Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gudeg, Oh, Gudeg

22 November 2022   20:11 Diperbarui: 22 November 2022   20:29 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gudeg dalam kaleng ternyata enak (dokpri)

Gudeg Yu Narni memang ngangeni. Potongan sayur nangka yang dimasak berulang-ulang dengan ragam bumbu bercitarasa manis. Dimasak hingga agak kering.

Telur pindang rebus yang bagian putihnya berwarna cokelat nyaris menghitam, dengan bumbu yang meresap sampai ke bagian kuningnya.

Krecek kehitaman yang rasanya maknyus karena seluruh racikan bumbu sudah meresap ke seluruh pori-pori. Kreceknya pedes-pedes gurih berpadu dengan potongan tempe yang dimasak bersama.

Demikian juga daging ayamnya empuk gurih sangat memuaskan.

Aku menandaskan seporsi gudeg yang kupesan. Segelas jeruk hangat mendapat giliran berikutnya untuk berpindah ke lambungku. Tinggal duduk kekenyangan menikmati pengamen yang menyanyikan lagu kenangan... "Dindaaa, di manakah kau berada, rindu aku ingin jumpaaaa..."

Aku membuka ponsel dan memeriksa sekali lagi foto gudeg yang sempat kuabadikan. Aku akan mengirimkannya pada dinda kesayanganku, istriku tercinta nun jauh di sana. Kutambah caption: ..."bagaimana dinda, apa foto ini cukup membuatmu ngiler?"

Tak menunggu waktu lama, dinda membalas fotoku dengan beberapa emoticon ngiler.

"Kanda ingat ya, jangan lupa ya, bawakan dinda gudeg. Bisa yang dikemas di kendil, atau yang dikemas di besek. Tidak akan basi kalau kanda membelinya sesaat sebelum kanda berangkat ke bandara..."

Istriku masih mengetik banyak pesan. Berderet-deret. Setelah selesai, aku hanya membalas dengan "OK". Praktis, kan?

Kedatanganku ke Jogja kali ini bukan untuk senang-senang liburan. Aku ditugaskan oleh kantor untuk mengikuti rapat di sebuah hotel selama empat hari berturut-turut. Rapat yang sangat penting dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Peserta rapat yang terdiri dari staf kementerian di seluruh UPT daerah, tidak diberi waktu luang untuk healing-healing. Malam ini kebetulan tugasku sudah selesai sehingga aku bisa mencuri waktu untuk makan gudeg.

Selesai membayar aku bertanya-tanya pada mbak kasir, bagaimana caranya agar aku aman membawa gudeg sebagai oleh-oleh untuk dindaku tersayang di Makassar. Si mbak yang manis menjelaskan dengan ramah berbagai opsi yang bisa kupilih.

Aku memutuskan untuk memilih opsi paling praktis dan membeli malam itu langsung, sehingga esok pagi aku tak usah harus buru-buru mencari gudeg lagi sebelum keberangkatanku ke bandara untuk kembali ke Makassar.

Esoknya dengan memakai pesawat Garuda, aku pulang ke Makassar setelah sebelumnya naik travel dari Jogja ke Yogyakarta International Airport di Kulon Progo. 

Perjalanan dengan pesawat cukup lancar dan setelah mendarat di bandara Hasanuddin, aku memesan taksi untuk meluncur ke rumahku di daerah Sudiang. Istriku sudah menyambut dengan senyum sumringah.

Ia celingak-celinguk melihatku tidak membawa buah tangan. Hanya kopor pakaian.

"Kendilnya mana? Beseknya mana?" tanya dinda penasaran dan menuntut. Hmm harusnya kan ia tanya apakah aku capek, ya? Apakah aku mau minum? Apakah aku lapar?

"Tenaaang, ga usah panik. Ada di dalam kopor."

Dindaku malah panik dan matanya melotot.

"Gudeg disimpan dalam kopor? Kanda ini gimana sih!"

Dengan tenaga kuda ia membuka koporku, menyibak tumpukan baju kotor, dan menemukan di tengah-tengah kopor, 3 porsi gudeg Yu Narni - dalam kaleng.

Gudeg Yu Narni (dokpri)
Gudeg Yu Narni (dokpri)
"Praktis kan, gudeg dalam kaleng?" aku tersenyum bangga.

Dindaku memegang ketiga kaleng gudeg dengan tatapan tak percaya. Lalu tiba-tiba ia meraung dan tangisnya pecah. Aku panik, tak tahu di mana salahku.

"Kanda gimana sih! Bukannya dinda bilang berulang kali, beli gudeg dalam kendil atau besek! Gudeg dalam kaleng mana enak! Kanda jahattt. Kanda tak pernah mau tahu kemauan dinda! Padahal dinda lagi hamil. 

Bagaimana kalau anak dalam kandungan dinda ini jadi ngeces gara-gara gudeg? Kanda jahattt ... Kanda jahattt ... huks huks huks," dindaku terus menangis, lalu lari ke dalam kamar meninggalkan kopor yang terbuka dengan baju kotorku berserakan, dan tiga kaleng gudeg yang merana karena dituduh tidak enak sebelum dicicipi.

Dindaku benar-benar marah dan merajuk berhari-hari. Ia tidak mau bicara. Ia tidak mau meladeni aku makan dan minum, ia tidak mau mengurus pakaian kotorku, ia bahkan tidak mengizinkanku mengelus perutnya. Padahal kan di dalam perut buncitnya itu ada darah dagingku! Aku jadi pusing sendiri dan tanya solusi sana-sini.

Akhirnya berbekal akun instagram sesepenjual gudeg di Jogja, yang diinfokan salah satu teman, aku memesan gudeg kendil secara online. Dikirim secara express satu hari nyampai. Tentunya dengan biaya yang tidak murah.

Sambil kurayu-rayu, dindaku akhirnya mau tersenyum lagi padaku, setelah menghabiskan sendiri gudeg dalam kendil. Aku tidak disisakan sama sekali. Ah, biarlah, yang penting aku sudah boleh mengelus perut buncitnya dan merasakan tendangan calon jagoanku dari dalam sana.

Memang kalau dipesan oleh istri yang sedang hamil, tidak boleh ada tawar menawar. Mau gudeg kendil atau besek ya harus dibelikan seperti itu. Jangan malah dibelikan gudeg kaleng yang tidak diliriknya sama sekali bahkan dengan sebelah mata.

Ah ya, aku ingat aku masih punya gudeg kaleng. Akupun mencari-cari di lemari.

"Kanda nyari apa?" sapa dindaku lembut setelah kekenyangan makan gudeg.

"Gudeg kaleng yang waktu itu, mana?" tanyaku hati-hati, takut emosinya naik lagi.

"Ooh gudeg itu? Sudah dinda habiskan. Ternyata enak juga gudeg kaleng, Kanda," dinda menjawab sambil tersenyum manis inosen.

Gudeg dalam kaleng ternyata enak (dokpri)
Gudeg dalam kaleng ternyata enak (dokpri)
"Di...ha...bis...kan?" tanyaku sambil menelan ludah. "Tiga-tiganya...?"

"Si jagoan yang minta!" dalih dinda sambil mengelus perut yang isinya adalah calon jagoanku dan setumpuk gudeg, tentunya.

Baiklah, baiklah, sama istri harus sabar. Apalagi sama istri yang sedang hamil.**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun