Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Kucing, Hewan yang Pintar Bikin Orang Jatuh Hati

30 Juni 2024   19:39 Diperbarui: 1 Juli 2024   20:39 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaga dulu bandel sekarang sakit-sakitan (dokpri)

Saya bukan orang yang anti kucing, namun juga bukan orang yang tergila-gila pada kucing.

Sikap saya terhadap kucing 'B' aja, alias biasa aja. Kalau ada kucing yang lucu, ya suka juga. Kalau ada kucing yang kurus kering, ya kasihan, tapi tidak ada niatan untuk merawat si kucing kurus tadi.

Pelihara kucing di dalam rumah? Big NO. Saya dapat membayangkan rumah pasti kotor. Belum lagi kalau mereka PUP dan PIP sembarangan? Pasti saya yang repot, kan?

Permintaan dan rengekan anak yang minta pelihara kucing, selalu saya tampik dengan kata-kata "Boleh, tapi kalian yang ngurus PUP dan PIPnya ya!"

Anak-anak mundur teratur.

***

Nun di suatu masa, kalau tidak salah itu tahun 2019, saya tugas ke Bogor. Meninggalkan rumah selama kurang lebih empat harian, saya sudah lupa.

Tapi yang paling saya ingat, ketika pulang dan suami menjemput di bandara Sultan Hasanuddin Makassar. Waktu itu anak-anak ikut menjemput dan di dalam mobil saya mendengar suara eongan kecil.

"Apa ada kucing?"

Ternyata di bagian belakang mobil ada sebuah kardus yang di dalamnya terdapat seekor kucing kecil kurus.

"Hah? Kalian benar-benar mau pelihara kucing?"

Tutu yang suka bobok dengan pose sembarangan (dokpri)
Tutu yang suka bobok dengan pose sembarangan (dokpri)
Meluncurlah cerita dari mulut suami. Ada kucing liar di kantor yang melahirkan di dalam salah satu ruangan kantor. Kucing-kucing baru lahir itu ditinggalkan ibunya. Kalau mau dibiarkan di dalam ruangan kantor, pasti mereka akan mati.

Akhirnya suami saya berinisiatif mengeluarkan mereka, memasukkan mereka dalam kardus dan meletakkannya di luar kantor, siapa tahu sewaktu-waktu ibunya datang hendak mengambil anak-anaknya. Kabarnya ada 4 ekor anak kucing di dalam kardus itu.

Esok paginya saat suami saya datang lagi ke kantor untuk bekerja, terjadi peristiwa tragis. Tiga ekor anak kucing mati seperti digigit binatang. Dan parahnya ibu kucing juga ditemukan tewas tak jauh dari tempat itu. Hanya tinggal seekor kucing kecil merana mengeong-ngeong. Kucing kecil berwarna putih itulah lalu yang diambil oleh suami saya untuk dipelihara di rumah.

Mendengar cerita suami yang ditimpali oleh celoteh anak-anak yang sangat antusias, saya tidak bisa bilang tidak.

"Baiklah kalau begitu. Kalian harus ikut merawat kucing kecil ini."

Kucing kecil yang sering gemetaran itu lebih senang di dalam kardus. Kalau ia dikeluarkan dan dibiarkan berjalan di lantai keramik, ia akan berjalan dengan gerakan lambat dan sempoyongan.

Kata Emir, cara jalan kucing betina kecil itu mirip tank. Entah mirip dari mana. Karena itulah akhirnya si kucing kami beri nama Teng-Teng.

Belum genap setahun berada di rumah kami, Teng-Teng mengalami masa birahi. Bahkan pernah dua malam tidak pulang. Rupanya dia jadi gadis nakal yang pergi kelayapan mencari pejantan. Saat pulang, ia kembali menjadi kucing manis dan tak lama kemudian bunting.

Teng-Teng yang sebatangkara akhirnya punya 3 anak kucing yang menemaninya. Teng-Teng hanya punya tiga anak sampai saat ini, karena tak lama usai melahirkan, Teng-Teng kami steril.

Sekarang kucing kami 4 ekor yaitu mama Teng-Teng, Tutu, Wawa, dan Gaga. Empat ekor kucing yang menyemarakkan rumah kami dengan segala tingkah polahnya.

Wawa minum dari gelas (dokpri)
Wawa minum dari gelas (dokpri)
Memang rumah jadi sering kotor, aroma-aroma PUP dan PIP kadang menguar di udara. Kadang mereka bertengkar, kadang bersin dan ingus belepotan di mana-mana.

Tapi... mereka sudah menjadi bagian dari keluarga kami. Anak-anak sayang mereka. Bahkan sulung saya selalu mencari kucingnya tiap ia datang (ia tinggal di kabupaten lain untuk kuliah), dan merindukan kucingnya tiap ia tak di rumah.

Saya bukan cat lover. Tapi saya memiliki 4 ekor kucing yang tentunya lambat laun mampu membuat saya jatuh hati. Apalagi saya melihat sendiri proses bagaimana Teng-Teng melahirkan Tutu, Wawa dan Gaga dan bagaimana Teng-Teng menjadi busui yang sangat tabah.

Teng-Teng disteril saat anak-anaknya sudah agak besar, bisa makan sendiri. Setelah disteril, Teng-Teng berubah jadi galak dan acuh tak acuh pada anak-anaknya.

Maka rumah kami penuh berisi mama Teng-Teng yang galak, Tutu yang ndut, Wawa yang cantik, dan Gaga yang dulunya bandel tapi sekarang kurus dan sakit-sakitan.

Gaga dulu bandel sekarang sakit-sakitan (dokpri)
Gaga dulu bandel sekarang sakit-sakitan (dokpri)
Memelihara kucing dapat menjadi salah satu jalan untuk melembutkan hati anak-anak. Meskipun sebagai generasi-Z mereka terlihat cuek, tapi mereka selalu punya waktu untuk bermain dengan kucing-kucing mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun