Kenaikan harga beras membuat para ibu pusing tujuh keliling. Bagaimana tidak? Beras adalah harga mati, tiap hari harus ada dan dimasak untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat keluarga. Jika ibu bilang: "Hari ini makan singkong dulu ya, Sayang?", tentu akan menuai gelombang protes. Karena apa? Karena sedari kecil anak-anak sudah terbiasa makan hidangan 4 sehat lima sempurna, dengan nasi sebagai sumber karbohidrat.
"Singkong kan, cuma camilan, Mama! Mana bisa kenyang?"
Begitu barangkali bunyi protesnya.
Berbeda jika dibiasakan sejak kecil makan karbohidrat diselang-seling antara nasi dan lainnya, anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak nasi-minded. Masalahnya ibu pun nggak mau repot, karena masak nasi jauh lebih mudah daripada mengolah singkong, jagung atau sagu menjadi makanan pokok.
Sebenarnya bisa nggak, sih, kita tidak makan nasi dalam sehari? Seperti program One Day No Rice yang dulu konon pernah dilaksanakan di Indonesia. Ada yang ingat program itu, tak?
Dua hari yang lalu secara tiba-tiba saya ingin menjajal program tersebut pada diri saya sendiri. Iyaa, saya belum sanggup memulai gerakan ekstrem memaksa seluruh anggota keluarga untuk tiba-tiba tidak makan nasi. Kalau pada diriku sendiri kan aman. Tidak perlu bilang-bilang juga pada orang-orang, soalnya kalau gagal kan, malu. Nah, kalau berhasil baru deh, bikin postingan. Malah jadi ide buat konten di Kompasiana, kan?
Begitulah pada hari Kamis lalu pagi-pagi seperti biasa saya memasak untuk keluarga, dan kemudian menyiapkan bekal untuk si bungsu dan untuk saya sendiri. Sejak di Kompasiana ada topik frugal living, saya jadi senang bawa bekal ke kantor. Lumayan hemat 10.000 -- 20.000, biaya yang biasa saya keluarkan untuk makan siang di kantin.
Saya tidak sempat sarapan di rumah karena buru-buru, jadi makanan untuk sarapan saya masukkan kotak untuk dimakan di kantor. Sarapan saya adalah dua lembar roti tawar dengan isian satu slice keju.
Saat makan siang, saya masih makan bekal yang saya siapkan dari rumah berupa tiga butir kentang rebus dan satu telur dadar kelor. Â Coba lihat porsinya pada gambar, saya sendiri ragu apakah saya akan bertahan dan tidak akan kelaparan? Tapi tetap positif thinking, aku pasti bisa! Dan ternyata memang kenyang, kok.
Tapi ternyata rasa kenyang itu tak bertahan lama. Mendekati jam pulang yaitu sekitar pukul 15.00 rasa lapar sudah melanda, hahaha. Langsung cari-cari camilan di meja khusus camilan yang ada di ruangan. Lumayan ada marning which is berbahan dasar jagung. Saya makanlah marning tersebut dan juga beberapa biscuit. Aman area Jawa Tengah.
Saat pulang ke rumah saya sudah berpikir akan mengolah bihun jagung yang ada di lemari dapur. Ternyata malas melanda. Saya hanya memasak lauk dan sayur untuk makan malam. Dan karena ingin program sehari tanpa nasi berhasil, akhirnya saya hanya makan sayur dan ikan goreng untuk makan malam.
Ternyata kalau mau, kita bisa kok, mengurangi asupan nasi/beras. Tinggal pilih pengganti karbohidrat yang paling disenangi, yang mudah diperoleh di pasar, dan yang cocok dengan dana di dompet. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H