Hujan tinggal rintiknya saja, anak saya berjalan duluan dengan payung, dan saya mengikutinya dari belakang. Sampai di belokan lorong ke rumah kami, rupanya portal lorong diturunkan.Â
Di perempatan ada beberapa warga kompleks termasuk bu RT sedang memantau. Mereka memberi informasi pada kendaraan yang mau lewat untuk balik kanan saja karena di arah depan genangan semakin dalam.
Setelah menyapa dan bercakap-cakap dengan bu RT sebentar, saya dibantu salah satu tetangga saya melewati pinggir portal.Â
Ini bahaya juga karena jika mundur sedikit saja, sisi kanan dan kiri portal sudah masuk got yang tak terlihat lagi batasnya. Alhamdulillah setelah melewati portal masuk ke blok E, air sudah tinggal semata kaki dan surut tepat di depan rumah kami.
Setelah perjalanan yang heroik dan menegangkan, kami sampai rumah. Saya tahu si bungsu justru senang, karena sempat saya tanyakan saat kami masih berada di genangan banjir tadi.
"Kamu senang kan, bisa berhujan-hujan?"
"Iya, sudah lama sekali kayaknya," ucapnya girang. Dulu memang pernah kami izinkan dia hujan-hujanan.Â
Ya, sekali atau dua kali dalam hidup, anak-anak memang harus diizinkan hujan-hujanan, agar dapat dikenang sepanjang masa. Supaya mereka tidak terlalu merasa bernasib malang, jika harus kehujanan suatu saat kelak.
"Sepertinya aku tidak bisa sekolah besok, kalau banjir begini," ucap bungsu modus.
"Ah, hujan dan banjir seperti ini biasanya cepat surut, kok," balas saya yakin, sekalian berdoa.