Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Daripada Memperbanyak Jumlah Lulusan S2 dan S3, Mari Perbaiki Kualitas Pendidikan di Indonesia Secara Keseluruhan

20 Januari 2024   18:42 Diperbarui: 20 Januari 2024   19:45 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kualitas Pendidikan yang baik akan berimbas pada meningkatnya jumlah lulusan S2 dan S3 nantinya (Sumber: Pexels/Max Fischer)

Angka Lulusan S2 dan S3 di Indonesia

Dalam acara Temu Tahunan Rektor Indonesia 15 Januari 2024 lalu, Presiden Jokowi menyampaikan rasa keprihatinannya karena jumlah lulusan S2 dan S3 di Indonesia masih sangat rendah. Mengutip data dari Kemendagri, bahwa jika dirasiokan dengan jumlah penduduk usia produktif yaitu 194,48 juta, maka penduduk di tanah air yang lulus S2 sebesar 0,45% dan  yang lulus S3 adalah 0,03% pada tahun 2022.

Presiden Jokowi membandingkan angka tersebut dengan Malaysia yang sudah di angka 2,43% dan negara maju yang 9,8%. Terkait hal tersebut, Presiden Jokowi bermaksud mengambil kebijakan agar Indonesia dapat mengejar rasio yang masih jauh tertinggal tersebut. Presiden Jokowi juga menegaskan pembiayaan pendidikan dan riset harus diupayakan seoptimal mungkin, bukan hanya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan APBD, tetapi juga dari pemanfaatan dana abadi.

Keinginan untuk mengejar rasio lulusan S2 dan S3 itu baik, tapi apakah hal tersebut lebih penting daripada memperbaiki kualitas pendidikan secara keseluruhan? Hal penting yang harus digarisbawahi di sini adalah kita tidak harus mengejar rasio hanya karena Malaysia memiliki angka yang lebih tinggi dari kita ataupun negara maju yang jauh lebih tinggi lagi.

Kenapa kita harus membanding-bandingkan dengan negara lain dan lalu berlomba mengejar angka supaya setara atau lebih unggul, tanpa peduli bahwa masih ada yang harus diperbaiki di bawah. Masih ada jalan panjang yang harus kita benahi. Ada fondasi yang harus kita bongkar dan kuatkan. Dan jika fondasinya yang kita perbaiki, pasti juga akan berimbas pada meningkatnya jumlah lulusan S2 dan S3 kelak. Tentu lulusan S2 dan S3 yang berkualitas, bukan hanya sebatas secarik kertas.

Kualitas Pendidikan di Indonesia

Kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah (Wahyudi, dkk., 2022). Pernyataan tersebut dikuatkan dengan bukti-bukti antara lain: kurangnya sarana dan prasarana penunjang pembelajaran; tenaga pendidik yang kurang profesional; banyaknya siswa yang kurang percaya diri saat menjawab ujian sehingga mencontek; kurang cocoknya kurikulum pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja dunia; biaya pendidikan mahal; pendidikan yang belum merata di daerah; pendidikan yang belum seimbang antara mengembangkan softskill dan hardskill.

Kemampuan pengajar dalam menggali potensi siswanya juga merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan. Tidak semua siswa jago matematika, tidak semuanya jago berdebat. Setiap siswa memiliki kelebihannya masing-masing. Ikan tidak dapat dipaksa untuk memanjat pohon seperti kera, tapi dia jago berenang. Kemampuan untuk menemukan potensi siswa seperti inilah yang seharusnya dimiliki seorang pendidik, dan itu tentu ada ilmunya.

Seorang guru di SMP anak saya mengeluh karena anak saya tidak aktif di dalam kelas, tidak cepat menjawab pertanyaan. Terus terang saya kaget mendengar keluhan sang guru, sedangkan gurunya di SD dulu menerima kekurangan anak saya dan memotivasi anak saya untuk mengembangkan kelebihannya yang lain yaitu menulis. Dalam hal ini, guru di SD berhasil menggali potensi anak saya, sementara guru di SMP mungkin belum melihat itu, atau berharap lebih.

Siswa di usia sekolah menurut saya juga harus dikondisikan untuk senang bersekolah, senang menuntut ilmu. Entah bagaimana seolah-olah anak-anak berangkat ke sekolah dengan malas dan menganggap itu sekadar menggugurkan kewajiban. Tentu saja masih ada juga anak-anak yang kompetitif dan disiplin untuk belajar demi menjadi yang terbaik.

Memang tugas pendidik sangat berat, maka seorang pendidiklah yang lebih dulu harus menempuh pendidikan menjadi guru yang lebih serius. Selain pendidikan keilmuan sesuai jurusan masing-masing, seharusnya seorang calon guru juga dibekali sedikit ilmu psikologi, kemampuan persuasif, kemampuan memotivasi, dan kemampuan menggali potensi siswanya.

Oleh sebab itu menurut saya, pendidikan gurulah yang harus diprioritaskan untuk diberikan beasiswa. Gurulah yang harus diprioritaskan untuk menempuh pendidikan tinggi hingga S2 dan S3. Pendidikan guru harus ditambah dengan mata kuliah pendukung untuk menumbuhkan softskill, dan karena guru diharapkan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas, lulusan yang kompetitif, lulusan yang bersemangat untuk meneruskan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi (S2 dan S3), maka gaji guru dan insentifnya harus ditingkatkan. Guru harus sejahtera, sebisa mungkin terhindar dari pekerjaan administratif, dan fokus pada pendidikan dan perkembangan siswanya.

Kualitas Pendidikan Yang Meningkat Akan Menghasilkan Lulusan S2 dan S3 Terbaik

Dengan meningkatnya kualitas pendidikan di Indonesia, setelah membenahi berbagai kekurangan dan meningkatkan mutu pendidik, maka akan dihasilkan lulusan-lulusan sekolah menengah yang berkualitas. Mereka yang sudah dibekali dengan softskill sehingga paham kebutuhan pendidikannya harus menempuh jalan yang mana, akan dengan sadar menempuh studi lanjut S2 dan S3, jika memang itu diperlukan.

Mereka yang menempuh studi S2 dan S3 nantinya adalah orang-orang yang memang kompeten dan paham apa manfaatnya mereka menempuh pendidikan tinggi dan apa yang mereka harus lakukan dengan gelar master dan doktor yang diperoleh. Merekalah yang pantas menerima akses dan kemudahan untuk memperoleh beasiswa pendidikan tinggi.

Kuliah S2 dan S3 bukan hanya untuk mengejar gelar dan jabatan. Kuliah S2 dan S3 harus yang sebenar-benarnya kuliah, mendapatkan ilmu yang bermanfaat untuk diri sendiri, lingkungan, orang lain, bangsa dan negara. Bukan kuliah S2 dan S3 karena terpaksa, karena bosan di kantor, karena ingin ikut suami, atau karena alasan-alasan receh lainnya. Dan juga bukan  karena harus mengejar rasio jumlah lulusan S2 dan S3 agar bisa bersaing dengan negara lain.

Do not compete for the quantity, but compete for the quality.

Sumber: 

1. https://jurnal.maarifnumalang.id/index.php/mjemias/article/download/3/3/18

2. https://dataindonesia.id/pendidikan/detail/disinggung-jokowi-ini-jumlah-penduduk-indonesia-lulusan-s2-dan-s3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun