Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Diversifikasi Pangan Jangan Hanya Saat Harga Beras Naik

22 Februari 2024   20:37 Diperbarui: 24 Februari 2024   09:34 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Luas area budidaya sorgum di Indonesia pada tahun 2022 tersebar di enam provinsi yaitu NTT 3.400 hektare, Jawa Barat 488 hektare, Kalimantan Barat 305 hektare, Jawa Timur 200 hektare, Jawa Tengah 120 hektare, dan NTB 200 hektare. Roadmap budidaya sorgum telah disusun dengan target perluasan areal di 2023 dan 2024.

Sorgum adalah biji-bijian yang dapat digunakan sebagai pengganti beras. Entah mengapa pemerintah menjatuhkan pilihan pada sorgum, mungkin karena kandungan gizinya cukup tinggi dan mengandung banyak serat. Saya sendiri belum pernah melihat langsung apalagi mengolahnya.

Sorgum (Sumber: Trubus.id)
Sorgum (Sumber: Trubus.id)

Kembali ke masalah diversifikasi pangan, masyarakat Indonesia telah dimanjakan oleh nasi/beras selama bertahun-tahun. Hal ini melekat sebagai kultur yang tidak dapat luntur hanya dengan hujan sehari. 

Budaya cinta nasi yang sangat melekat, hanya dapat diubah dengan gerakan atau program yang masif, agak memaksa dan terus menerus didengungkan. Kalau perlu orang yang melaksanakan diversifikasi pangan dikasih reward.

Gerakan one day no rice atau semacamnya itu bagus juga untuk diterapkan, tapi harus masif dengan contoh yang konkrit. Misalnya satu hari itu pimpinan negara, menteri dan pejabat tinggi posting makanan sehari tiga kali no rice-rice. Rumah makan yang mengikuti program one day no rice diberi reward.

Selain gerakan tidak makan nasi dalam sehari (tapi diganti karbohidrat lain), berbagai upaya mengembangkan pangan alternatif harus didukung sepenuhnya. 

Seperti langkah yang ditempuh Presiden Jokowi membudidayakan sorgum. Budidaya sorgum perlu dibarengi dengan promosi dan sosialisasi besar-besaran mengenai apa itu sorgum, dan bisa diolah menjadi apa saja. 

Sorgum harus tersedia di pasar-pasar terdekat dan tentu saja harganya harus murah. Karena bukankah ia menjadi alternatif pengganti beras terutama saat harga beras melambung tinggi?

Program diversifikasi pangan baru bisa dibilang berhasil, jika bahan pangan pengganti beras tidak hanya dikonsumsi masyarakat karena terpaksa (sebab harga beras mahal), namun dikonsumsi sehari-hari sebagai pengganti nasi. Misalnya hari ini makan nasi, besok makan sorgum, lusa makan jagung, begitu bergantian.

Sehingga suatu saat ketika harga beras melambung lagi, rakyat kecil tidak menjerit lagi tapi cuek. Ah, ada sorgum ini, enak juga tidak kalah sama nasi. Atau ada singkong, jagung, sagu, dan lain-lain yang sudah menjadi alternatif cinta masyarakat Indonesia terhadap makanan pokok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun