kami akan menyusulmu. Kepergianmu menyadarkan kami, bahwa kami harus serius mempersiapkan bekal. Karena esok atau lusa, baik dalam kondisi sehat maupun sakit, jika sudah waktunya, ajal akan datang menjemput.
Innalillahi wa innailaihi rajiuun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H