Saya kembali ke ruangan dan ngobrol dengan beberapa teman, mengomentari hujan yang makin deras, hingga chat dari putri bungsu saya masuk ke ponsel.
"Mama, air masuk ke rumah."
Saya langsung panik, karena sudah bertahun-tahun sejak air masuk ke rumah tapi hanya sampai teras. Lagipula rumah kami baru-baru direnov dan ditinggikan.
Hujan yang deras tidak memungkinkan saya pulang saat itu juga, lagipula kendaraan online juga jarang yang respons jika hujan deras begini.
Saya memastikan ke anak saya bahwa ayahnya ada di rumah. Syukurlah rupanya usai jemput anak, suami saya salat jumat di dekat rumah dan pulang saat air masuk ke dalam rumah. Ia mengangkut barang-barang yang ada di tempat rendah, ke atas lemari atau meja.
Saya hanya bisa memandangi gambar-gambar air di dalam rumah saya, yang dikirimkan melalui chat anak saya. Bersamaan dengan itu di grup WA kantor, beberapa teman mengunggah gambar air memasuki rumah mereka.
Subhanallah...secara merata, air sudah membanjiri rumah-rumah kami yang tinggal di seputaran Sudiang (nama kelurahan).
Memang tidak semua. Yang rumahnya sudah ditinggikan, aman. Tapi yang mengalami kebanjiran, rata-rata baru pertama kali dan tidak pernah menyangka air akan masuk ke dalam rumah hingga 20 - 30 cm, bahkan lebih!
Setelah kejadian banjir banyak sekali orang berkomentar: ... selama 17 tahun tinggal di sini, baru kali ini air masuk ke rumah.
Ganti angka 17 dengan 20 untuk rumah kami. Ada pula orang yang berujar itu adalah pertama dalam 30 tahun air masuk ke rumah yang dikiranya akan selalu aman dari kebanjiran.
Berita online yang saya baca setelah itu mengabarkan bahwa banjir memang terjadi merata di perumahan-perumahan daerah Sudiang. Juga di beberapa daerah lainnya. Bahkan di Kota Pare-Pare dan Kabupaten Sidrap, banjir parah menggenangi berbagai wilayah. Fix banjir menggenangi beberapa daerah di Provinsi Sulawesi Selatan.