Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Seuntai Kasih dalam Seombyok Petai di Pesawat Menuju Makassar

12 November 2024   21:29 Diperbarui: 12 November 2024   21:33 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Duh, para perantau pasti tahu rasanya jauh dari orang tua dan tidak bisa seenaknya pulang kapanpun karena harus berhitung biaya. Mungkin jika sekaya sultan Andara tak ada masalah dengan hal itu. Tiap week end bisa meluncur mudik. Tapi pasangan PNS dengan tiga anak yang masih sekolah, tentu harus bijak mengelola budget. Bisa pulang dua kali setahun sudah bagus bagi saya.

Sambil masih bercerita tentang papa dan mama saya, suami mengeluarkan oleh-oleh dari dalam tas. Ada satu kardus berisi jajanan khas Jogja dan khas Malang. Bakpia ori, bakpia kukus, pai susu, gudeg kaleng, Lapis Malang, kripik tempe, dan aneka jajanan lain.

Ketika saya pikir semua oleh-oleh sudah dikeluarkan, suami mengeluarkan sesuatu berwarna hijau dari kopernya. MasyaAllah, seombyok petai yang barusan ikut naik pesawat Surabaya-Makassar, keluar dari kopernya. Saya tertawa sambil memegangi perut, saking merasa lucunya.

Petai kupas, satu untukmu, satu untukku (dokpri Indah)
Petai kupas, satu untukmu, satu untukku (dokpri Indah)

Pertama saya salut dan tidak mengira suami saya pasrah membawa petai dalam kondisi masih ori seperti itu. Katanya nggak ada waktu mengupas, kakak saya (Mbak Tutut) baru pulang dari belanja di pasar dan langsung menyerahkan petai tersebut untuk dibawa ke Makassar. 

Mungkin pembaca merasa heran emangnya nggak ada petai di Makassar? Ada dong. Hanya saja memang harganya beda jauh. Muahal kalau di Makassar dan susah menemukan petai yang ayu-ayu kayak petai dari Malang itu. Atau saya saja yang kurang hunting - entahlah. 

Kedua, petai adalah makanan favorit Mbak Tutut dan papa saya. Saya tertawa kemudian terdiam terharu ketika menyadari dan merasakan bahwa di petai itu ada seuntai kasih yang tak terucapkan dari kakak saya, papa, mama, dan keluarga di Malang untuk saya. Untuk kami di Makassar.

Petai itu kemudian ternyata bisa memunculkan aneka memori dalam ingatan saya mulai dari saya kecil hingga dewasa. Petai itu bisa membuncahkan rasa rindu dalam hati saya pada semua kenangan dan kehangatan keluarga inti saya dulu, saat saya masih menjadi seorang anak saja -- belum jadi istri seseorang.

Hidup adalah sebuah perjalanan panjang yang penuh rahasia. Lekuk likunya tak pernah kita tahu. Tak pernah saya bayangkan dulu akan hidup jauh dari orang tua seperti sekarang. Namun hidup adalah juga pilihan. Ketika seorang perempuan telah memutuskan untuk bersedia menjadi makmum seumur hidup dengan seorang lelaki yang jadi imamnya, maka telah menjadi kewajibannyalah untuk setia di sisi sang suami.

Saya mengupas papan-papan petai dengan hati-hati, menikmati setiap prosesnya menghasilkan bulatan-bulatan hijau yang menggemaskan untuk disantap. Lalu saya memasaknya menjadi salah satu komponen dalam sambel goreng dicampur tempe dan udang. Wuih, nikmatnya. Saya juga berbagi satu wadah kecil petai buat salah satu sahabat di tanah rantau.

Sambel goreng petai, tempe, udang  sebagai hidangan arisan (dokpri Indah) 
Sambel goreng petai, tempe, udang  sebagai hidangan arisan (dokpri Indah) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun