Dalam dunia per-ASN-an, jamak terdapat semacam 'dualisme' kepemimpinan. Satu, kepemimpinan dari bos yang asli, apakah itu direktur, kepala badan, kepala balai, atau kepala dinas. Dua, kepemimpinan dari istri bos, alias ketua Dharma Wanita Persatuan di satuan kerja, sebuah organisasi wanita yang secara otomatis menjadi organisasi yang harus diikuti oleh istri ASN.
Di kantor saya malah ada lelucon, yang mungkin jamak juga menjadi lelucon di kantor-kantor pemerintahan lainnya. Kalau bos asli disebut 01 (kosong-satu), maka istri bos alias ibu ketua DW disebut 00 (kosong-kosong), yang biasanya kata-katanya lebih bertuah, hahaha. Tapi itu hanya lelucon, ya.
Di kantor saya, Dharma Wanitanya sangat aktif. Ibu ketua bahkan meminta semua pegawai perempuan juga mengikuti kegiatan DW. Lebih disenangi sama ibu, jika ada pegawai perempuan yang juga berstatus sebagai istri ASN di kantor. Nah, saya menjadi satu di antara tiga pegawai perempuan yang suaminya 'orang dalam', alias pegawai di kantor, hehe.
Kebetulan sebelum ibu ketua yang sekarang menjabat, saya memang sudah dipilih menjadi sekretaris DW. Saat pergantian pimpinan, ibu ketua yang baru menginginkan saya tetap membantunya sebagai sekretaris DW, karena faktor kami memang sudah saling mengenal sejak sama-sama lajang. Faktor sudah kenal ini membuat ibu ketua tidak sungkan-sungkan meminta saya membantu beliau bersama-sama membuat organisasi DW kantor kami menjadi lebih maju dengan program-program yang bertujuan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas anggotanya.
Beberapa bulan setelah bos kami menjabat, beliau mereorganisasi struktur organisasi bank sampah di kantor kami. Saat itu DW juga diundang mengikuti rapat. Saya terpilih menjadi bendahara bank sampah hingga sudah berjalan tiga tahun sampai direktur bank sampah kami pensiun di akhir 2023 lalu.
Beberapa waktu setelah direktur bank sampah pensiun, ada lomba bank sampah yang diselenggarakan oleh DWP KLHK pusat. Saat posisi direktur bank sampah kosong, kepala balai berinisiatif mengubah struktur organisasi dengan memasukkan lebih banyak nama-nama ibu DW sebagai pengurus bank sampah. Karena waktu mendesak, bos tidak mengadakan rapat, namun menyerahkan tugas reorganisasi kepada Kasubag TU.
Waktu itu saya sudah punya feeling bahwa saya akan dijadikan direktur bank sampah, karena siapa lagi yang paling tepat? Dengan adanya lomba bank sampah DWP KLHK pusat, tentu akan sangat pas jika direktur bank sampahnya juga ibu-ibu DW dan sekaligus pegawai, agar lincah bergerak (maksudnya setiap hari ada di kantor). Tapi saya juga sadar bahwa menjadi direktur bank sampah ini sungguh berat.Â
Meskipun bank sampah kami memang tidak bisa diharapkan semaju bank-bank sampah yang dikelola masyarakat -- karena kami juga punya tupoksi pekerjaan utama yang harus diutamakan, sehingga pekerjaan bank sampah sering terbengkalai -- namun tetap saja dengan adanya tanggung jawab sebagai direktur, pasti tetap harus ada perhatian pada pengelolaan bank sampah secara khusus. Itu yang saya rasa saya tidak kompeten melakukannya. Namun selama saya belum diminta, belum dihubungi, saya tenang-tenang saja.
Ternyata sepulang dari kantor, feeling saya terbukti. Istri bos alias 00 alias ibu ketua DW menghubungi saya.
Ibu ketua: Bu Indah...SK baru mau dibuat...direktur bank sampah mau diganti...saya usulkan bu Indah yaa? Biar direkturnya ibu DW. Bapak nanya ke saya siapa yang diusulkan.