Dear Kota Malang tercinta,
Sejak aku masih kanak-kanak, dan mungkin sejak bayi, kepadamulah aku selalu pulang. Aku masih ingat masa-masa kecil saat tinggal di Kota Semarang dan setiap liburan, kami selalu beramai-ramai naik bus malam menujumu.
Aku selalu minum antimo separuh, yang kuminum dengan segelas teh hangat. Setelah aku besar, baru aku tahu minum obat sebaiknya tidak dengan teh, tapi air putih saja. Haha. Ya, aku selalu minum antimo sebelum naik bus, karena aku akan mabuk sepanjang perjalanan.Â
Tapi aku selalu ingat saat dini hari menjelang subuh, bus malam waktu itu boleh masuk kota. Kami berhenti di jalan Ijen. Turun di pagi hari yang dingin menggigit. Berbondong-bondong menyebrang jalan untuk kemudian naik bemo menuju Karuman, dusun tempat tinggal Mbah Putri dan Mbah Kakung.
Bemo akan berhenti di pasar/terminal Dinoyo dan perjalanan dilanjutkan dengan kendaraan colt, atau dokar. Aku sangat senang naik dokar, yang dulunya sembarang saja kudanya berak di sepanjang jalan, namun kemudian ada inovasi semacam penampungan dari karung yang dikaitkan tepat di bagian bawah kuda untuk menampung faeces yang berjatuhan. Entah kenapa bagian ini yang kuingat betul.
Dear kota kesayangan,
Kemudian setelah kami pindah ke Sumenep dan Sidoarjo, tetap kepadamulah kami kembali dan mencari kesenangan saat liburan. Seribu kota kusinggahi, namun tetap engkau selalu di hati.
Hingga akhirnya aku harus menetap dan tinggal menghabiskan masa-masa remajaku bersamamu. Pahit manis, suka dan duka, kita selalu bersama. Tiga tahun di bangku SMP, tiga tahun di bangku SMA dan lebih dari empat tahun di bangku kuliah.Â
Kamu memberiku teman-teman yang baik dan menyenangkan, tapi juga teman yang menjengkelkan. Kamu membuatku tertawa terbahak-bahak, dan kadang juga menangis kesal.
Kamu menjadi saksi rahasia-rahasia kecilku, yang tak kubagi pada siapapun termasuk pada sahabat dekatku. Kamu menjadi saksi ketika puber menerpaku dan siapa-siapa saja cowok yang menjadi crush-ku. Namun sekaligus kamu juga menjadi saksi pada kepanikanku tatkala seorang cowok mengajakku jalan, dan ketakutanku kalau diajak pacaran. Sungguh lucu dan lugu.
Kamu menjadi saksi ketika diam-diam aku mengetik naskah cerpen di malam hari dan mengirimkannya pada majalah remaja, dan menjadi saksi ketika aku bersorak karena naskah cerpenku dimuat di majalah itu.Â
Mungkin orang mengira aku kesepian karena aku tak punya pacar, tapi aku benar-benar senang karena aku selalu punya geng cewek-cewek tempatku menghabiskan waktu. Kami bisa seharian ngobrol di rumah saja, nonton film, lalu memanggil tukang bakso yang lewat, atau hanya sekadar masak mie instan bareng. Kadang kami mencari waktu kosong untuk menjelajah beberapa spot wisata yang menarik.
Sebagian objek wisata yang kaumiliki, semakin menarik hati karena kujelajahi bersama sahabat-sahabat terdekatku. Kota kesayangan, kamu mengukir banyak memori indah yang selalu kukenang dengan senang.
Dan bila teman-temanku sedang tidak punya waktu untuk menemaniku, aku tak keberatan menyusuri jalan sendiri, mencari buku di gramedia, mojok di perpus kota, atau makan sendirian di sebuah food court tanpa teman. Aku menikmati waktu-waktu di mana aku sendirian, maupun bersama teman.
Aku percaya diri untuk hang out sendirian, karena aku merasa aman bersamamu, kota kesayangan...
Dear Kota Malang yang kusayang,
Ketika tiba saatnya aku untuk meninggalkanmu karena harus bekerja di Ujung Pandang (Makassar), ada dua rasa yang berkecamuk dalam hatiku. Yang pertama berat untuk meninggalkanmu, karena dirimu paket komplit yang membuatku selalu merasa terpenuhi. Kamu benar-benar zona nyaman buatku.Â
Rasa yang kedua adalah rasa penasaran untuk berpetualang melihat daerah baru, untuk menjajal kemandirianku, untuk menunjukkan bahwa aku mampu, dan untuk mengambil langkah besar keluar dari zona nyamanku.
So, I said good bye to you. Tanpa tangis, karena aku tahu aku akan selalu kembali padamu. Dan memang benar, jauh darimu membuat aku selalu merasa rindu. Dan jika tiba masa-masa kepulanganku, aku akan kembali menemui teman-temanku, lalu aku juga selalu mencari waktu sendiri menjelajahimu. Menjelajahi jalan-jalan yang kukenali, makan makanan yang kurindui, menghirup udara yang pernah kuhirup ... walau kini tak sama lagi.
Tak ada lagi dokar dan bemo dan colt ... semua sudah berganti angkot, dan tentu saja kendaraan online. Udara dinginmu pun kini tak lagi menggigit. Bahkan kadang kau sepanas Makassar. Lebih banyak ruko menghiasimu dan juga perumahan.Â
Memang masih ada yang sama. Baksomu masih menggoda selera, tempat-tempat indahmu masih ada bahkan bertambah dan berlomba-lomba mendulang pengunjung wisata, memori indah yang kauukir masih kokoh bersemayam di dalam otak dan relung hatiku.Â
Dear kota yang selalu kurindu,
Kini aku sudah dewasa, punya suami dan punya anak tiga. Aku menghabiskan waktuku menjadi istri, ibu, dan juga wanita pekerja. Aku memiliki kota yang baru yang juga kusayang karena ia memberikanku penghidupan. Di Makassar aku merajut impian untuk anak-anakku dan untuk keluarga kecilku.Â
Kamu masih menjadi kota tempatku pulang dan tempat anak-anak bertemu oma dan opa mereka, seperti dulu aku selalu pergi ke rumah Mbah Putri dan Mbah Kakung di Malang. Seolah tradisi menjadi kisah sejarah dan kenangan yang berulang dan diwariskan.Â
Makassar kelak mungkin juga akan menjadi kampung halaman, tempat anak-anakku yang sudah dewasa, pulang menemuiku dan suamiku.
Dan kelak aku yang semakin menua, mungkin tak bisa lagi menggerakkan kaki untuk lari kepadamu. Bukan berarti aku tak lagi sayang, namun itulah sebuah keniscayaan.Â
Dear kota yang kubanggakan,
Pesanku padamu, teruslah menjadi kota yang menyenangkan. Ramah terhadap semua pengunjung yang datang. Nyaman untuk ditempati warga asli para arema dan aremanita sejati.Â
Jangan banjir, ya, sayang. Jangan juga panas membakar. Teruslah maju sebagai Malang kota wisata, Malang kota bunga, dan Malang kota pendidikan.
Semoga mereka yang bilang sayang, akan benar-benar sayang. Menjagamu tetap adem, ayem, anyes. Awet cantik dan memikat. Salam, doa, dan cintaku dari jauh, selalu. Aamiin.**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H