Alhamdulillah kita sudah memasuki bulan Maret 2024. Waktu seakan cepat berlalu.
Kalau di bulan Januari 2024 saya bisa menulis 19 artikel di Kompasiana, ternyata di Februari 2024 saya hanya dapat menulis 13 artikel. Menurun ya kuantitasnya, tapi mungkin dari segi kualitas naik (ciye) sebab ada 4 artikel yang dapat AU, sedangkan di Januari hanya 2 saja yang AU.
Bicara soal AU, kompasianers suka sudah feeling nggak, kalau artikelnya masuk AU atau nggak, gitu? Kalau saya kadang feeling, kadang ngarep, hehehe. Feelingnya kadang terbukti, kadang nggak. Kalau ngarep, biasanya karena effort dalam menulis artikel sudah besar ya, jadi ngarep banget hehe.Â
Ada juga artikel yang saya tulis tanpa pretensi apapun, eeh malah jadi AU. Yaa, suka-suka admin memang, sih. Kayak lomba gitu loh, yang menang ya selain memenuhi semua kualifikasi, juga memenuhi selera juri. Ya, nggak?
Jadi ingat di Februari 2024 saya juga ikut event menulis tentang lingkungan, tapi hasilnya zonk. Waktu itu lihat pengumumannya di instagram, lalu seorang sahabat kirim wa sambil pasang emot nangis-nangis trus bilang: "Kita kalah, Kak..."
Yah, kekalahan harus diterima dengan lapang dada. Terima saja bahwa naskah kita mungkin kualitasnya lebih di bawah dari naskah pemenang. Artinya effort kalau ikut lomba harus ditingkatkan lagi. Ciyee, bijak.
Kembali ke artikel AU, rasanya senang banget dapat AU apalagi itu 4 artikel berturut-turut. 2 artikel memang saya tulis sambil ngarep AU, hehe...dan 2 yang lain tanpa pretensi tapi mungkin dianggap layak AU karena unik.
Eh, ini saya lebay nggak ya, mengulas 4 artikel AU dalam sebulan? Siapa tahu ada yang lebih dari 4 pun tenang-tenang saja nggak heboh. Hahaha, biar deh sudah telanjur nulis banyak banget nih. Lanjutin, ya?
Jadi ini 4 artikel saya yang AU di bulan Februari 2024 dan sedikit ulasan atau analisis atau cocoklogi saya terkait alasan mengapa itu jadi AU:
1. Artikel review dracin Hidden Love
Artikel review dracin ini jadi AU walau nggak terlalu ngangkat viewers juga sih. Sampai detik saya nulis ini, viewsnya hanya 130. Mungkin karena penggemar dracin kurang banyak, ya?
Tips kalau mereview film, kalau saya ya, biasa menambahkan  hikmah atau pelajaran yang bisa dipetik gitu. Walaupun dramanya menye-menye pasti kalau nontonnya serius, ada aja yang bisa kita ambil sebagai pelajaran di situ.
Tapi nggak semua review film saya diganjar AU, ya. Saya mereview film atau drama yang saya tonton itu sebenarnya tujuannya cuma satu yaitu biar ada hasilnya dan nggak nonton sia-sia.Â
Soalnya waktu yang kita habiskan untuk nonton apalagi serial, itu banyak banget. Apalagi kalau dah dapet yang 50-an episode. Kalau hasilnya cuma ngantuk dan mata merah doang, nggak worthed banget. So, jadikan aktivitasmu yang seolah buang-buang waktu, menjadi lebih bermanfaat.
2. Artikel tentang bothok tanpa daun pisang
Bothok itu makanan kesukaan saya. Jadi waktu itu saya masaknya tanpa dibungkus daun pisang.
3. Artikel tentang toko retail asing
Nah, ini artikel yang saya ngarep jadi AU dan ternyata beneran AU. Mengapa saya ngarep, karena saya merasa fenomena ini penting dan harus diperhatikan khususnya sama pejabat berwenang (hmm, pejabat berwenang baca tulisan gue, kagak, ya?).Â
Saya juga menambahkan ide-ide di dalam artikel itu yang menurut saya bagus banget (deuh, muji diri sendiri lagi, hahah). Di samping itu, ini yang paling penting, saya membaca banyak artikel bahkan jurnal untuk mendukung artikel tersebut. Pantes dong, kalau ngarep AU, hehe.Â
Terima kasih kakak admin yang sudah sependapat bahwa naskah tersebut layak AU. Â Artikel tersebut sampai detik ini mendulang 765 viewers. Lumayan, ya? Tambahin dong, biar genap 1000, wkwkw. Ngarep nambahnya banyak banget.
4. Artikel diversifikasi pangan
Artikel ini saya tulis berdasarkan keprihatinan, kok program diversifikasi pangan cuma terdengar di saat harga beras tinggi. Kok nggak masif gitu sosialisasi terhadap diversifikasi pangan ini padahal kalau lihat Indonesia beragam suku bangsa, seharusnya makanan pokoknya ya nggak cuma satu, lho.
Seharusnya negeri ini nggak perlu tergantung sama beras, bahkan nggak perlu impor karena beras yang diproduksi dalam negeri cukup. Kenapa cukup, ya karena nggak semua orang makan beras/nasi. Yang lain mah makan singkong, jagung, kentang, dll.Â
Sudah ada memang yang makanan pokoknya non beras, tapi berapa persen sih. Yakin saya, tanpa repot nyari statistiknya, kalau konsumen beras itu lebih dari 90% dari seluruh rakyat Indonesia (tapi data ini jangan dipakai ya, kan berdasarkan keyakinan saya doang).
Jadi saya nulis artikel tersebut, saya lengkapi juga dengan bacaan dari beberapa artikel pendukung. Wajar bangetlah dapat AU, kan? Effort nulisnya seserius itu, dan tujuan penulisannya juga besar, saya ingin program diversifikasi pangan lebih diperhatikan. Sampai detik ini viewers artikel tersebut baru 389 orang.
Itulah 4 artikel AU saya di Februari 2024. Maaf ya, sekali-sekali flexing bolehlah, wkwkw. Orang kaya flexing harta, kalau saya cukup flexing artikel saja deh.
Saya tahu banget bahwa di antara teman-teman kompasianers banyak yang artikel AUnya bejibun, yang viewersnya puluhan ribu juga ada. Mohon jangan eneg ya baca artikel ini, walau hanya segini doang, siapa tahu bisa menginspirasi yang lain. Bahwa kalau mau AU tuh, kita bisa kok, asal effortnya ada. Tapi tetap pakai prinsip nothing to loose, jadi walau ngarep, kalau ternyata nggak terkabul ya nggak usah kecewa-kecewa banget, gitu.
Oke sekian sharing saya, salam dan semoga bermanfaat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI