Saya bingung karena tidak tahu jadi ketua koperasi itu harus bagaimana, hahaha. Habis bu guru main tunjuk saja, sih. Waktu itu sempat kami para pengurus koperasi mengikuti rapat besar di sebuah gedung. Tapi saya lupa apa yang dibahas. Sepertinya itu rapat dengan peserta pengurus koperasi  dari semua sekolah di Sumenep.
Salah satu usaha yang dikelola koperasi adalah penjualan kue-kue dan kerupuk. Sebelum masuk sekolah dan pada saat jam istirahat, bergantian pengurus koperasi menjaga jualan. Saya juga mendapat giliran.
Kerupuk di sekolah merupakan kerupuk lebar yang dimakan dengan sambal tumis. Jadi kerupuk diambil, lalu anak-anak mengambil sendiri sambal cair yang disediakan, membuatnya rata di seluruh permukaan kerupuk, lalu pergi sambil menggigit-gigit kerupuk dengan santuy. Saya masih ingat dengan rasa kerupuk plus sambal yang unik namun enak ini.
Kerupuk dijual satu lembarnya seharga lima rupiah. Iya betul lima rupiah, maklumi saja itu masih tahun 1984.
Melayani pembeli cukup riweuh juga kalau cuma sendiri. Ada yang minta diambilkan kerupuk, diambilkan kue, ada yang mau membayar, hingga kadang penjual lalai. Penjual? Elu kaleee. Hihihi, iya, saya lalai.
Saat sepi pembeli, saya melihat uang pembayaran sebuah kerupuk di tangan saya, seharusnya ada 5 pecahan 1 rupiah, kan, tapi adanya hanya 4! Kurang satu rupiah!
Pusing kepala saya karena saya juga tidak membawa uang jajan untuk mengganti uang yang kurang. Di tengah kebingungan saya, dewa penolong datang. Seorang kakak kelas 6 mau menggantikan saya.
"Dek, sana ke kelas, biar aku gantikan," ucapnya ramah.
Saya kenal kakak kelas tersebut, dia anak tentara juga dan tinggal tak jauh dari rumah dinas ayah.
Tanpa ba bi bu, saya mengangguk. Meninggalkan uang dalam tempat uang. Ngacir deh saya pokoknya nggak mau tahu, hahaha. Slamet slamet wis, batin saya dalam hati.
Rupanya si kakak kelas tidak mau membiarkan saya lolos. Waktu esoknya kami ketemu di lingkungan rumah dinas, dia menyapa saya yang sedang bermain dengan teman kompleks tentara.