Work From Office (WFO)
WFO adalah sistem kerja konvensional. Semua orang yang mulai bekerja di tahun 2000-an ke bawah, pasti mengenal sistem WFO dan terbiasa dengan itu. Menganggap lumrah dan biasa saja, dan malah sudah seharusnya kita bekerja lima hari dalam sepekan. Malahan saya pernah mengalami bekerja enam hari dalam sepekan.
Menurut saya, WFO cukup menyenangkan. Bekerja mulai pagi 07.30 dan pulang 16.00, mengerjakan pekerjaan kantor dengan tenang, sambil berinteraksi dengan rekan kerja. Badan otomatis bergerak, bersemangat.
Memang kadang ada rasa-rasa malas datang, terutama jika pekerjaan datang menumpuk bersamaan, tidak tahu mana yang harus diselesaikan duluan. Saat rasa capai melanda, rasanya liburan dua hari dalam sepekan is not enough anymore. Rasanya saya sudah ingin libur mulai Jumat. Itulah mengapa sindrom TGIF (Thanks God It's Friday) dan I hate Monday menjadi quote yang sering diucapkan pekerja kantoran konvensional.
Di saat-saat seperti ini, saya merindukan WFH. Mungkin baik juga jika bekerja diselingi WFH satu hari saat hari Rabu. Atau pegawai dipersilakan memilih satu hari untuk WFH dalam satu pekan. Saya rasa itu bisa membuat pegawai lebih produktif.
Work From Home (WFH)
Opsi WFH diberikan pemerintah saat pandemi, sehingga pegawai kantoran merasakan rasanya bekerja dari rumah. Logically, event from home, we actually should work as usual. Harus kerja mulai 07.30, di depan laptop menyelesaikan laporan, mencari bahan-bahan pekerjaan di internet, atau melakukan aktivitas zoom untuk rapat, seminar, dan diskusi. Tapi apa yang sesungguhnya terjadi saat WFH?
Saya tidak akan menggeneralisir, mungkin pula hanya saya yang melakukannya. Saya tidak bersiap di depan laptop pukul 07.30. Pagi-pagi sebagai ibu rumah tangga tentu saja saya akan membersihkan rumah, lalu mumpung di rumah, saya masak untuk keluarga. Kadang sambil masak bisa disambi mendengarkan zoom seminar ini itu. Tapi apa iya substansi seminar nyantol di otak kalau dikerjakan tandem dengan mengiris bawang?
Bukannya lalu tidak bekerja sama sekali saat WFH. Ada beberapa tenggat pekerjaan yang tentunya tidak bisa diabaikan yang harus diselesaikan. Jika ada deadline seperti itu, biasanya saya akan mengerjakannya saat urusan pekerjaan rumah kelar. Bisa siang hari disambung malam. Tetap bekerja, bekerja secara WFH, tapi menggeser jam kerja.
Itulah hal yang kurang saya sukai saat WFH. Perasaan bersalah karena bekerja tidak optimal. Mungkin bisa diakali dengan menciptakan suasana kerja layaknya di kantor. Menyediakan meja kerja di rumah dan mendisiplinkan diri menyesuaikan dengan jam kantor. Beberapa rekan kerja setahu saya melakukannya. Tapi apalah daya emak-emak disuruh WFH, pasti tetap gatal mata melihat cucian piring menumpuk dan lantai kotor. Jadi menurut saya di samping rasa bersalah tadi, saya kurang cocok dengan sistem WFH terus menerus.
Work From Anywhere (WFA)