Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Berhenti Menjadi Peneliti Bukan Akhir Segalanya, Namun Awal Petualangan Baru

8 Desember 2024   23:47 Diperbarui: 9 Desember 2024   22:43 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat menjadi peneliti sosek, wawancara dengan petani (Sumber: Dokumentasi Pribadi Indah)

Ketika pertama kali saya diangkat menjadi PNS, saya ditempatkan di sebuah institusi litbang, tepatnya Litbang Kehutanan dengan jabatan sebagai calon peneliti. Nama kantor saya waktu itu adalah BTPDAS - Balai Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, bertempat di Ujung Pandang (sekarang Makassar).

Saya sendiri sebenarnya tidak memiliki background pendidikan kehutanan. Saya waktu itu adalah Sarjana Perikanan. 

Setelah mulai bekerja di kantor pertama saya itu, saya dihadapkan pada tiga pilihan karena di kantor ada 3 kelti (Kelompok Peneliti). Ketiga Kelti yaitu Kelti Hidrologi (Menangani masalah aliran air dari hulu ke hilir); Kelti Konservasi Tanah dan Air (Menangani masalah pengelolaan DAS, pola tanam, kondisi tanah, dan lain-lain); dan Kelti Sosek Kehutanan (Menangani masalah hubungan manusia dan hutan). 

Sepertinya tidak ada yang nyambung dengan background pendidikan saya, ya? Tapi jurusan saya waktu kuliah di Fakultas Perikanan adalah jurusan Sosial Ekonomi Perikanan. Hal ini membuat saya mantap memilih Kelti Sosial Ekonomi Kehutanan. Toh, kami sama-sama mempelajari manusia. Cuma di bangku kuliah yang dipelajari adalah insan-insan perikanan seperti nelayan, pengusaha perikanan, instansi perikanan, sedangkan saat sudah bekerja yang dipelajari adalah masyarakat sekitar hutan.

Sasarannya beda, namun alat dan metode penelitian yang digunakan hampir serupa. Tentu saja, belajar untuk dapat feel kehutanannya juga harus tetap dilakukan. Kepala Balai kami waktu itu mengharuskan kami duduk di perpustakaan untuk belajar sebanyak-banyaknya tentang tusi kantor. Saya juga belajar dari teman-teman satu angkatan. Kami waktu itu masuk sebagai pegawai baru, ada bersepuluh.

Lima orang sebagai calon peneliti dari berbagai kampus negeri. Dua lulusan IPB, satu UGM, satu Unsoed, dan saya Universitas Brawijaya.Yang dari IPB dan UGM berasal dari Fakultas Kehutanan, sedangkan yang dari Unsoed background-nya Biologi. 

Lima orang lagi adalah calon teknisi, lulusan dari SKMA (Sekolah Kehutanan Menengah Atas, sekarang SMK Kehutanan Negeri).

Saya masih ingat judul-judul penelitian yang harus saya handel di awal-awal bekerja. Saya membantu peneliti senior menyelesaikan penelitian tentang Hutan Cadangan Pangan. Masih relevan hingga saat ini temanya ya, mengingat program Pak Prabowo hutan untuk kemandirian pangan.

Selain penelitian mengenai Hutan Cadangan Pangan, saya juga membantu penelitian berjudul Kelembagaan Pengelolaan DAS. Pada kegiatan ini saya turut membidani lahirnya dua koperasi hutan rakyat di daerah Malino, Kabupaten Gowa.

Pada tahun 2007, reorganisasi di Departemen Kehutanan mengakibatkan kantor saya harus bubar. Kebijakannya waktu itu tidak boleh ada dua institusi litbang kehutanan di satu kota. Memang di Makassar ada dua institusi litbang yaitu kantor saya dan BPK Makassar (Balai Penelitian Kehutanan Makassar).

Saat kantor dibubarkan, ada beberapa opsi: 1) pindah ke kantor baru di Manado; 2) pindah ke kantor baru di Mataram; 3) pindah ke kantor lain di kota lain, atau 4) pindah ke BPK Makassar yang jaraknya dengan kantor saya hanya sepelemparan batu.

Alhamdulillah saya bisa pindah ke BPK Makassar. Mungkin karena suami saya adalah pegawai di BPK Makassar, dan biasanya bagian  kepegawaian pusat yang mengatur mutasi dan promosi, tidak akan memisahkan pegawai yang merupakan suami istri. Wallahu alam.

Berpindah ke BPK Makassar, saya bergabung di Kelti Sosial Ekonomi Kehutanan lagi. 

Saya menjalankan aktivitas sebagai seorang peneliti yaitu membuat proposal penelitian, melaksanakan penelitian, mengolah data, menyusun laporan, menulis jurnal ilmiah, dan mempresentasikan hasil-hasil penelitian pada publik. Secara umum, saya senang dengan pekerjaan ini.

Hingga sampailah di tahun 2021 ketika lembaga baru muncul yaitu BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional). Lembaga ini merupakan representasi dari kebijakan pemerintah mengenai sentralisasi penelitian. Semua peneliti harus bernaung di bawah BRIN dan tidak boleh ada institusi litbang di Kementerian/Lembaga.

Sebelum ada BRIN, terlebih dahulu ada perubahan dalam sistem penilaian seorang peneliti. Peneliti harus memiliki HKM atau Hasil Kerja Minimal yang tiap jenjang peneliti berbeda nilainya. Saya waktu itu masih peneliti muda dan wajib memiliki 3 jurnal internasional untuk dapat naik menjadi peneliti madya.

Dan itu berat bagi saya. Mungkin saya bisa conversation in English, but, untuk menyusun jurnal ilmiah berbahasa Inggris, saya merasa kapabilitas saya masih rendah. Selain syarat tersebut untuk naik ke jenjang madya, ada juga beberapa syarat lain yang tidak mudah.

Di saat galau dengan persyaratan ke jenjang madya, turunlah instruksi untuk memilih. Apakah mau tetap menjadi peneliti dalam arti harus pindah ke BRIN, atau mau tetap di Kementerian LHK dengan syarat alih fungsi jabatan fungsional.

Sebagian teman yang sangat enjoy meneliti, pindah ke BRIN; sebagian lain termasuk saya, memilih jalan alih jabatan fungsional. Kami ingin tetap ada di KLHK. Akhirnya saya beralih jabatan menjadi penyuluh kehutanan. 

Saat menjadi penyuluh kehutanan, wawancara dengan petani berlanjut (Sumber: Dokumentasi Pribadi Indah)
Saat menjadi penyuluh kehutanan, wawancara dengan petani berlanjut (Sumber: Dokumentasi Pribadi Indah)

Akhir 2021 merupakan saat di mana saya lepaskan pekerjaan yang sudah 22 tahun saya geluti sebagai peneliti. Rupanya memang tak semuanya abadi. Saya harus meninggalkan pekerjaan sebagai peneliti.

Banyak manfaat yang saya peroleh selama menjadi peneliti antara lain, dua kali saya mendapatkan beasiswa sekolah ke jenjang yang lebih tinggi; saya bisa berkunjung ke daerah-daerah lain yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya; saya memiliki kemampuan menulis jurnal ilmiah dan berpikir kritis; saya terbiasa mencari dan membaca jurnal ilmiah untuk kebutuhan referensi; dan lain sebagainya.

Terima kasih untuk berbagai pengalaman dan manfaat yang saya peroleh selama menjadi peneliti. Saya sudah sangat puas menjalaninya selama 22 tahun. Saya bangga pernah menjadi peneliti namun tidak menyesal mengakhirinya. Kini saatnya terlibat petualangan baru sebagai seorang penyuluh kehutanan. Semoga Allah meridhai, aamiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun