Ya, saya waktu kuliah punya penyiar idola di Makobu FM, ini stasiun radio yang ada di Kota Malang. Kalau nggak salah programa 2 nya RRI. Lokasi stasiun radionya kalau dulu era 1990-an yaitu satu areal dengan RRI di Jalan Candi Panggung No 58 Malang.
Penyiar idola saya itu namanya mas Aris dan dia siarannya malam menyiarkan lagu-lagu lama berbahasa Inggris. Kalau nggak salah lho yaa, hahaha, ingatan saya kabur-kabur. Mas Aris juga membacakan surat dari pendengar radio.
Sebenarnya saya juga tidak ngefans-ngefans amat, tapi karena ide yang muncul hanya itu, maka kisah tentang penyiar idola inilah yang saya angkat menjadi cerpen di antologi tersebut.
Saya mengisahkan seorang gadis yang ngefans dengan seorang penyiar radio, tapi gadis ini malu kalau ketemu langsung. Saat ia diajak teman-temannya ke stasiun radio tersebut dan berkesempatan bertemu dengan penyiar idolanya, gadis itu malah cepat-cepat pulang sebelum sang penyiar datang. Itu karena sang gadis sangat pemalu.
Beberapa tahun kemudian saat sang gadis kembali ke Kota Malang untuk menjalani studi S2, secara tak sengaja ia bertemu dengan sang penyiar idola. Bukan lagi sebagai penyiar tapi ... sebagai apa, hayo? Dan apakah sang gadis masih malu-malu?
Begitulah sekilas isi cerpen ringan yang saya tulis sebagai naskah antologi.Â
Menulis antologi itu menyenangkan karena bebannya lebih ringan, sebab hanya menulis naskah pendek. Menulis antologi juga tidak merepotkan karena semua diurusi oleh PJ atau penanggung jawab. Ya tentu saja menulis antologi bisa sangat merepotkan kalau kamulah si penanggung jawab. Kemudian yang menyenangkan dari menulis antologi adalah kamu akan mendapatkan banyak teman baru yaitu sesama penulis antologi.
Sekian ya cerita saya, salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H