Namun di sisi lain, kemungkinan karena selalu berulang tiap tahun, emak-emak dengan anak balita kemungkinan sudah menyiapkan sejumlah uang untuk membeli balon. Bahkan, mungkin ada yang berpikiran: "Alhamdulillah ada penjual balon. Berkat mereka salatku bisa khusyuk, karena anakku sibuk dengan balonnya."
Namun sebagian yang lain mungkin kesal dengan adanya balon-balon di pintu masuk lapangan. Seperti yang Nina ucapkan sewaktu saya mengambil gambar balon dan berkata mau bikin konten tulisan dengan foto tersebut.
Kata Nina begini, "Mau nulis tentang apanya, Ma? Balon musuh ibu-ibu?"
Hahaha, kalau seperti itu, posisi balon di pintu masuk itu analog dengan Kinderjoy di meja kasir toko retail. Musuh emak-emak betulan itu, dan saya pun pernah menjadi musuhnya.
Kembali ke balon, ternyata bukan hanya penjual balon yang pandai memanfaatkan momen salat Ied, namun langkahnya kali ini ditiru oleh penjual kokek-kokek.
Jangan bingung dulu, kalau di Makassar, ada biasa sepeda motor lewat membawa dagangan segala macam tersedia termasuk mainan. Sambil lewat biasa dia membunyikan balon/klakson berbunyi 'kokek-kokek', makanya disebut penjual kokek-kokek. Di Jawa ada juga ini tapi tidak disebut kokek-kokek, mungkin disebut sesuai dengan pelafalan daerah. Kalau saya dulu nyebutnya penjual 'Titet-titet'.
Nah, penjual kokek-kokek ternyata juga memarkir dagangannya dengan manis di pintu masuk lapangan. Lumayanlah, karena jual sandal juga, siapa tahu ada yang tiba-tiba sandalnya jebat alias rusak, bisa langsung beli. Atau mau jepit rambut juga ada. Segala macam sisir, centong nasi, ember, tusuk gigi, pemotong kuku, dan barang-barang fungsional lain dijual oleh mas atau mbak 'kokek-kokek'.
Saya sebagai emak-emak biasa, yang bukan musuh penjual balon maupun penjual kokek-kokek, memaknai kemeriahan orang berdagang dengan kekhusyukan salat adalah dua hal yang saling mendukung. Lagipula, di hari yang penuh rahmat Allah, tidak ada salahnya kita berbagi rezeki sedikit kepada si penjual.
Jika saat lebaran kita diberikan liburan, bisa salat bersama keluarga, siangnya bisa masak daging kurban santai-santai karena libur -- maka bagaimana dengan mereka? Yang di hari 'libur' pun masih ingin mengais rezeki sedikit. Yang bahkan mungkin nggak ada kata 'libur' di kamus kehidupan mereka.