Seperti tahun-tahun sebelumnya, aku datang menepati janji.Â
Berkunjung membasahi bumi di waktu-waktu yang telah kautandai.
Tak pernah aku ingkar janji, kautahu kapan dapat menemuiku dan,Â
kautahu kapan seharusnya kausiapkan dirimu untuk bertemu denganku.
Maka terimalah rintikku dengan senang hati dan,
sambutlah derasku dengan penuh syukur
Jangan pernah menyumpahku, jangan mendoakan aku cepat berhenti
Aku akan berhenti jika sudah saatnya.
Aku datang terlalu banyak? Aku membuat kerusakan?
Bukankah kautahu aku selalu mengalir ke tempat yang rendah?
Kautahu aku senang berkumpul dalam genangan, rawa-rawa dan sungai
Namun mengapa tempatku kau penuhi dengan bangunan?
Sungaiku kaupenuhi dengan sampah,
Aliran sungai yang mampet tidak pernah kaubersihkan
Kaupun membuat saluran air yang terlalu kecil
Bukankah kautahu aku senang ruang-ruang kosong yang lega, tempat aku menerjang penuh kebebasan?
Maka jangan salahkan aku, jika aku menggenangi rumah-rumahmu,
Sungai dan gorong-gorong meluap, dan jalanan menjelma lautan
Karena aku tak menemukan lagi tempatku berlabuh
Sungai yang dalam yang arusnya lancar yang biasa membawaku ke lautan lepas
Tak usah kausalahkan aku pada semua rasa tak nyaman yang kaurasakan sekarang
Bukankah engkau sudah tahu kapan aku akan datang?
Bukankah kau seharusnya menyambutku dengan berbagai persiapan?
Dan jangan lupa bahwa sejatinya aku adalah anugerah, dan bukan musibah.**
Makassar, 18 November 2022
Hujan deras sepanjang Hari Jumat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H