Pertanyaannya kemudian, mengapa di Indonesia trotoar tidak dibangun seapik di luar negeri? Padahal saya yakin setengah dari penduduk Indonesia sudah pernah bepergian ke luar negeri, misalnya anggota dewan, para ASN, pelajar, pengusaha, nggak kurang-kurang yang sudah trip ke mancanegara. Tapi mengapa tidak ada yang mengimplementasikan sesuatu yang baik itu di negara kita?
Anggota dewan dan pejabat negara yang studi banding tentu bisalah membuat sedikit perbedaan. Mereka punya wewenang untuk mengubah wajah Indonesia menjadi lebih baik.
Saya tidak menutup mata bahwa sudah banyak area yang dibangun oleh pemerintah dengan tujuan agar orang dapat memanfaatkannya untuk berolahraga di pagi hari, bahkan ada car free day. Dan sudah banyak orang yang memanfaatkannya untuk berolahraga.
Bener. Tapi tentunya area tersebut hanya dipakai oleh orang-orang yang memang bertujuan untuk olahraga. Yang saya maksud di sini adalah trotoar dan kebiasaan berjalan kaki di area-area kota saat pergi dan pulang kerja, saat melaksanakan aktivitas sehari-hari. Jika infrastruktur untuk itu memadai, pasti mendukung budaya jalan kaki untuk dimulai.
Membangun budaya yang sehat memang tidak mudah, tapi bisa dilakukan dengan menyediakan fasilitasnya. Namun saya merasa pemerintah Indonesia sepertinya lebih senang menambah mal dan area perbelanjaan, sehingga orang Indonesia lebih suka berjalan kaki berkilo-kilo sambil shopping kiri kanan, daripada berjalan kaki sepanjang 500 meter saja untuk kesehatan kaki. Entahlah.**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H