Bandara merupakan pusat berkumpul bagi orang-orang yang hendak melakukan perjalanan jauh via udara.Â
Walaupun sejatinya bandara merupakan tempat singgah sementara, namun karena banyaknya orang yang menggunakannya serta pentingnya stabilitas keamanan di sana, maka bandara mutlak didesain senyaman mungkin.
Kenyamanan itu mulai dari bagaimana para calon penumpang mendapatkan tiket, mengantre untuk cek-in, menanti di ruang tunggu, melakukan perjalanan menuju pesawat baik melalui garbarata maupun bus, hingga terbang.
Sebaliknya kenyamanan saat mendarat mulai dari pesawat landing, perjalanan antre bagasi, antrean di toilet, proses transit dan melanjutkan perjalanan dengan pesawat yang sama atau berbeda, hingga mencari moda transportasi lanjutan setelah sampai di tempat tujuan, semua harus nyaman.
Faktor kenyamanan yang harus diperhatikan tersebut sudah termasuk keamanan dan kebersihan. Tentu kalau bandara aman dan bersih, otomatis penggunanya merasa nyaman, bukan?
Selain faktor kenyamanan, desain bandara harus diperhatikan. Bandara biasanya juga merupakan pusat promosi budaya dari daerah di mana bandara itu berada.Â
Maka sudah sepatutnya banyak ikon budaya yang tersemat, turut menonjolkan kekayaan budaya lokal, menjadi pusat kebanggaan bagi warga lokal sekaligus ajang promosi bagi warga non lokal.
Bandara Hasanuddin yang terletak di Maros, Sulawesi Selatan merupakan salah satu bandara yang telah memberikan sematan-sematan budaya lokal pada setiap sudutnya.
Budaya Toraja dan Bugis tampak bersama menghias salah satu dinding bandara. Rumah tongkonan dan tedong bonga merupakan ikon budaya Toraja sedangkan baju bodo dan songkok recca merupakan ikon adat Bugis.
Pada salah satu area ruang tunggu bandara juga diletakkan model perahu pinisi berlayar biru yang merupakan moda transportasi kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan sejak zaman dahulu kala.Â
Perahu yang mengandalkan kekuatan angin dan kecerdasan para pelaut Bugis-Makassar ini merupakan tonggak sejarah sebuah peradaban lokal.
Selain ikon budaya tersebut, salah satu daya tarik dalam sebuah bandara adalah kuliner. Tak ada bandara tanpa toko oleh-oleh kuliner khas, pun kedai makan.Â
Dalam hal ini, bandara lebih moderat dalam arti tidak mengkhususkan diri dengan jenis kuliner lokal saja.Â
Hal tersebut dapat diterima karena pikiran kita dapat menerima aneka ikon budaya yang berbeda dengan akar kita, namun lidah belum tentu bisa menerima dengan baik.
Sehingga pengelola bandara yang baik akan menerima vendor-vendor berbagai jenis kuliner yang bersifat nusantara dan familiar di lidah orang Indonesia.Â
Salah satunya di dalam video yang saya sematkan adalah hidangan soto madura dari rumah makan Wawan yang terdapat di dalam area ruang tunggu Bandara Hasanuddin.Â
Pagi-pagi belum sarapan, menikmati hangat soto madura sangat-sangat membuat perasaan aman dan nyaman serta tentu saja: kenyang! Nanti di pesawat bisa tidur nyenyak!
Bandara Hasanuddin memang terbaik. Semoga di tengah proses renovasi yang terus berjalan, Bandara Hasanuddin dapat makin berkembang menjadi pusat arus transportasi area Timur Indonesia yang ramai namun tetap tertib, teratur dan nyaman. Ewako, bersama kita bisa!Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI