Saat harus opname di rumah sakit, saya memperkirakan akan memakan waktu 3 - 4 hari di sana. Tentu selain merasa sakit, rutinitas di kamar perawatan akan terasa monoton. Berbaring menunggu waktu disuntik perawat, diukur tekanan darahnya, divisite dokter, waktu makan, tentu menyisakan waktu kosong yang panjang. Apalagi saya sudah menolak untuk dibesuk di rumah sakit. Jadi benar- benar ada waktu yang panjang di mana saya tidak melakukan apapun. Lalu apa yang sebaiknya saya lakukan di waktu kosong yang panjang itu?
Awalnya saya berpikir akan membawa laptop, tapi kemudian saya urungkan. Laptop hanya bisa dioperasikan dengan duduk, saya duga saya akan kelelahan memangku laptop dalam waktu yang lama. Suami pasti juga menolak membawa laptop.
Akhirnya saya memutuskan kalaupun saya akan menyempatkan menulis di rumah sakit, saya akan menulis dan mengunggah artikel Kompasiana melalui Hand Phone (HP) saja.
Selain HP, yang bisa dipakai sebagai sarana menulis, membaca maupun nonton drama Korea favorit, saya juga membawa novel tebal karya S. Mara Gd, yang saya beli saat mudik ke Malang kemarin. Tapi ternyata kemudian novel ini terlalu tebal untuk saya tumpu dengan tangan saat membaca sambil berbaring. Jadi selama di rumah sakit saya hanya sempat membaca sekitar lima halaman saja.
Setelah saya menjalani operasi, di hari H+1 tepatnya 11 Januari 2024 saya mulai menulis artikel di Kompasiana. Selama 4 hari di rumah sakit, saya menghasilkan 3 artikel sebagai berikut:
1. Benjolan di Payudara Sebagai "Hadiah" di Hari Ibu, tayang 11 Januari 2024, bisa dibaca di sini.
2. Paperless Pada Pelayanan di RSOJ Pertamina Biringkanaya, tayang 12 Januari 2024, bisa dibaca di sini.
3. Perjalanan Mudik Untuk Membulatkan Tekad Operasi, tayang 12 Januari 2024, bisa dibaca di sini.
Selain menulis ketiga artikel tersebut, seperti biasa saya menjawab semua komentar dan berkunjung ke akun kompasianers lainnya. Menulis, membaca, dan berkomentar menyita waktu saya sehingga tak terasa waktu berlalu dan saya sudah boleh pulang.
Menulis membuat perasaan saya senang dan tenang. Perasaan nyaman tersebut tentu saja berkontribusi terhadap proses pemulihan kesehatan saya pasca operasi. Jadi tidak berlebihan jika saya katakan bahwa menulis itu dapat menjadi terapi kesehatan.